Dipisahkan dengan saudara kembar' selama 8 tahun begitu berat untukku, biasanya kami bersama tapi harus berpisah karena Ibu selingkuh, dia pergi dengan laki-laki kaya dan membawa Nadira saja, sedangkan aku ditinggalkan dengan Ayah begitu saja.
Namun saat kami akan bertemu aku malah mendapatkan sesuatu yang menyakitkan Nadira mati, dia sudah tak bernyawa, aku dituntun oleh sosok yang begitu menyerupai Nadira, awalnya aku kira dia adalah Nadira yang menemuiku tapi ternyata itu hanya arwah yang menunjukan dimana keberadaan Nadira.
Keadaannya begitu mengenaskan darah dimana-mana, aku hancur sangat hancur sekali, akan aku balas orang yang telah melakukan ini pada saudaraku, akan aku habisi orang itu, lihat saja aku tak akan main-main untuk menghabisi siapa saja yang telah melakukan ini pada saudaraku. Belahan jiwaku telah hilang untuk selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn dewi88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Begitu banyak kejadian
Kembali lilin diambil dan Nadia melanjutkannya meneteskannya ke mulut dan ke mata Om Rahman, sekarang sudah tak bisa bergerak jidatnya sudah Nadia paku, kenapa tak dari tadi saja ya.
Sekarang Nadia beralih menancapkan belati tepat di organ intimnya Om Rahman, tak itu saja Nadia menyayat kaki dan juga dada Om Rahman.
"Selesai" Nadia menatap Om Herman masih bernafas, kuat juga, Nadia yang mulai kelaparan segera mencari makanan didalam kulkas ada yang bisa Nadia masak.
"Emm makan mie dan telur saja" Nadia memasak sambil bersenandung dan setelah semuanya matang Nadia duduk tepat dihadapan Om Rahman yang masih bernafas, menggeser sebuah meja dan segera makan, sambil melihat penderitaan Om Rahman yang menyakitkan itu.
...----------------...
Brak, Hans hanya diam saja saat makannya ditumpahkan begitu saja oleh Ibu tirinya, lalu air minum ditumpahkan tepat ke kepala Hans.
"Kamu itu ga pantas hidup mati saja anak sialan, kamu dan juga Ibumu membuat hidupku seperti di neraka, lebih baik Ibumu yang pembantu itu mati saja, rasanya dia tak pantas untuk hidup"
Hans bangkit dan menatap Ibu tirinya itu dengan rasa benci yang begitu dalam, dirinya tak masalah kalau dirinya yang dihina tapi ini Ibunya "Memangnya saya mau dilahirkan dari pria yang telah menyakiti Ibu saya. Saya juga tidak mau, anda jangan seenaknya pada saya karena saya dia di sini berhak atas harta yang suami anda punya, lebih baik anda saja yang mati, anda adalah perempuan ular tak punya hati, yang salah adalah suami anda bukan Ibu saya" teriak Hans.
"Berhak untuk apa, kamu itu seorang pembunuh tahu, ga pantas tinggal di sini seharusnya tuh kamu dipenjara dari dulu"
"Karena itu ulahmu, anda yang selalu menyiksa saya sampai mental saya hancur dan anda juga yang menyuruh mereka untuk menyiksa saya jangan membalikkan keadaan dengan menyalahkan saya yang menjadi seperti ini"
Ibunya Aldi berkaca pinggang dan menatap Hans dengan sangat rendah "Memang anak tidak berguna seperti kamu itu pantas diperlakukan seperti anak kandung rasanya tidak pantas. Kamu itu tidak punya masa depan Hans"
"Akhh" teriak Ibunya Aldi memegang pipinya yang berdarah.
"Sialan kamu" teriaknya tak terima.
Hans hanya tersenyum menatap pisau kecil yang selalu dirinya bawa berdarah, tak itu saja Hans langsung mencekik Ibunya Aldi, dan menancapkan pisau kecil itu tepat di tenggorokannya dan mencabutnya begitu saja, meninggalkan Ibunya Aldi kesakitan sendirian, tak peduli nanti akan mati muak rasanya di perlakukan tak Adil seperti ini.
...----------------...
"Yah, kok mati sih" kesal Nadia melihat Om Rahman yang berpulang.
Nadia mengeluarkan ponselnya dan segera memberikan pesan pada seseorang untuk membantunya membereskan semua kekacauan yang dirinya lakukan.
Tak butuh waktu lama orang itu datang, saat membuka pintu Nadia tersenyum bahagia sekali, memeluk nya dengan erat "Akhirnya kamu datang sayang"
"Tentu aku akan datang sayang, wajahmu kenapa" sambil memegang bahu Nadia.
"Ya di pukul sama om om cabul itu apalagi, makannya aku habisin saja sesuai rencana aku dan kamu" Nadia menyunggingkan senyumnya dan laki laki itu hanya bisa tersenyum dan mengacak rambut Nadia.
"Kamu istirahat saja sayang, biar aku yang bereskan semuanya. Aku sudah bilang jangan kotori tangan cantikmu itu, biarkan aku yang melakukannya kamu hanya pergi menelfon ku maka aku akan datang "
"Kamu yakin mau bereskan sendiri, aku sudah muak dengannya dan rasanya tanganku ini ingin segera menghabisi nya"
"Baiklah aku mengerti. Tentu saja yakin akan aku bereskan sendiri, istirahat lah, banyak orang gila yang harus kamu hadapi"
Nadia mengangguk dan segera membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang nyaman dan empuk itu, Nadia yakin pacarnya tak akan meninggalkan jejak sedikitpun dulu juga seperti itu kan tak pernah ada yang terbongkar atas apa yang dirinya lakukan.
...----------------...
Nadia pulang ke rumah dengan hati yang senang sebentar lagi akan ada kejutan, akan ada air mata dirumah ini. Saat Nadia membuka pintu, malah melihat ada Nadira yang masih tetap memakai gaun merahnya, menatapnya dengan wajah yang sedih.
"Kenapa kamu melakukan itu, kenapa"
"Apa memang yang aku lakukan, tak ada yang salah menghabisi orang yang akan melecehkan aku, kamu juga sama kan sudah di sakiti olehnya, lalu apa salahnya membalasnya"
Sosok itu hanya diam dan menundukkan kepalanya, menangis dengan pelan lalu pergi menghilang dengan perlahan, Nadia menghela nafasnya, kenapa Nadira malah mempertanyakan itu, laki laki tua itu kan memang jahat lalu apa lagi yang harus di pertahankan tak ada kebaikan yang dia perbuat, lebih baik berpulang saja kan.
...----------------...
Aldi yang baru pulang begitu syok melihat keadaan Mamanya yang sudah mengeluarkan banyak darah, dengan cepat Aldi pangku kepala Mamanya dan dipeluknya tubuh Ibunya yang sudah mulai kaku.
"Ma, bangun kenapa bisa seperti ini Mama, kenapa Mama tinggalin Aldi siapa yang lakuin ini sama Mama, bangun Ma bangun" teriak Aldi begitu histeris.
Para pelayan dan penjaga yang mendengar itu segera datang dan mendekati majikannya, mereka juga kaget melihat itu, Aldi menatap orang orang yang sekarang berkumpul.
"Pekerjaan kalian sebenarnya apa sampai Mama aku bisa dibunuh seperti ini, dan kalian para penjaga dari tadi ngapain cuma rokok ngopi kalian tuh kerja digaji bukannya diam seperti ini, kalian memang tak berguna"
"Maaf den, tidak ada yang masuk ke rumah, tadi hanya ada den Hans aja di rumah"
"Hans" gumam Aldi.
"Telfon Ayah sekarang"
"Baik den"
Aldi dengan air matanya yang sudah tak karuan segera mengambil motornya, dia harus menemui Hans pasti ini ulah pembunuh itu, sialan Hans.
Aldi yang sudah ada di markas Hans dan teman-temannya mengedarkan pandangannya di sana hanya ada Juan dan Billy
"Di mana teman pembunuh loh pada "marah Aldi pada kedua teman Hans.
"Apaan sih lo tiba-tiba marah-marah kayak gini, ya di rumah lah Hans gak ke sini. Masa sih serumah bisa ga tahu"
"Bohong di mana dia sialan"
Aldi segera mengobrak-abrik tempat itu tidak peduli dengan mereka yang terus menghalangi, membuka setiap kamar mencari Hans bahkan barang-barang dilempar begitu saja Juan dan Billy yang tidak terima tentu saja mendorong Aldi dengan kasar.
"Pergi dari sini kalau mau buat kekacauan aja. Hans itu sama bokap lo dia tuh lagi kerja nggak kayak lo tuh yang pengangguran cuman bisa nyakitin perempuan sana pergi"
Aldi menatap Juan dan juga Billy dengan kesal, lalu pergi untuk pulang pasti Ayahnya sudah ada dirumah melihat Istri kesayangannya di habisi oleh anak haram itu.