NovelToon NovelToon
Garis Batas Keyakinan

Garis Batas Keyakinan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Percintaan Konglomerat / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Indira mengagumi Revan bukan hanya karena cinta, tetapi karena kehormatannya. Revan, yang kini memeluk Kristen setelah melewati krisis identitas agama, memperlakukan Indira dengan kehangatan yang tak pernah melampaui batas—ia tahu persis di mana laki-laki tidak boleh menyentuh wanita.

​Namun, kelembutan itu justru menusuk hati Indira.

​"Untukku, 'agamamu adalah agamamu.' Aku tidak akan mengambilmu dari Tuhan-mu," ujar Revan suatu malam, yang di mata Indira adalah kasih yang dewasa dan ironis. Lalu ia berbisik, seolah mengukir takdir mereka: "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."

​Kalimat itu, yang diambil dari Kitab Suci milik Indira sendiri, adalah janji suci sekaligus belati. Cinta mereka berdiri tegak di atas dua pilar keyakinan yang berbeda. Revan telah menemukan kedamaiannya, tetapi Indira justru terombang-ambing, dihadapkan pada i

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gus Kalkulatif dan Panggilan Adzan

​​Aku berjalan cepat menuju kamarku, meninggalkan Ayahku, dan Gus Ammar Fikri yang kini duduk santai di teras belakang, membahas tanaman hias seolah mereka adalah sahabat lama. Kontradiksi perilaku Ammar dari CEO pendikte menjadi calon menantu idaman dalam hitungan detik membuatku mendidih.

​Begitu pintu kamar kututup (pelan, agar Ayah tidak curiga), aku melemparkan tas ke kursi dan segera membuka kerudung panjang yang mencekik. Aku merasa seluruh diriku terbungkus dalam kepura-puraan sejak Ammar datang.

​"Gila! Dia pikir dia siapa?" gumamku, menarik gamis longgar dari tubuhku. Aku meraih kaus santai dan celana panjang untuk di rumah.

​Aku berjalan mondar-mandir di kamar. "Dia bilang cuma punya waktu sepuluh menit, tahu-tahu santai sambil nge-teh kayak di vila! Strategi hubungan publik katanya? Dia pikir aku ini proyek marketing?"

​Perasaanku meluap-luap. Aku membandingkan Ammar dengan Revan. Revan tulus, hangat, dan meskipun jalannya berbeda, ia tidak pernah menghakimi imanku. Ammar? Dia seiman, halal, tetapi setiap kata-katanya penuh hitungan dan evaluasi risiko.

​"Gus Ammar Fikri? Gus macam apa dia? Gelar itu hanya pantas disematkan pada laki-laki yang berakhlak mulia, ramah, dan menenangkan," aku ngedumel, menunjuk cermin dengan jari. "Dia itu dingin, diktator, dan menganggap manusia sebagai variable! Gelar Gus itu tidak pantas di sematkan di namanya! Lebih cocoknya dipanggil 'CEO Ammar' atau 'Mr. Kalkulator'!"

​Aku baru saja akan melanjutkan sumpah serapahku tentang betapa tidak romantisnya seorang pria yang menjadikan taaruf sebagai sesi coaching manajemen risiko, ketika sebuah ketukan pelan terdengar di pintu.

​Tok! Tok! Tok!

​Itu Bunda Fatma.

​Aku langsung tersentak. Aku harus terlihat tenang dan patuh.

​"Ya, Bunda?" Aku dengan cepat merapikan rambutku instan dan bergegas membuka pintu.

​Bunda berdiri di ambang pintu, wajahnya terlihat sedikit tergesa-gesa namun ceria. "Nak, cepat ganti baju yang lebih sopan. Kamu pakai baju yang longgar dan kerudung lagi."

​"Ada apa, Bun? Ammar sudah mau pulang?" tanyaku, berharap Bunda mengiyakan.

​Bunda tersenyum lebar. "Pulang apa, Sayang? Mas Bimo sudah mengundang Ammar dan supirnya untuk makan malam di sini. Katanya, Ammar tertarik membahas prospek kerja sama perusahaannya dengan Ayahmu. Lagipula, ini adalah bagian dari taaruf, Nak.

Mengenal keluarga."

​Duniaku serasa runtuh lagi. Makan malam? Aku harus menghabiskan dua jam lagi, bahkan lebih, dengan pria kalkulatif ini, yang akan menganalisis setiap gigitan nasi dan setiap kata-kataku sebagai data?

​"Tapi Bun, tadi dia bilang"

​"Sudah, jangan banyak tanya. Gus Ammar itu laki-laki yang sangat menghargai privasi dan keluarga. Cepat ganti baju. Bunda butuh bantuanmu di dapur, Nak. Kita harus masak hidangan istimewa untuk tamu kehormatan kita."

​Aku berdiri mematung. Aku tidak punya pilihan.

​"Baik, Bun," jawabku pasrah, menahan rasa kesal yang luar biasa.

​Aku melangkah masuk kedalam kamar dan memakai hijab instan ku, Bunda berjalan mendahuluiku.

Aku langsung keluar dan mengejar Bunda dan berjalan di belakang Bunda. Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Meskipun aku kesal pada sifatnya, aku harus mengakui satu hal: dia adalah pria yang sangat taat.

​Aku menahan langkah Bunda. "Bun, tunggu sebentar."

​"Ada apa, Nak?". jawab Bunda dan langsung menghentikan langkah kakinya.

​"Nanti... kita sholat Maghrib berjamaah, kan?" tanyaku.

​Bunda menatapku sejenak, wajahnya menunjukkan kebanggaan. "Tentu saja, Nak. Ayah sudah mengatakannya pada Gus Ammar. Kita akan sholat berjamaah di musholla rumah ini. Ammar yang akan menjadi imam. Itu adalah cara terbaik untuk melihat keteguhan iman calon suamimu."

​Gus Ammar Fikri akan menjadi imam kami.

​Kepalaku dipenuhi konflik. Pria yang baru saja kusebut 'Mr. Kalkulator' dan tidak pantas menyandang gelar Gus, sebentar lagi akan memimpin Ayah, Bunda, dan aku dalam sholat. Dalam sholat, semua variable dan strategi bisnisnya akan hilang. Di hadapan Tuhan, ia harus menjadi murni.

​Aku menyadari, ini adalah ujian terbesar. Bukan untuk Ammar, tapi untukku. Bisakah aku meluruskan niatku dan hatiku, dan sholat di belakang pria yang membuatku kesal, hanya karena dia adalah satu-satunya jalan halal yang tersisa?

​"Baik, Bun," kataku, mengangguk. "Aku akan membantu Bunda masak sekarang."

​Aku segera menuju dapur, sementara di musholla kecil di sudut rumah, sajadah sudah tergelar rapi, menanti sang imam, Gus Ammar Fikri.

1
Suyati
cakep bunda nasehatnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!