Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Liburan selesai, tapi suasana sekolah masih terasa santai.
pagi itu suasana sekolah ramai seperti biasa nya, sampai sampai guru pun ikut ngerumpi dengan muridnya terutama dengan Yunita
“Yunita, kamu menang banyak, lho. Dulu kami aja gak berani deketin Pak Yudhistira, sekarang kamu malah masakin tiap hari!”
Yunita nyengir bangga. “Ya namanya juga rezeki, Bu.”
Di ruang guru, Yudhistira hanya menghela napas saat mendengar istrinya bergosip riang. “Anak itu emang gak bisa diam,” gumamnya, tapi bibirnya tersenyum lembut.
Saat bel istirahat, Yunita datang membawa bekal makan siang.
“Surprise! Aku buatin bekal buat kamu!” katanya sambil membuka kotak makan.
Yudhistira menatapnya hati-hati. “Ini aman kan? Gak ada bahan peledak?”
“Hey! Aku udah belajar masak, tahu!” protes Yunita sambil manyun.
Yudhistira mencicipi sedikit. “Hmm… lumayan.”
“Lumayan?!”,
“Lumayan enak. Bukan lumayan beracun.”
“Pak Yudis!!” Yunita langsung memukul pelan lengannya, sementara guru lain menahan tawa.
“Gak heran anak-anak suka kalian, kalian kayak drama komedi berjalan,” kata salah satu guru sambil tertawa.
Malam di Teras Rumah
Malam itu, setelah makan malam, Yunita duduk di teras sambil menatap bintang.
“Pak, kamu bahagia gak nikah sama aku?” tanyanya tiba-tiba.
Yudhistira yang duduk di sampingnya menatapnya dengan lembut. “Kalau gak bahagia, kamu pikir saya bakal tahan menghadapi ributmu tiap hari?”
Yunita tertawa pelan. “Ih, jawabanmu tuh selalu nyebelin tapi manis.”
“Karena saya cuma jujur.”
Hening sejenak. Angin malam berhembus lembut.
Yunita bersandar di bahu suaminya. “Dulu aku kira hidupku bakal biasa aja… sekolah, kuliah, kerja. Tapi ternyata malah jadi istri guru killer yang super dingin tapi super manis.”
Yudhistira mengelus rambutnya pelan. “Dan saya gak nyangka murid yang dulu saya nilai paling ramai, malah jadi satu-satunya yang saya butuh tiap hari.”
Mereka terdiam lama.
Hanya suara jangkrik dan detak jam yang menemani malam itu.
Lalu Yunita mengangkat kepala dan tersenyum nakal. “Tapi kalau aku nanti naik kelas, aku tetep istri guru, dong. Gak bisa bebas.”
Yudhistira tertawa kecil. “Tenang. Setelah kamu lulus, baru kita mulai bab baru. Dan di bab itu, gak ada lagi murid dan guru. Cuma suami dan istri.”
Yunita menggenggam tangannya erat. “Deal, Pak Guru.”
“Panggil saya suami.”
“Hmm… Mas Guru aja deh, biar lebih manis.”
Yudhistira menghela napas pelan. “Dasar kamu ini…”
Mereka tertawa bersama.
Dan di malam penuh bintang itu, cinta mereka terasa begitu nyata — bukan lagi rahasia, bukan lagi perjodohan, tapi cinta yang tumbuh karena setiap hari mereka belajar… bukan hanya soal pelajaran sekolah, tapi tentang bagaimana mencintai satu sama lain, dengan segala kekonyolan dan ketulusan yang mereka punya.
...****************...
Suasana sekolah sangat ramai karena ini hari Senin, Anak-anak berlarian di koridor, guru-guru sibuk menata jadwal pelajaran baru. Udara pagi terasa cerah, secerah wajah
Yunita yang datang ke sekolah dengan semangat tinggi. Ia berjalan menuju kelas sambil menenteng buku, rambutnya diikat dua dengan pita kecil. Beberapa teman langsung menyapanya.
“Yunita! kalau di rumah ngapain aja?” tanya salah satu temannya
"Ngurus suami,” jawabnya santai.
“Wih, udah kayak emak-emak aja jawabnya!”
“Emang iya, aku kan istri orang,” balas Yunita sambil tertawa kecil.
Beberapa teman ngakak. Mereka sudah tahu hubungannya dengan Pak Yudhistira, dan meski sempat jadi bahan gosip, sekarang semuanya malah menganggapnya lucu. Apalagi setiap kali Pak Yudhistira lewat dan menegur Yunita di kelas, seluruh murid pasti bersorak, “Ih, romantis banget!”
Namun pagi itu, ada sesuatu yang berbeda.
Ketika Yunita baru mau duduk, wali kelas masuk sambil membawa seorang gadis baru.
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid pindahan dari kota sebelah. Namanya Clarissa Putri. Tolong diterima dengan baik, ya.”
Seketika, semua mata menoleh.
Gadis itu melangkah masuk dengan percaya diri. Rambutnya panjang, bergelombang lembut, dan ia tersenyum manis ke seluruh ruangan. Ia berdiri di depan kelas seperti model catwalk dagu sedikit terangkat, mata berkilat percaya diri.
“Hai semua,” sapanya lembut. “Aku Clarissa. Kalian bisa panggil aku putri aja.”
“Wih, gaya banget,” bisik Rara di telinga Yunita.
Yunita cuma nyengir. “Feeling-ku bilang, nih anak bakal rame.”
putri menatap sekeliling, dan matanya berhenti pada Yunita. Ia tersenyum tipis, tapi matanya menilai dari ujung kepala sampai kaki.
“Oh… kamu yang katanya terkenal di sekolah ini ya?” katanya kemudian, suaranya terdengar manis tapi ada nada menantang.
Yunita menoleh, sedikit kaget. “Eh? Terkenal apaan?”
“Ya, banyak yang ngomong kamu paling cantik di sekolah ini.” Clara tersenyum kecil. “Tapi kayaknya standar mereka perlu di-upgrade deh.”
Rara langsung membelalak. “Astaga, baru dateng udah mulai nyolot.”
Yunita tertawa pelan. “Gak apa, mungkin dia cuma bercanda.”
Tapi dalam hati, Yunita tahu gadis itu bukan tipe yang gampang akrab. Dan firasatnya terbukti beberapa jam kemudian.
----
Hari pertama, pelajaran dimulai dengan kelas matematika yang dibawakan langsung oleh Pak Yudhistira.
Begitu ia masuk ke kelas, suasana langsung berubah. Semua murid duduk tegap, pura-pura serius termasuk Yunita, yang pura-pura tidak kenal. Tapi matanya tak bisa menahan senyum setiap kali Yudhistira berjalan mendekat ke mejanya.
Namun kali ini, bukan hanya Yunita yang memperhatikan sang guru.
putri terlihat menatap Yudhistira dengan tatapan berbinar. Setiap kali Yudhistira menulis di papan, gadis itu mencondongkan badan sedikit ke depan seperti sedang menatap idola dari dekat.
“Pak… suara Bapak adem banget,” ucapnya tiba-tiba di tengah pelajaran.
Seluruh kelas langsung “Woooo!” serentak.
Yunita menahan tawa sampai hampir meledak.
Yudhistira berdehem pelan. “Terima kasih, Clarissa. Sekarang tolong fokus ke materi.”
“Siap, Pak. Tapi kalau Bapak ngomong, saya jadi gak bisa fokus,” balas putri dengan senyum manis.
Rara berbisik ke Yunita, “Wah, ini sih calon korban kebodohan. Dia gak tau Pak Yudis itu suami lo.”
“Kasian ya,” balas Yunita setengah menahan tawa.
Yudhistira melirik istrinya cepat-cepat, tapi Yunita hanya pura-pura sibuk menulis. Pipinya menahan senyum geli.
---
Waktu Istirahat tiba
Di kantin, Yunita sedang makan bersama Rara dan Nadia serta Salsa sahabatnya lain. putri datang dengan langkah anggun, membawa nampan makanan, dan tanpa permisi duduk di meja mereka.
“Boleh gabung?” katanya.
“Boleh dong,” jawab Yunita ramah. “Gimana, udah mulai betah?”
“Lumayan. Tapi sekolah ini kayaknya punya banyak gosip, ya?”
Rara langsung merasa sesuatu bakal terjadi. “Hmm, maksud lo?”
putri menyeruput jusnya perlahan. “Tadi aku denger, katanya ada guru yang deket banget sama murid. Tapi gak jelas siapa. Pasti gak bener kan?”
Yunita nyaris keselek. “Eh—”
Rara cepat menimpali, “Wah, itu gosip lama. Udah kelar kok.”
“Tapi guru yang dimaksud itu siapa sih?” tanya putri dengan polos-polos tajam. “Jangan-jangan guru killer yang tadi ngajar? Yang ganteng itu lho…”
Rara langsung menahan tawa. “Pak Yudhistira?”
“Yup! Namanya keren juga. Dan gaya ngajarnya tuh… wah, bikin jantung deg-degan.” putri tersenyum seperti berbunga-bunga. “Aku suka banget tipe kayak gitu.”
Yunita hampir menjatuhkan sendoknya.
Nadia menepuk punggungnya pelan. “Sabar, Bu Guru, sabar.”
Yunita memejamkan mata sebentar. “Tuhan, cobaan macam apa ini.”
bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏