NovelToon NovelToon
Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Office Romance / Romansa
Popularitas:32.7k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Bagi Nadin, bekerja di perusahaan besar itu impian. Sampai dia sadar, bosnya ternyata anak tetangga sendiri! Marvin Alexander, dingin, perfeksionis, dan dulu sering jadi korban keisengannya.

Suatu hari tumpahan kopi bikin seluruh kantor geger, dan sejak itu hubungan mereka beku. Eh, belum selesai drama kantor, orang tua malah menjodohkan mereka berdua!
Nadin mau nolak, tapi gimana kalau ternyata bos jutek itu diam-diam suka sama dia?

Pernikahan rahasia, cemburu di tempat kerja, dan tetangga yang hobi ikut campur,
siapa sangka cinta bisa sechaotic ini.

Yuk, simak kisah mereka di sini!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Undangan pesta

“Apa? Aku harus datang ke pesta ulang tahun dia?”

Suara Nadin menggema di ruang makan keluarga Alexander pagi itu. Araya hanya tersenyum kalem, sambil menyendokkan bubur ke mangkuknya.

“Bukan harus sayang. Tapi sebaiknya datang. Itu pesta keluarga besar Mudi, dan hubungan mereka dengan kami sudah seperti rekan lama,” kata Araya lembut tapi tegas.

“Rekan lama yang nyaris jadi mantan calon menantu, maksudnya?” celetuk Nadin sambil menatap suaminya yang duduk di seberang meja, dengan ekspresi terlalu tenang untuk ukuran manusia. Marvin mengangkat alis tanpa menatap Nadin.

“Aku tidak ingat pernah menjanjikan apa pun pada Anita.”

“Ya jelas aja, kamu nggak janji. Tapi dia tuh, jelas-jelas masih nempel kayak permen karet di sepatu!” seru Nadin dengan wajah kesal.

Rani yang duduk di sebelah Araya hanya bisa menahan tawa kecil. “Nad, jaga mulutmu, ini di rumah mertua.”

Nadin menatap ibunya sebal. “Bu, justru karena ini rumah mertua, aku harus jujur biar nggak meledak di dalam!”

Marvin akhirnya menatap istrinya dan mencondongkan tubuh sedikit. “Kamu bisa tidak datang kalau mau.”

“Beneran?” Mata Nadin langsung berbinar.

“Tapi…” lanjut Marvin datar, “Mama pasti akan kecewa.”

Sekian detik kemudian, wajah Nadin jatuh lesu. “Tentu saja ada tapinya…”

Araya menahan tawa melihat wajah menantunya yang merengut.

“Sayang, kamu tak perlu takut. Datang saja sebagai istri Marvin. Lagipula, pesta itu pasti besar dan mewah. Siapa tahu ada hadiah yang bisa kau rebut.” goda Araya.

“Yang mau aku rebut cuma … remote TV biar nggak nonton drama hidup orang lain,” gumam Nadin lirih, membuat Rani hampir tersedak karena menahan tawa.

Sore harinya, kamar Nadin berubah seperti butik dadakan. Araya memanggil perias langganannya untuk menyiapkan gaun khusus, sementara Nadin terus mondar-mandir dengan wajah panik.

“Ma, aku nggak biasa pakai gaun kayak gini! Ini kayak mau audisi jadi Miss Universe, bukan datang ke pesta!” serunya, sambil memegang gaun satin biru yang berkilau di bawah lampu.

“Justru itu tujuannya, sayang. Biar semua orang tahu siapa yang benar-benar bersinar di sisi Marvin.”

Araya tersenyum penuh makna, sementara Marvin yang duduk membaca dokumen di sofa hanya melirik sekilas dan berkomentar santai,

“Biru cocok di kamu.”

Nadin menatapnya dengan kening berkerut. “Cuma cocok? Aku hampir nggak bisa napas pakai ini, kamu tahu.”

Marvin menutup mapnya pelan, berjalan ke arah istrinya, dan berbisik cukup dekat di telinganya,

“Kalau kamu nggak bisa napas, nanti aku bantu lepas.”

“Marvin,!” seru Nadin spontan sambil memukul bahu suaminya. Araya yang melihat hanya tertawa geli.

Malam pun tiba.

Lampu-lampu kristal berpendar indah di ballroom hotel bintang lima milik keluarga Mudi. Para tamu berdatangan dengan pakaian terbaik mereka. Anita berdiri di tengah ruangan dengan gaun putih keemasan, senyum manis menghiasi wajahnya. Tapi matanya terus melirik ke arah pintu masuk.

Nadin, berjalan berdampingan dengan Marvin.Gaun biru lautnya bergoyang anggun setiap kali ia berjalan, rambutnya disanggul rapi, dan di sisinya berdiri Marvin yang gagah dalam jas hitam elegan.

Bisik-bisik kecil langsung terdengar di antara para tamu.

“Itu istri Tuan Muda dari keluarga Alexander?”

“Cantik juga ya ternyata….”

“Katanya dia karyawan biasa? Kok auranya kayak bintang film?”

Sementara itu Anita menegakkan tubuhnya, menyembunyikan keterkejutannya dengan senyum tipis yang lebih menyerupai senyum kompetitif.

“Ah, mereka datang juga,” katanya pelan, lalu berbalik menyambut.

“Selamat datang, Marvin. Senang sekali kamu bisa hadir,” ucapnya manis, lalu matanya menatap Nadin dengan senyum menantang. “Dan tentu saja, Nadin … senang akhirnya bisa melihatmu tampil layak.”

Nadin tersenyum balik dengan nada yang tak kalah tajam. “Oh, terima kasih. Aku juga senang bisa datang … meski tadi hampir tersesat ke ruang dapur.”

Anita tertawa kaku. “Kamu memang lucu, ya.”

“Lumayan, Marvin juga bilang begitu tadi pagi,” balas Nadin cepat, membuat Marvin hampir tersedak minumannya dan beberapa tamu yang mendengar terbahak pelan. Araya yang datang belakangan hanya menatap mereka bertiga dari jauh dengan senyum puas.

Musik lembut mulai mengalun dari panggung utama. Ballroom itu tampak sempurna, bunga mawar putih di setiap meja, cahaya lilin berkilau di cermin raksasa, dan kilau gaun para tamu yang berdesakan di sekitar meja makan panjang.

Anita berdiri di panggung kecil, mikrofon di tangan, suaranya jernih dan lembut.

“Terima kasih sudah datang malam ini. Ulang tahunku tahun ini terasa istimewa karena dikelilingi oleh orang-orang penting dalam hidupku.”

Tatapannya melayang sebentar dan berhenti pada Marvin. Semua orang bisa merasakannya. Bahkan Nadin, yang tengah meneguk jus lemon di meja tamu, hampir tersedak.

“Ya Tuhan, dia ngomong orang penting dalam hidupku sambil tatapannya ke suamiku, Ma,” gumam Nadin dengan nada tidak percaya, separuh pada Araya, separuh pada dirinya sendiri.

Araya menahan senyum dan berbisik pelan, “Diam saja, sayang. Kita lihat sejauh mana dia berani.”

Setelah pidato manis itu, Anita turun dari panggung, menyalami para tamu satu per satu. Saat melewati meja Marvin, dia berhenti dengan senyum yang dipelajari dengan sempurna.

“Marvin, kamu tidak berubah sama sekali,” ucapnya dengan nada nostalgia yang cukup keras untuk didengar meja sekitarnya.

Nadin mengangkat satu alis. “Maksudnya, dia nggak berubah dari kapan? Dari zaman batu?” gumamnya pelan, tapi cukup untuk membuat Rani di sebelahnya menutupi mulut menahan tawa. Beberapa tamu yang mendengar menahan napas, sebagian lagi justru tertawa kecil.

Senyum Anita sedikit menegang, tapi ia menutupi dengan menegakkan tubuh.

“Ah, humor kamu lucu sekali. Nadin, aku harus minta Marvin sebentar ya, untuk sesi dansa pembuka. Itu sudah jadi tradisi di setiap pestaku.”

Dia menatap Marvin dengan tatapan lembut, hampir menantang. Nadin menatapnya, lalu menatap Marvin. Marvin hanya menatap gelasnya sebentar, kemudian berdiri.

“Kalau itu membuatmu senang, tentu.”

Nadin menatap langkah Marvin yang mendekati Anita dan merasakan detak jantungnya naik satu oktaf.

“Dia beneran mau nari sama mantannya di depan aku?”

Araya buru-buru menepuk bahunya. “Tenang, Nad. Mungkin cuma formalitas...”

“Formalitas apaan? Ini kompetisi hidup!”

Musik waltz mulai terdengar. Anita dan Marvin mulai menari di tengah ruangan, gerakannya anggun, tatapan Anita seolah memancarkan kemenangan. Lampu sorot menyoroti keduanya, membuat Nadin tampak seperti penonton di kursi belakang. Tapi sepuluh detik kemudian, Nadin menegakkan punggungnya, mengangkat dagu, dan meneguk minumannya dalam satu kali teguk.

“Kalau dia mau main api, aku kasih barbeque sekalian.”

Dia bangkit dari kursinya. Gaun biru lautnya berkilau di bawah lampu, langkahnya mantap mendekati lantai dansa. Semua mata menoleh ketika Nadin berdiri di tepi panggung, menunggu satu hentakan musik, lalu dengan gerakan spontan, dia menepuk tangan keras-keras dan berkata,

“Boleh saya ikut, nggak? Aku kan istri sah, bukan dekorasi meja.”

Beberapa tamu langsung terdiam. Anita nyaris kehilangan pijakan ritme, dan Marvin, entah karena gugup atau geli menahan senyum kecilnya.

“Ehm, Nadin…”

“Tenang, aku cuma mau nari satu putaran,” kata Nadin santai, lalu menarik tangan Marvin begitu saja. Anita hanya sempat mematung saat Nadin mulai berputar di pelukan suaminya dengan ekspresi puas. Marvin menatapnya sedikit canggung. “Kamu yakin mau bikin heboh?”

“Udah terlanjur. Lagian, kamu yang ngajak aku tampil layak, kan?” Musik berganti, lebih cepat dan lebih ceria.

Tiba-tiba, ballroom yang tadinya tegang berubah riuh. Para tamu bersorak kecil, dan beberapa mulai tertawa melihat pasangan muda itu menari dengan gaya bebas dan spontan. Di ujung ruangan, Anita berdiri sendiri, memegang gelas anggur yang hampir kosong. Wajahnya masih tersenyum, tapi matanya menyala dingin.

“Baiklah, Nadin. Kalau kau mau perang elegan … aku bisa lebih kejam dari itu.”

Musik dansa sudah berganti menjadi lembut, para tamu mulai menyebar di berbagai sisi ballroom. Gelak tawa, suara gelas beradu, dan lantunan piano membuat suasana malam itu terasa megah. Dan acara dansa pun berakhir.

Tuan Mudi dan istrinya, Nyonya Mudi, akhirnya menghampiri Marvin dan Tuan Alexander. Mereka berjabatan tangan hangat, membicarakan bisnis lama yang rupanya pernah mempertemukan keluarga besar mereka.

“Sudah lama sekali, Tuan Alexander,” sapa Tuan Mudi ramah,

“Sepertinya perusahaan anda berkembang jauh lebih cepat daripada yang saya dengar.”

Alexander tersenyum diplomatis. “Itu semua berkat anak-anak muda sekarang, termasuk Marvin.”

Anita berdiri di sisi ayahnya, tampak anggun dengan gaun putihnya yang berkilau di bawah lampu gantung kristal. Tatapannya berulang kali jatuh pada Marvin penuh arti, penuh rencana.

Di sisi lain ruangan, Araya sedang berbincang dengan teman SMA mereka yang kebetulan juga hadir di pesta itu. Gelak tawa kecil terdengar, sementara di kejauhan, Nadin berdiri sendiri di depan meja anggur yang tertata rapi.

Tangannya mengambil satu gelas tanpa banyak pikir, matanya menatap lurus ke arah panggung dansa ke arah Anita yang sedang menepuk lembut bahu Marvin sambil tertawa kecil.

Seketika darah Nadin terasa naik ke kepala.

“Dia sentuh lagi? Serius?” batinnya mendesis.

Nadin meneguk anggurnya, pandangannya masih terpaku ke sana. Namun, saat menoleh, matanya tanpa sengaja menangkap sosok Gibran di seberang ruangan tampan, berjas hitam, memegang gelas dan memperhatikannya dari jauh. Tatapan mereka bertemu.

Gibran mendekat perlahan. “Kamu kelihatan … nggak nyaman.”

Nadin tersenyum miring, menatap sekilas ke arah Marvin dan Anita. “Kamu peka juga rupanya.”

“Pesta ini memang nggak cocok buat orang kayak kamu,” kata Gibran dengan nada lembut tapi tajam. “Kamu terlalu jujur di tempat yang penuh kepalsuan.”

Nadin terkekeh pelan, memiringkan kepala. “Kalau begitu, temani aku keluar sebentar. Aku butuh udara segar.”

Tanpa banyak bicara, Gibran mengangguk, dan keduanya berjalan melewati pintu kaca menuju taman belakang. Taman itu dipenuhi cahaya lampu gantung kecil di setiap pohon, bunga-bunga segar beraroma mawar, dan air mancur yang berkilau di bawah cahaya rembulan. Mereka berhenti di bawah pohon besar dengan lampu-lampu kecil yang menjuntai seperti bintang. Gibran menatap Nadin dengan serius, suaranya lebih rendah dari biasanya.

“Nadin … boleh aku tanya sesuatu?”

Nadin menatapnya, sedikit waspada. “Apa?”

“Kenapa Marvin?” Gibran menarik napas. “Kamu tahu status kalian jauh berbeda. Dia pewaris Alexander Group, kamu cuma…”

Dia menggantung kalimat itu, menatap ke tanah, seolah takut melukai. Nadin mengangkat dagunya, matanya jernih menatap Gibran.

“Cinta nggak butuh status untuk terlihat indah, Pak Gibran. Aku nggak menikah karena nama besar, aku menikah karena hatiku memilih dia.”

Dia tersenyum samar, tapi tulus.

“Yang main di sini hati, bukan ego.”

Kata-kata itu seperti angin lembut tapi tajam dan saat itulah suara langkah berat terdengar di belakang merek. Pria itu berdiri di bawah cahaya lampu, wajahnya setengah teduh, setengah kaget. Tatapannya jatuh pada Nadin yang berdiri bersama Gibran, lalu ke tangan Nadin yang memegang gelas kosong. Tanpa sepatah kata pun, Marvin melangkah mendekat. Gibran mundur setengah langkah, membaca situasi dengan cepat.

“Nadin,” suara Marvin dalam, sedikit serak, “aku sudah mencarimu ke mana-mana.”

Nadin menatapnya, senyumnya samar tapi matanya bergetar.

“Udah ketemu, kan?”

Marvin menatap lama, lalu tiba-tiba menarik Nadin ke dalam pelukannya. Seketika, dunia di sekitar seolah berhenti. Hanya ada suara gemerincing air mancur dan detak jantung keduanya.

Gibran menatap sejenak, kemudian menunduk dan mundur perlahan, meninggalkan taman itu dalam diam. Ia tahu batasnya, dia tahu, cinta seperti itu tidak bisa dilawan dengan logika.

Marvin membisik pelan di telinga Nadin, “Kamu jangan pernah bikin aku cemburu kayak tadi lagi, ya.”

Nadin terkekeh kecil di dadanya. “Oh, jadi kamu cemburu?”

Marvin tersenyum, menatap wajah istrinya lembut.

“Kalau bukan kamu yang aku cinta, nggak mungkin aku datang nyusul sejauh ini.”

Lampu taman berkilau di mata mereka, seolah malam itu hanya milik berdua. Tanpa berpikir panjang, Marvin memegang wajah Nadin dan mencium bibir Nadin dengan lembut. Dari balik jendela ruangan, Anita menatap itu dengan kobaran api cemburu.

1
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
stress
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
emaknya malah ngajarin yg ge waras
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
setinggi apa itu
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
damar ato dimas?
Esther Lestari
Marvin kenapa kamu dengan mudahnya menerima minuman...kan bisa kamu menolak dengan tegas.
sum mia
aku bacanya geregetan banget , bego banget Marvin mau aja di kasih minum wine , jelas-jelas minuman memabukkan yang pasti akan buat dia oleng . semoga saja Nadin bisa mengatasi foto Marvin dan Anita yang mungkin akan tersebar di media .
rasanya pengen tak getok aja tuh kepalanya Anita biar gegar otak sekalian . jadi orang kok murahan banget mau merebut suami orang .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: ikut geregetan kan....
total 4 replies
Rokhyati Mamih
kok aku jadi jengkel ke anita murahan pisan ngga punya urat malu deh 🤭🤭
Lusi Hariyani
marvin km jg ceroboh bngt untung nadin wanita kuat
Teh Euis Tea
anita gagal lg ya mau ngerjain marvin, emang enak, udahlah anita jgn kejar trs marvin
Wulan Sari
lha sebel dmn2 cerita ada pelakor.....
sampai bacanya gemes tolong pelakor di hempaskan biyar kapok dan kena karmanya....
heeee lanjut Thor semangat 💪
Hary Nengsih
lanjut
Ucio
Anita stress Masih monitor,,capkede🤭🤭
sum mia
lampir satu ini kok masih ngotot aja , masih gak sadar juga . Anita.... Anita.... laki-laki didunia bukan hanya Marvin , kenapa kamu harus merendahkan diri sendiri hanya karena seorang laki-laki .
tapi ingat aja Anita.... kamu gak akan menang melawan wanita bar-bar seperti Nadin Alexander .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: orang sirik kayak gitu mana bisa mikir positif , yang ada hanya ingin merebutnya saja .
total 2 replies
sum mia
betul kata Marvin....kamu gak perlu seperti mereka , cukup jadi diri kamu sendiri itu sudah sangat membanggakan .
dan ternyata drama ibu hamil masih berlanjut terus . bukan Nadin yang hamil yang bikin heboh , tapi Marvin suaminya malah sekarang ditambah mertuanya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
eh .... masih ngeyel juga .... masih belum menyerah . kapan kamu sadar Anita.... lagi-lagi kamu gak akan bisa melawan Nadin Alexander . wanita yang kau anggap dari golongan rendah tapi nyatanya dia yang tampil tenang , elegan dan berkelas .
tapi pantes aja sih kelakuan Anita kayak gitu , orang ajaran dan didikan ibunya juga gak bener .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
dan akhirnya....si Anita wanita yang sok berkelas dan elegan mundur walaupun mungkin masih menyisakan rasa iri dengki dihatinya . iri karena tidak bisa menggeser Nadin disisi Marvin .
apalagi sekarang Nadin lagi hamil makin sayang dan cinta mereka makin tumbuh lebih besar .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Ddek Aish
nggak nyerah juga si calon pelakor malah didukung maknya
Teh Euis Tea
ky lomba aj km anita blm menang, emang mau ngapain km jgn bikin hara2 deh km anita
Arin
Memang kalau dirimu menang, dapat apa Anita? Marvin?
sum mia
weleh...weleh.... Nadin yang hamil tapi keluarga yang heboh . bak ketiban durian runtuh... mereka amat sangat bahagia .
selamat ya Nadin dan Marvin , semoga kehamilannya berjalan lancar hingga lahiran nanti .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!