Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
Amirul duduk di kursi dengan kepala menunduk, jari-jarinya berputar-putar tali tas yang kusut. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela menyinari pipinya yang masih basah, tanda ia baru saja menangis.
Raka, temannya yang selalu duduk di sampingnya, menoleh ke arahnya dengan wajah yang bingung dan khawatir. Matanya bergerak dari pipi Amirul yang memerah ke tangan yang terus menggosok tali tas.
"Amirul? Kamu nggak apa-apa?" tanya Raka dengan suara pelan, tak mau mengganggu pelajaran yang segera dimulai. Ia menepuk bahu Amirul perlahan.
Amirul terkejut sejenak, lalu mengangkat muka perlahan. Matanya masih merah dan bengkak, tapi ia berusaha tersenyum. Dia mengelus-elus pipinya dengan lengan baju untuk menyelesaikan sisa air matanya, lalu mengangguk dengan pelan. "Iya, aku baik-baik saja," katanya dengan suara sedikit parau, seolah-olah tenggorokannya tercekik.
Raka tidak percaya. Ia tahu Amirul terlalu pendiam. Tapi ia tidak mau memaksanya berbicara. Saat guru masuk kelas dan memulai pelajaran, mereka pun mengikuti dengan serius. Amirul mencoba fokus melihat papan tulis.
Hatinya masih terasa sakit, seolah-olah ada benda berat yang menekannya. Tapi di saat yang sama, dia melihat Raka yang sesekali menoleh memeriksanya. Ia menyadari bahwa meskipun dunia dirinya seolah runtuh, ada orang-orang yang masih peduli. Dengan napas dalam, Amirul memutuskan untuk melupakan kesedihan yang sementara itu dan memulai hidup baru, bahkan kalau hanya langkah demi langkah, dia akan coba kuat.
Sementara, Raka terus memandang Amirul dengan khawatir, tapi tidak bertanya lagi. Dia tahu bahwa Amirul butuh waktu untuk sendiri dan memproses emosinya.
Guru di depan kelas mulai menjelaskan materi pelajaran.
Meskipun sakit, tapi dia tahu bahwa dia harus kuat. Dia harus memulai hidup baru, tanpa mereka. Dia harus membuktikan bahwa dia bisa hidup sendiri, tanpa bantuan siapa pun. "Akan ku buktikan bahwa aku akn sukses dari mereka! ini janjiku kepda diriku sendiri!" kata Amirul bertekad.
Raka, yang duduk di sampingnya, tiba-tiba menulis sesuatu di selembar kertas dan memberikannya kepada Amirul. "Kamu tidak sendiri, aku ada di sini" tulis Raka.
Amirul merasa hatinya sedikit lebih ringan ketika membaca pesan Raka. Dia tersenyum lembut dan menulis balasan di kertas yang sama. "Terima kasih, Raka. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa kamu."
Raka tersenyum dan mengangguk, lalu kembali fokus pada pelajaran. Amirul juga mencoba untuk fokus, tapi dia tidak bisa menghilangkan perasaan sakit di hatinya.
...*******...
Tak terasa, bel tanda istirahat jam sepuluh pagi pun berbunyi.
Para siswa segera bergegas keluar, beberapa berlarian ke toilet, yang lain berkumpul di koridor sambil berbicara ria. Hanya Amirul yang masih duduk di kursinya, tangannya melambat memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas yang usang.
Matanya terfokus pada sampul buku Sejarah Indonesia.
Tiba-tiba, seseorang datang ke arah mejanya. Amirul mengangkat muka, dan melihat Aris, berdiri di depannya dengan senyum sinis yang selalu membuat ia kesal.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪