Cinta membuat seorang gadis bernama Suratih, menentang restu ayahnya. Damar, pemuda yang membuat hatinya lebih memilihnya daripada apa yang dikatakan orang tuanya, membuatnya mengambil keputusan yang sebenarnya mengecewakan sang ayah. Apakah Suratih akan bahagia membangun rumah tangga bersama Damar, setelah jalan yang dia tempuh salah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 20
'Coba lu omongin sama Mita temen lu itu. Kali mao kalo Mita yang nginep di rumah kita! Biar Mita tidur di kamar ade lu, si Jaka!" pikir Ali.
Suratih menelan salivanya sulit, "Ora bisa, beh! Mita gak terbiasa sama lingkungan baru. Dia ora bisa tidur, kalo kaga tidur di kamarnya!"
"Yakin lu mau nginep di rumah Mita? Lu gak lagi bohongin babeh kan, Tih?"
"Ngapain Ratih bohong, beh. Kan babeh juga udah kenal sama Mita. Mita juga pesen biar nanti kita gak usah bawa pakaian ganti. Bisa pinjam baju Mita. Kan badan kita sama ukurannya." dusta Suratih, tanpa sadar jemarinya memilin ujung kemeja yang ia kenakan.
"Babeh mah ora setuju lu nginep di sono. Gak ada yang ngawasin lu! Yang ada lu pacaran di sono." tebak Ali.
Suratih menelan salivanya sulit, seakan ada yang menghimpitnya untuk bernafas. Semakin dalam ia membohongi orang tuanya.
Sampai di rumah sudah ada Mariam yang menunggu kepulangan anak nya. Sementara Jaka sudah terlelap di dalam kamarnya.
Kreeeek.
"Alhamdulillah anak sama suami ibu akhirnya pulang!" gumam Mariam dengan senyum merekah di bibirnya, saat membukakan pintu untuk anak dan suaminya.
"Assalamualaikum, bu! Ibu belum tidur?" tanya Suratih.
"Waalaikum salam, ibu belum bisa tidur sebelum kamu pulang, Tih!"
"Abang mau ke mana lagi?" tanya Mariam, melihat Ali memutar balik motornya, bukannya memasukkan motornya ke dalam rumah.
"Biasa pangkalan, lu tidur aja sono duluan! Jangan ngarepin gua pulang cepet!" beo Ali dengan mada santai.
“Abang mau pulang jam berapa? Apa gak sebaiknya abang tidur aja!"
"Bawel lu, udah sono tidur lu! Pintu jangan lupa konci bae! Gua bawa konci serep ini!" beo Ali sebelum menarik gas motor tuanya, memecah jalan di tengah gelapnya malam.
"Lindungi lah suami hamba jika niatnya benar mencari nafkah ya allah! Tapi buka kan lah pintu hati suami hamba, jika niatnya untuk senang senang, main judi ya Allah!"gumam Mariam, dengan tatapan penuh harap, lalu menutup pintu, dan menguncinya dari dalam.
"Ibu udah makan? Makan malam yuk bu sama Ratih!" seru Suratih, saat Mariam menduduk kan dirinya di kursi, dekat Suratih.
"Ibu udah makan tadi. Kamu aja, makan yang banyak biar gemuk!"
"Ibu Ratih siapin ya?" tanya Ratih pada ibunya.
Mariam menghembuskan nafasnya kasar, "Satu suap aja! Ibu udah kenyang bangat ini!”
"Iya bu!"
‘Senengnya liat ibu senyum kaya gini. Tapi maaf ya bu, jika perbuatan Ratih kelak buat ibu marah. Ratih cuma mau mendapat restu dari mak Sumi dan babeh. Ratih yakin, ibu sebenarnya ngerestuin hubungan Ratih sama bang Damar. Tapi ibu takut sama babeh!’ pikir Suratih.
"Udah, Tih! Kamu yang habisin makannya!" Mariam menolak suapan ke dua dari sang anak.
"Ibu bahagia gak punya anak seperti Ratih?" tanya Suratih tiba tiba.
"Ibu bukan cuma bahagia, tapi bersyukur di kasih amanat seperti kamu. Baik kamu dan Jaka, kalian berdua itu karunia dari allah yang gak bisa tergantikan. Belahan jiwa itu setelah babeh kamu dan orang tua ibu pastinya!" ujar Mariam dengan senyum di bibirnya.
"Meski Ratih suka buat ibu jengkel, kesal, dongkol, marah, stres?"
Mariam menuangkan air ke dalam gelas minum Suratih.
"Kamu tetap anak ibu! Kenakalan kamu itu suatu proses menjadi dewasa. Jangan di ulangi kesalahan itu ya, nak! Kamu harus jadi lebih baik lagi! Karena apa yang kamu tanam, itu lah yang akan kamu tuai kelak!" ujar Mariam, seakan menyentil telinga Suratih dengan kata katanya.
"Uhukk uhukk." Suratih tersedak makanan nya.
Dengan tanggap, Mariam menyodorkan gelas itu pada Suratih, "Makannya pelan-pelan, Tih! Minum dulu nih!"
"Tih, itu apaan? Kamu dapat dari mana? Ibu baru liat kamu bawa benda itu! Itu bukan punya kamu kan?" cecar Mariam usai Suratih selesai minum.
"Emmm, di kreditin ponsel bu sama atasan. Katanya biar mudah kasih pemberitahuan kalo ada perubahan sif. Nanti bayarnya potong lewat gaji." dusta Suratih.
Mariam tampak percaya dengan penjelasan Suratih yang meyakinkan.
"Ooowh gitu ya!" seru Mariam, yang dia balas anggukan kepala oleh Suratih.
‘Untung aja bang Damar udah ajarin cara ngomongnya. Jadi Ratih udah tau harus jawab apa kalo ibu sampai tanya soal ini ponsel.’ pikir Suratih lega.
"Babeh lu boleh tuh Tih, utangin sekalian. Pasti makin banyak orang yang pake jasa ojek babeh lu itu Tih! Dari pada babeh lu isi waktu senggang dengan main judi kan! Keren ya, Tih! Canggih itu! Tapi cara gunainnya pagimana itu, Tih?" ujar Mariam panjang kali lebar, melihat Suratih memperlihatkan tampilan layarnya.
"Biar Ratih tanyain dulu sama atasan ya bu, kali bisa buat babeh. Kalo cara kerjanya cuma begini bu …" Suratih menjelaskannya dengan telaten pada sang ibu.
"Hooooam." Suratih menguap.
"Tidur sana, lu udah ngantuk itu! Besok ajarin ibu lagi ya!" ujar Mariampenuh harap.
Ratih menggandeng sang ibu, melangkah ke arah kamarnya berada.
"Ratih belum bilang sama ibu ya? Emmm Ratih boleh kan bu, nginep di rumah Mita? Nanti gak cuma Ratih doang tapi ada Sinta juga. Tadi Ratih udah izin sama babeh waktu di jalan pulang. Boleh kan bu?" desak Suratih dengan tatapan penuh harap.
***
Bersambung …
