Olivia Wijaya, anak kedua Adam Wijaya Utama pemilik perusahaan Garda Utama, karena kesalahpahaman dengan sang Ayah, membuat dirinya harus meninggalkan rumah dan kemewahan yang ia miliki.
Ia harus tetap melanjutkan hidup dengan bekerja di Perusahaan yang Kevin Sanjaya pimpin sebagai bos nya.
Bagaiman selanjutnya kisah Oliv dan Kevin.. ??
Hanya di Novel " My Perfect Boss "
Follow Me :
IG : author.ayuni
TT : author.ayuni
🌹🌹🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Langit siang itu cukup terik ketika taksi online berhenti di depan gerbang rumah pemilik Garda Utama.
Olivia menatap halaman rumah itu lama tempat yang dulu begitu akrab, tapi kini terasa asing karena terlalu banyak waktu dan cerita yang memisahkan.
Ia menarik napas dalam-dalam, menggenggam koper kecilnya, lalu melangkah masuk.
Begitu pintu dibuka, aroma masakan ibu langsung menyambutnya aroma yang selalu membuat hatinya hangat.
" Mbak Oliv " Mbok Tut asisten rumah tangga yang sadar terlebih dulu dengan kedatangan Olivia.
Suara Mbok Tut, membuat seisi ruangan terperangah.
“Oliv?” suara lembut itu terdengar dari arah dapur, disusul langkah cepat.
Ibu muncul dengan wajah cemas yang segera berubah menjadi haru.
“Ya Tuhan… akhirnya kamu pulang juga.. Nak"
Ia langsung memeluk putrinya erat, seolah takut Olivia akan hilang lagi kalau dilepaskan.
Olivia hanya bisa membalas pelukan itu. Air matanya jatuh begitu saja tanpa bisa ditahan.
“Maaf, Bu… maafiin aku.”
Tak lama, ayahnya keluar dari ruang kerja, tatapan tajam yang dulu berubah menjadi hangat ketika menatap putrinya.
“Sudah cukup jauh kamu melangkah, Nak" katanya pelan.
“Sekarang, jangan pergi-pergi lagi.. Maafkan Ayah ya.. Soal saham, biarlah. Kami sudah tidak ingin membicarakannya lagi".
Olivia menatap ayahnya, terkejut.
“Tapi, Ayah… Garda—”
Ayahnya tersenyum tipis.
“Garda Utama tidak lebih penting dari kamu. Perusahaan bisa hilang, bisa tumbuh lagi. Tapi kamu cuma satu.”
Ucapan itu membuat tenggorokannya tercekat.
Di belakang mereka, Okan berdiri menyandarkan diri di dinding, menatap adegan itu dengan mata berkaca.
“Kalau aku tahu yang harus kulakukan untuk membuatmu pulang cuma kehilangan perusahaan, mungkin aku akan rela kehilangan lebih awal" katanya sambil tersenyum getir.
Olivia menatap kakaknya. “Mas Okan…”
Okan mendekat, menepuk pundak adiknya dengan lembut.
“Yang penting sekarang kamu di sini, kamu pulang.. Kita berkumpul lagi"
Keheningan melingkupi ruangan itu.
Hanya suara detik jam di dinding dan helaan napas lega yang akhirnya membuat rumah itu terasa hidup lagi.
***
Malam itu rumah terasa berbeda.
Lampu-lampu di ruang tamu menyala lembut, kehangatan yang dulu hilang kini kembali.
Suara sendok beradu pelan dengan piring terdengar di ruang makan. Ibu duduk di ujung meja, sementara ayah di seberangnya. Olivia di tengah berdampingan dengan sang Kakak, ia memotong ayam di piringnya tanpa banyak bicara. Aroma sayur sop buatan ibu memenuhi ruangan, wangi yang biasanya membuat suasana ramai.
Ayah menatap Olivia beberapa saat sebelum akhirnya membuka suara.
“Jadi… kapan kamu mau lanjut kuliah lagi?” ucap Ayah dengan nada datar tapi ada ketulusan yang berusaha disembunyikan di balik sikap tegasnya.
Olivia menatap sekilas, lalu mengangguk.
“Iya, Yah. Minggu depan mulai masuk lagi. Dosen sudah kasih izin buat lanjut, tidak perlu mengulang semester hanya perlu perbaikan nilai di mata kuliah yang pada saat itu Oliv cuti"
Ayah meletakkan sendoknya perlahan.
“Bagus. Jangan disia-siakan, Liv. Kamu sudah dapat kesempatan kedua, tidak semua orang bisa dapat itu"
Olivia hanya mengangguk.
Ayah menghela napas, pandangannya masih tertuju pada piring.
“Ayah cuma tidak ingin kamu berhenti di tengah jalan. Desain itu bidang bagus, tapi kamu harus serius".
“Aku nggak akan berhenti lagi, Yah. Kali ini aku mau buktiin kalau aku bisa selesaiin apa yang sudah aku mulai.”
Suasana hening sejenak. Hanya suara jam dinding yang terdengar berdetak.
Ayah akhirnya mengangguk kecil, sudut bibirnya sedikit melunak.
“Baik. Kalau kamu sungguh-sungguh, Ayah dukung.”
Ibu tersenyum lega, menatap keduanya bergantian.
“Sudah, makan dulu yang banyak. Ayamnya masih hangat.”
Oliv mengangkat kepalanya perlahan, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa sedikit lebih dekat dengan ayah.
"Kamu pasti bisa Liv, kejar yang tertinggal " ucap Okan memberikan semangat.
Olivia tersenyum kecil.
"Terima kasih, Mas" Olivia kembali menyuapkan nasi ke mulutnya.
***
Palace Apartement
Langit malam di luar jendela apartemen tampak gelap, seolah ikut merasakan hampa yang kini memenuhi dada Kevin. Hujan turun pelan, mengetuk kaca dengan ritme yang sama seperti detak jantungnya.
Di tangannya, masih tergenggam kunci kecil dan kartu akses.
Kunci apartemen dan kartu akses yang kemarin ada ditangan Olivia.
Ia melangkah perlahan masuk ke ruang tengah. Lampu menyala lembut, lampu ini pertanda akan kehadiran penghuninya.
Ia berjalan ke dapur, membuka lemari makan. Masih tersusun rapi bahan makanan dan cemilan disana karena baru 3 hari kemarin Kevin membelinya lagi, seperti biasa ia menyimpan dus berisi makanan dan cemilan untuk Olivia di depan pintu apartemen tanpa Olivia tahu.
Ia duduk di sofa yang berwarna beige itu, ia pastikan disinilah Olivia duduk dan bersantai sambil menonton televisi. Netranya mengarah ke meja nakas dekat televisi, ada satu map berwarna merah disana.
Kevin beranjak ia berjalan meraih map itu, map kepemilikan unit apartemen yang sudah berganti nama dari Kevin Sanjaya menjadi Olivia Wijaya. Ia kembali menyimpan map merah itu.
Bukan tanpa alasan, ini adalah bukti keseriusan nya kepada Olivia, ia sudah tidak ingin main-main, ini saat nya ia berniat melamar Olivia dengan satu buah unit apartemen, namun rencana hanya tinggal rencana, sesuatu yang sudah tersusun di otak nya sejak ia bertemu kembali dengan Olivia sepertinya buyar tak tersisa.
Ia kembali berjalan ke balkon, menatap kota dari lantai tinggi.
Lampu-lampu berkelap-kelip di bawah sana, tapi semuanya tampak buram di balik kaca.
Disaat bersamaan bel pintu berbunyi, sedikit membuyarkan lamunannya. Ia berjalan menuju pintu utama, ia pastikan itu adalah Rey.
"Malam Pak Kev" ucap Rey sesaat setelah pintu dibuka.
Kevin hanya mengangguk, mengajak Rey masuk.
"Jadi, Oliv sudah tahu semuanya?" tanya Kevin.
" Benar Pak, kemarin dia meminta penjelasan mengenai apartemen ini" jawab Rey.
Kevin menghela nafas, ia masih pada posisinya menatap kaca besar di ruang tengah apartemen.
"Apa dia terlihat marah?"
"Tidak,namun sepertinya dia menyembunyikan perasaannya, perasaan yang pastinya bapak sudah tahu"
"Kamu sok tahu terlalu dalam Rey"
Kevin membalikkan badan lalu duduk di sofa bersebrangan dengan Rey.
"Pak Kev, saya bisa melihat, rasa itu masih ada"
Kevin membuang nafasnya kasar.
"Kalau rasa itu masih ada, saya tidak mungkin kehilangan untuk kedua kalinya Rey"
🌹🌹🌹
Jangan lupa dukung author dengan vote, like dan komennya ya❤️
Jika Oliv berani keluar dr zona nyaman, kenapa kamu tidak??