Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 ~ Ancaman Abimanyu
Bab 24
Selama rapat Adel menahan geram dan kesal. Tentu saja karena ucapan Mona. Meski benar kalau dia memang sudah hamil duluan, tapi tidak harus diperjelas begitu. Mona langsung terkekeh mengatakan hanya bercanda, tetapi bungkamnya Adel membuat beberapa orang menduga hal itu benar adanya. Zahir menghentikan obrolan lalu mengusir Abi keluar dan melanjutkan rapat.
Sudah kembali ke mejanya, tapi Mona belum terlihat. Adel menunggu wanita itu untuk membalas ucapannya tadi. Nyatanya sampai waktu makan siang belum terlihat juga batang hidungnya.
Hampir semua tim marketing meninggalkan tempat kerja mereka untuk makan siang. Adel melipir ke pantry untuk mengambil air hangat. Selera makannya hilang dan masih merasakan mual.
“Aku pikir kamu keluar dengan yang lain.” Abi berada di pantry, membersihkan gelas kotor.
“Nggak mas,” sahut Adel lalu menempati salah satu kursi lalu membenamkan kepala di atas tangannya.
“Nggak makan?”
Pertanyaan Abi hanya dijawab dengan gelengan.
“Makan, kamu sedang ….” Abi tidak melanjutkan ucapannya, langsung menoleh ke arah pintu memastikan tidak ada orang. “Mau aku belikan sesuatu?”
Lagi-lagi dijawab dengan gelengan oleh Adel.
“Nggak lapar, perut aku mual. Nungguin Mona nggak ada juga.”
“Ngapain tunggu Mona?”
“Mau aku damprat, mulutnya nggak bisa direm.” Adel pun menegakkan tubuh lalu menghela nafas. “Memang bener kalau aku lagi hamil, nggak usah begitu juga kali. Padahal dia sahabat aku.”
Abi yang berdiri di depan wastafel mencuci peralatan, tersenyum sinis.
“Sahabat sejak kapan? Pertemanan kalian itu aneh.” Setelah melap tangan, Abi mengambil gelas lalu mengisi air hangat dan meletakan di hadapan Adel ikut duduk di kursi berseberangan dengan istrinya.
“Dari jaman sekolah,” sahut Adel.
“Ada yang perlu kamu tahu terkait Mona, tapi kita bahas nanti jangan di sini.”
Adel langsung mengernyitkan dahi, ada apa dengan Adel dan Abi tahu apa tentang sahabatnya itu.
“Palingan dia lagi sibuk menjil4t,” cetus Abi masih dengan wajah sinis, sudah bisa menebak apa yang dilakukan Mona. Ia melihat Zahir memintanya ke ruangan saat meninggalkan ruang rapat.
“Menjil4t, maksudnya gimana?”
Abi terkekeh. “Jangan dipikirin nanti kamu tambah mual. Aku mau ke bawah, ambil paket dan berkas. Mau titip sesuatu?”
“Nggak deh.”
“Harus makan. Aku belikan juice atau salad, harus dimakan.” Abi beranjak dan sebelum pergi ia sempat mengusap kepala Adel.
Bukannya marah, Adel terpaku mendapati sentuhan Abi. Meski hanya usapan di kepala, rasanya seperti saat Abi memakaikan cincin. Mendadak ada aliran aneh di seluruh tubuhnya.
Hampir pukul dua saat Mona kembali dan langsung menghempaskan tubuhnya di kursi kerja.
“Hahh!”
Adel mengabaikan Mona dan fokus pada monitor.
“Eh, itu juice ya. Bagi dong.”
“Sudah habis,” jawab Adel karena gelasnya memang sudah kosong, bahkan langsung dia buang ke tempat sampah di bawah meja.
“Ck, pelit,” ejek Mona. “Kayaknya kamu beneran hamil ya, kok minumnya Juice. Terus itu salad ‘kan?” Mona menunjuk kotak salad di atas meja yang isinya tinggal setengah.
“Kalaupun aku hamil, bukan urusan kamu.”
“Hah, jadi bener kamu hamil?” Mona menggeser kursinya mendekat ke Adel. “Anak Zahir?” tanya Mona lagi dan Adel hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.
“Ya ampun, kasihan banget sih. Dihamili, tapi nggak dinikahi.”
Brak.
Adel menggebrak mejanya. Sejak tadi sudah berusaha menahan emosi. Rasanya ingin sekali dia menoyor atau menjambak rambut Mona.
“Bisa nggak mulut kamu itu nggak usah ikut campur dan menghina begitu. Aku sudah menikah,” sahut Adel menunjukan jari yang disematkan cincin. “Kalaupun hamil, bayi ini milikku dan suamiku.”
“Maksudnya kamu udah tidur dengan pria lain setelah dengan Zahir? Kenapa kemarin merengek minta tanggung jawab sama Zahir. Dasar aneh,” ejek Mona lagi lalu kembali ke tempatnya.
“Mending kalau nikah dengan orang kaya. Nikah sama OB aja bangga,” ujar Mona lirih.
Setelah rapat tadi ikut dengan Zahir, seperti biasa menuruti kelakuan mesum dan kotor pria itu. Bukan di ruang kerja, tapi di hotel dekat area kantor. Penasaran akan pernikahan Adel, Mona bertanya pada Zahir. Sempat dijawab dengan tergelak sampai akhirnya Zahir mengatakan kalau Adel menikah dengan Abi.
Adel tidak peduli dengan ucapan Mona. Berpegang pada nasihat Abi untuk tidak berurusan dengan Mona. Mulut wanita itu semurah kelakuannya. Entah apa maksud Abi, ia akan tanyakan nanti.
***
“Ada apa sih, gue mau pulang,” keluh Abi saat menemui Kemal.
Jam kerjanya sudah berakhir, bahkan sudah lewat satu jam. Tadi sudah berada di basement parkiran motor untuk pulang, tapi Abi kembali ke atas untuk menemui Kemal.
“Pak Indra pasti tahu hubungan kamu sama Adel. Selama ini dia suruh orang mengawasi kamu.”
“Ya biarin aja.”
“Bi, baiknya lo temui dan akui sudah menikah.”
Abi hanya berdecak. Ia berniat menemui papi, tidak dalam waktu dekat. Apalagi tadi siang Kemal sempat menghubungi dan menanyakan hubungan Murni dengan Indra di masa lalu. Wanita itu menelpon untuk buat janji bertemu dengan Indra. Rasanya muak mendengar nama Murni, ditambah Zahir ternyata putranya.
“Gue nggak tahu ada masalah apa dengan kalian. Kalau memang itu dendam, kenapa tidak balas dengan elegan. Bersainglah dengan sehat dan singkirkan hama busuk itu.”
“Iya, bawel. Lo fokus aja lindungi Indra Daswira dan posisinya. Semoga gue cepat sadar biar cepat pulang,” seru Abi lalu meninggalkan Kemal.
Ternyata Zahir dan Murni semakin licin. Masih menggunakan cara lama. Semoga saja Indra tidak mudah tergoda atau menyesal untuk kedua kalinya. Lagi pula mereka sudah tua, apa mungkin Papinya kembali tergoda dengan wanita ular si Murni Sari.
Sudah kembali berada di parkiran dan menaiki motor. Ponselnya kembali bergetar. Dalam hati Abi mengumpat menduga Kemal lagi yang mengganggunya.
“Bener-bener Si Kemal, minta di kasih piring cantik kali. ganggu aja.”
Nyatanya ada pesan masuk dari Adel bukan Kemal. isinya menanyakan keberadaan Abi. Wajah kesal Abi perlahan berubah tersenyum. Baru kali ini ada yang perhatian menanyakan di mana dia berada.
“Gini ya rasanya punya istri,” gumam Abi lalu terkekeh sendiri.
“Abi.”
Seseorang memanggilnya, Abi pun menoleh. Langkah kaki dengan suara heels menggema di basement.
“Ada apa mbak?” tanya Abi menatap malas Mona yang mendekat.
“Mau ke mana sih, buru-buru amat. Pulang ke rumah istri ya,” ujar Mona lalu tersenyum smirk.
Hanya disambut oleh Abi dengan hela nafas.
“Nggak usah pura-pura, gue tahu kalau lo udah nikah sama Adel.”
Abi bergeming, mengalihkan pandangan dan menunggu apa yang Mona akan bicarakan lagi.
“Heran ya, kok lo mau sih sama Adel. Dia bukan peraw4n dan pernah tidur dengan Zahir demi kontrak kerja dari magang jadi karyawan.”
Abi mendessah kesal lalu menoleh menatap Mona, memastikan wanita ini memang manusia bukan iblis yang sedang menyamar.
“Bukannya mbak Mona yang main di ruangan Pak Zahir demi jadi ketua tim.”
Wajah Mona perlahan berubah antara kesal, bingung dan takut. Ternyata ada yang tahu masalah itu.
“Heh, jaga mulut kamu!”
“Justru mbak yang harus jaga mulutnya, ah iya jaga juga sel4ngk4ngan mbak. Ini kantor bukan tempat prostitusi,” balas Abi lalu memakai helm.
Mona masih terlihat geram dengan mengepalkan kedua tangan. Tatapannya tertuju pada Abi yang sibuk akan pergi.
“Jangan ganggu Adel atau mbak berurusan dengan saya.”
“Ngancam gue, bisa apa lo?”
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu