NovelToon NovelToon
Misteri 7 Sumur

Misteri 7 Sumur

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / Hantu
Popularitas:297
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB XIX DENDAM KESUMAT

    Kundil terdiam lalu sambil duduk ia berkata ;

    "Itu urusan saya ki sanak, jadi nanti malam akan saya hadapi sendiri, di suatu tempat dimana ia akan mencari mangsanya, yaitu mereka yang gemar dengan dunia pesugihan," jawab Kundil.

    "Hmmmm...rupanya ki sanak ini sengaja menutupi jati diri ," ujar Sabdo.

    "Bukan itu ki sanak, semua ini demi generasi manusia agar tidak terjebak dalam dunia kesesatan, dan supaya anak cucu nanti akan memahami tujuan hidupnya," kata Kundil beralasan.

    "Baik kalau begitu, kita ke pendopo saja, mungkin di sana sudah banyak orang," ajak Sabdo sambil melangkah ke pendopo diikuti oleh Kundil.

    Di pendopo itu Wiratsangka sudah menunggu dengan beberapa orang, dan di atas meja sana sudah siap sajian makanan yang sangat menggiurkan. Sementara itu di sudut pendopo tampak kedua penjaga yang membawa senjata juga dilengkapi dengan tameng. Melihat ke sisi pendopo tampak pula ibu-ibu sedang memasak makanan yang nantinya untuk makan bersama.

    Setelah memberi salam dan menghaturkan keselamatan, Sabdo dan Kundil akhirnya duduk di antara warga lain. Tampak rasa persaudaraan yang kuat dan didukung oleh sma rasa dan sama asa.

    "Silahkan....silahkan tuan, saya ucapkan terima kasih atas segala peindungan kepada kami," kata Wiratsangka.

    "Jangan membesar-besarkan atas kekurangan kami ini ki sanak, kita sama-sama sebagai hamba," tutur Kundil seraya mengambil tempat untuk duduk.

    "Oh iya tuan, ada yang perlu saya tanyakan, ini soal jati purba tuan, menurut cerita, apakah benar itu peninggalan sesepuh tanah Jawa tuan," kata Wiratsangka sambil bertanya masalah kayu di pendopo itu.

    "Wah...kalau itu saya kurang paham ki sanak, mungkin nanti saja bertanya sama yang berhak menjelaskan," jawab Sabdo sambil melirik ke arah Kundil.

    "Hmmm...ini sangat berat untuk diceritakan ki sanak," sambung Kundil sambil menghisap kawungnya.

    "Kenapa tuan, mengapa setiap kebenaran itu susah untuk dibuka, kenapa tuan," desak Wiratsangka sambil membujuk Kundil.

    Akhirnya Kundil menceritakan asal mula jati purba itu.

    Dahulu kala pada masa jaman tanah Jawa masih bernama Nusa Dwipa, terdapat kerajaan yang berdiri megah di tataran tanah Jawa bagian Selatan. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang Ratu bernama Dewi Retna Ayu Kumala. Sebagai Ratu yang bijaksana, ia akhirnya dinikahkan dengan Raden Panji Kusuma dan dikaruniai anak seorang perempuan yang diberi nama Dewi Retna Ayu Kentura atau Kethuro.

    Pada masa itu terjadilah sebuah bencana alam, yaitu meletusnya gunung Brama atau Bromo. Setiap usaha untuk membendung letusan itu, selalu gagal dan selalu tidak ada hasil. Akhirnya suatu waktu datang seorang musyafir, dan berkat usahanya itu, ia berhasil membendung letusan gunung Brama tersebut. Sehingga ia dijuluki sebagai Dewa Brama. Dan atas usahanya itu membuat Dewi Kentura amat mencintai musyafir sakti itu.

    Akhirnya menikahlah Dewi Kentura dengan seorang musyafir tersebut. Dari pernikahan itu lahirlah 4 orang putra, masing-masing diberi nama Mandasiya, Mandalika, Mandaba dan Mansura. Pada suatu waktu Dewi Kentura wafat karena kena penyakit nyamuk malaria. Sehingga kepemimpinan Kerajaan itu diberikan kepada Brama, suaminya tetapi bukan darah asli seorang raja atau ratu. Sambil menunggu anak-anaknya dewasa, sang Brama akhirnya menjadi dan beliau memimpin dengan adil dan bijaksana. Dalam masa kepemimpinan itu ia banyak mendapat julukan dari masyarakat, namun tidak membuat ia bangga justru beliau amat berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

    Setelah anak-anaknya dewasa, terjadilah sebuah huru hara dan peperangan, sementara sang Brama sudah kembali ke tanah asalnya. Mandasiya yang sudah mengerti peperangan akhirnya melawan setiap ada serangan. Sementara adik-adiknya menjadi terbuang dan terpisah. Mandalika akhirnya kabur bersama pamannya ke negeri Egypt, sementara Mandaba bersama bibinya lari ke negeri Kyrbi, dan Mansura lari ke negeri Nippe.

    Setelah kejadian itu maka keempat saudara terpisah hingga sekarang. Konon ceritanya Mandalika menghuni pulau Afrika, Mandaba di benua Eropa dan Mansura berada di wilayah daratan Jepang atau China. Sedangkan Mandasiya menghuni di Nusantara ini. Jadi kalau ditarik jalur keturunan, maka semua benua itu adalah darah Brama dan hanya satu benua yang tidak ada darah Brama yaitu benua Amerika, dan saat itu benua Amerika dihuni oleh bangsa Dajjal.

     Demikian ringkasan cerita Kundil kepada mereka yang di pendopo.

    "Hmmmm....pantas saja ki sanak, di pulau ini sangat kuat penduduknya dan pandai-pandai dalam kanuragan, karena turunan sang Dewa yaitu Brahma.

"Tepat sekali, tapi jangan heran, kalau seorang kakak itu selalu mengalah, makanya jangan heran kalau di tanah Jawa ini banyak orang pandai tidak menunjukan kepandaiannya, banyak orang kaya tidak pamer kekayaanya, karena sifat malu yang sangat kuat," tutur Kundil.

"Ya...saya paham, makanya ki sanak tidak mau terbuka kepada kita," sindir Sabdo.

"Bukan begitu alasan utamanya ki sanak, tapi saya ingin kalian nanti selamat, tidak menjadi sasaran bangsa ghaib, " kata Kundil.

"Hmmmm...bicara sama ki sanak sama saja bicara tak ada ujung pangkal," sahut Sabdo.

"Loh....itu kunci diri ki sanak, supaya kita tidak pamer dan tidak sombong, bukan begitu ki sanak," tutur Kundil.

Akhirnya Sabdo mengalah saja berdebat sama kawannya itu, tapi dalam diri Sabdo sudah membaca bahwa Kundil dan Palon itu satu orang, hanya beda dalam perbuatan sikapnya saja.

Siang semakin terik, panas Matahari begitu terasa hingga ke tulang, sementara Sabdo masih duduk menikmati makanan. Hingga saking asyiknya makan, dirinya tidak tahu saat Kundil pergi. Bahkan orang-orang di pendopo tidak tahu kalau Kundil sudah tidak berada lagi di pendopo. Semua orang mencari namun tidak ditemukan , ke sungai , ke bukit bahkan sampai menyelusuri tepian jurang pun tidak diketemukan.

Pada sore hari , saat malam mulai merambah, cahaya bintang mulai meramaikan langit sana, dengan hiasan cahaya bulan yang redup, Sabdo bersama beberapa kawannya termasuk Wiratsangka, melakukan perjalanan ke arah gunung. Langkah demi langkah terus menginjakan kaki hingga jauh meninggalkan perkampungan. Di atas dua bukit tampak cahaya api menyala dalam hempasan angin, dan tampak pula sosok manusia sedang melipatkan tangannya di dada, dengan pakaian yang tersirat hembusan angin. Tali pengikat rambut juga tampak bergerai, sementara ia berdiri di atas batu hitam yang banyak tumbuh lumut. Pertanda ia seorang berilmu tinggi, sosok Kundil yang malam itu akan menepati janjinya untuk tidak melibatkan yang lain.

Di kejauhan tampak rombongan Sabdo duduk sambil menunggu gerangan apa yang akan terjadi, mereka paham bahwa malam itu Kundil akan menghadapi sosok hitam menjijikan dengan ilmu yang tinggi. Dalam hati rombongan Sabdo semoga saja Kundil mampu mengatasi musuhnya itu dan dapat memusnahkannya.

Dari atas sana tampak bayangan hitam besar menghampiri Kundil, sementara Sabdo dan kawan-kawan sudah menunggu, tiba-tiba.......

"Waksiiiiin....waksiiiin....waksiiii," suara bersin dari salah seorang kawan Sabdo.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!