NovelToon NovelToon
The Land Of Methera

The Land Of Methera

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: lirien

WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>

___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.

Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Arzhel

Althea berlari dengan riang di sepanjang lorong istana, senyum merekah di wajahnya seperti cahaya fajar. Hatinya berdebar, tak sabar untuk menemui Duke. Seminggu lagi pesta perayaan ulang tahunnya yang ketujuh belas akan digelar, namun hari ini terasa seperti awal dari kebahagiaan yang telah lama ia nantikan.

“Duke, benarkah hari ini Alourra kembali?” tanya Althea begitu memasuki ruangan kerja Duke, matanya bersinar penuh harap.

“Althea… tak perlu berlari-lari seperti itu,” ujar Duke Ael dengan nada setengah khawatir, menatap gadis itu yang begitu bersemangat.

“Aku tak peduli,” jawab Althea tegas, matanya tak lepas dari wajah Duke. “Benarkah Kakak akan pulang hari ini?”

Duke Ael tersenyum, langkahnya mendekat. “Iya. Graclle baru saja mengirimkan surat kepadaku. Hari ini ia benar-benar kembali.”

Senyum Althea merekah seolah musim semi yang datang lebih awal. Hari ini, semua yang dinantinya seakan berpadu menjadi satu.

“Tapi aku juga belum sempat memberitahumu, Althea,” lanjut Duke Ael. “Pangeran Arzhel akan berkunjung ke sini hari ini. Aku sendiri ada urusan dengan Marquess Terhan, jadi kau harus bersiap menyambutnya.”

“Arzhel? Kemari?” Althea tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Hari ini baginya adalah hari yang begitu membahagiakan: Kakaknya akan pulang, dan Pangeran Arzhel, yang menjadi teman pertamanya dan sepertnya Althea menaruh hati padanya.

“Benar,” kata Duke Ael sambil menepuk bahu Althea. “Siapkanlah dirimu, ia akan tiba sekitar dua jam lagi.”

“Tentu saja,” jawab Althea, matanya bersinar penuh antusias.

Dua jam kemudian, sebuah kereta kuda berwarna kuning keemasan berhenti dengan anggun di depan gerbang istana. Dari dalamnya, turun Marquess Terhan dan Pangeran Arzhel, yang tampak gagah dan rupawan, bak tokoh yang keluar dari lukisan kerajaan.

Althea dan Duke menyambut mereka di depan gerbang.

“Salam, Duke Aelion Garamosador,” sapa Marquess Terhan dengan sikap formal.

“Terlalu formal tak perlu untukku,” balas Duke Aelion ringan.

“Ahaha, selalu saja begitu,” Marquess Terhan terkekeh, nada suaranya hangat namun penuh wibawa.

“Arzhel, kami akan menyelesaikan urusan terlebih dahulu,” ujar Marquess Terhan.

“Baik, Ayah,” jawab Arzhel, namun matanya tak lepas dari Althea. Gadis itu terlihat bingung, tak tahu bagaimana harus bersikap. Waktu yang memisahkan mereka terasa begitu panjang, dan kini Arzhel tampak begitu berbeda, dewasa dan memesona.

“Althea, maukah kau ajak Pangeran Arzhel berkeliling sebentar?” pinta Duke Aelion, seolah membaca kegelisahan gadis itu.

“Baik, Duke,” sahut Althea dengan nada sopan, suaranya bergetar tipis di tengah kesunyian lorong istana.

Duke Ael dan Marquess Tarhan telah melangkah lebih dahulu, meninggalkan Althea dan Pangeran Arzhel berdua di belakang, menyisakan ruang hening yang dipenuhi aroma taman istana yang harum.

“Mari, Pangeran Arzhel,” ucap Althea, berusaha menahan gemetar di suaranya, masih menyesuaikan diri dengan tatapan Arzhel yang tenang.

Arzhel mengangguk, mengikuti langkah kaki Althea. Mereka berjalan menyusuri taman yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran, di mana burung-burung berterbangan di antara patung-patung marmer putih yang menjulang.

“Bagaimana kabarmu, Pangeran Arzhel?” Althea membuka percakapan, nada suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu.

“Aku baik-baik saja,” jawab Arzhel, matanya melirik ke arah para pelayan yang hilir mudik, sibuk dengan tugas masing-masing. “Sepertinya semua orang tengah tenggelam dalam kesibukan mereka,” tambahnya sambil tersenyum tipis.

Althea mengangguk, mencoba tersenyum. “Ah, ya… Minggu depan adalah perayaan ulang tahunku. Bersama Alourra. Apakah kau akan datang, Pangeran Arzhel?” tanyanya, suara sedikit ragu namun tulus.

“Kau tak perlu bersikap sekaku itu padaku, Althea,” ucap Arzhel, nada lembut namun tegas, membuat Althea seketika membeku.

“Ah… baiklah. Sebenarnya aku… bingung harus bersikap bagaimana,” jawab Althea jujur, menundukkan pandangan.

Arzhel berhenti sejenak. Matanya menatap tajam ke arah Althea, seolah mencoba menembus segala lapisan hati yang tersembunyi. “Kau memang terlihat berbeda, Althea,” katanya perlahan. Kedua mata mereka bertemu, sebuah keheningan berat tercipta. “Ada sesuatu yang ingin… aku katakan padamu, Althea…”

Namun kata-kata itu terhenti. Ekor mata Althea menangkap sosok yang sudah lama dinantikan dari kejauhan. Sebuah senyum tak bisa ia sembunyikan.

“Alourra!” panggil Althea, suaranya menembus udara taman

Alourra melangkah memasuki pelataran depan taman istana, didampingi oleh Graclle. Begitu pandangannya tertuju pada adik tersayangnya, langkahnya seketika berubah tergesa. Ia berlari, seakan mengabaikan segala aturan kesopanan yang selama ini melekat di istana. Di sampingnya, Arzhel ikut menoleh, mata terpaku pada sosok yang penuh semangat itu.

“Althea, aku sangat merindukanmu!” seru Alourra, merengkuh adiknya dalam pelukan hangat. “Apakah kau baik-baik saja? Tidak ada yang menyakitimu, kan?” tanyanya, nada penuh kekhawatiran yang menyergap hati Althea.

“Justru aku yang sangat merindukan kakak… sangat-sangat,” balas Althea, memeluk Alourra dengan erat. “Aku tidak apa-apa kok,” tambahnya, suara lembut namun mantap.

Tiba-tiba, ekor mata Alourra menangkap sosok seseorang di kejauhan. Ia menarik diri dari pelukan Althea, sedikit tergugup. “Ah, maaf… mengganggu waktu kalian berdua, Pangeran,” ucapnya, tak menyadari keberadaan Arzhel yang kini menatapnya dari atas hingga bawah, terpaku dalam diam.

Arzhel seolah tak percaya pada matanya sendiri. Bukan hanya Althea yang kini menawan, tetapi Alourra pun tampak berbeda—memancarkan aura anggun yang memikat.

“Apakah kau benar-benar… Alourra?” tanya Arzhel, suaranya penuh tak percaya.

“Benar… aku Alourra. Bagaimana kau bisa tahu, Pangeran?” jawab Alourra, sedikit tersenyum namun tetap ragu.

“Kakak… dia Arzhel,” ujar Althea memperkenalkan.

“Arzhel?!” seru Alourra, matanya meneliti Arzhel dari ujung kepala hingga kaki, menilai setiap perubahan yang terjadi.

“Kau tampak berbeda, Arzhel,” ujar Alourra, senyumnya lembut namun tulus.

“Tidak… justru kalian berdua yang tampak sangat berbeda,” balas Arzhel, pandangannya masih enggan lepas dari kedua kakak-beradik itu.

“Ah, kakak… kami akan berjalan-jalan di taman. Apa kakak ingin ikut?” tanya Althea, nada riang menyingkap harap di hatinya.

“Aku ingin begitu… tapi Althea, aku baru saja kembali. Aku harus membersihkan diri dulu,” jawab Alourra. Sebenarnya, ada alasan lain yang membuatnya menahan diri—ia tahu bahwa momen ini adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk berbagi cerita berdua saja.

“Baiklah, kakak… istirahat dulu. Nanti kita akan bercerita ya,” kata Althea, menundukkan kepala dengan senyum lembut.

“Tentu saja. Aku permisi dulu ya,” ucap Alourra, menundukkan badan hormat, menandai salam perpisahan yang sarat keanggunan kerajaan.

“Silakan, kakak,” ucap Althea, menundukkan kepala dengan sopan, sementara Arzhel mengikuti langkahnya, menatapnya dengan diam penuh arti.

Alourra melangkah pergi, meninggalkan keduanya di taman yang hening, di antara bunga-bunga yang bergoyang tertiup angin lembut.

“Tahukah kau apa yang kulihat di depanku, Thea… sesuatu yang tak mungkin kulupakan?” lirih Arzhel, matanya tetap menatap Althea meski suaranya cukup jelas terdengar.

“Arzhel?” Althea mengernyit, bingung oleh kata-kata itu.

“Tidak… lebih dari itu, Thea. Aku bahkan tak sanggup berpaling,” jawab Arzhel, napasnya terdengar berat, namun penuh kesungguhan.

“Apa maksudmu, Arzhel?” tanya Althea, bingung, hatinya berdebar tak menentu.

“Yakinkan aku, Thea… jika kau menjawab ‘iya’, maka aku akan meresmikan perasaan ini… perasaan yang sudah lama kusimpan,” kata Arzhel, suaranya tegas, menembus hati Althea.

Tubuh Althea seketika membeku. Detak jantungnya berlari kencang, seMentara senyum tipis merekah di bibirnya. Mungkinkah ini saatnya? Apa inilah yang ingin ia sampaikan tadi? pikirnya.

“Apakah aku harus… menjawab ‘iya’?” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Iya… kau harus menjawab iya, bisik hatinya, diiringi anggukan kecil dari tubuhnya sendiri. Jika tidak… aku tak akan merasa percaya diri.

“Hahaha… baiklah. Iya,” katanya akhirnya, suara gemetar namun mantap.

“Baiklah… aku akan mengungkapkannya saat perayaan ulang tahunmu yang ketujuh belas besok,” ujar Arzhel, senyum tipis namun penuh keyakinan tersungging di wajahnya.

“Arzhel… kau serius?” tanya Althea, mata berbinar, tak percaya namun bahagia. Hatinya benar-benar berbunga-bunga.

1
anggita
like👍 iklan👆, moga novelnya lancar.
anggita
iri 😏
anggita
visualisasi gambar tokoh dan latar belakang tempatnya bagus👌
Nanachan: wah trimakasih banyak kak, jadi makin semangat 🫰🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!