NovelToon NovelToon
KEMBALINYA JENDERAL PERANG

KEMBALINYA JENDERAL PERANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Dikelilingi wanita cantik / Percintaan Konglomerat / Bad Boy / Kriminal dan Bidadari / Rebirth For Love
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Update setiap hari!

Leon Vargas, jenderal perang berusia 25 tahun, berdiri di medan tempur dengan tangan berlumur darah dan tatapan tanpa ampun. Lima belas tahun ia bertarung demi negara, hingga ingatan kelam tentang keluarganya yang dihancurkan kembali terkuak. Kini, ia pulang bukan untuk bernostalgia—melainkan untuk menuntut, merebut, dan menghancurkan siapa pun yang pernah merampas kejayaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29 Leon dan Angeline

Hanya sepuluh detik.

Cukup dengan rekaman sepuluh detik untuk membuat semua orang mendadak terdiam. Bagaikan ombak yang menghantam karang, kekacauan pecah tak terhindarkan.

“Ya Tuhan…”

“Tidak mungkin, itu Nona Angeline?”

“Tapi siapa pria itu?!”

Reporter yang hadir langsung menyerbu, kamera dan mikrofon diarahkan ke wajah Angeline. Mereka menjeritkan pertanyaan bertubi-tubi seperti kawanan serigala mencium darah.

“Apakah rekaman itu asli, Nona Angeline?!”

“Siapa pria misterius itu?!”

"Bagaimana anda akan menjelaskan skandal ini?!"

Kilatan flash kamera menyilaukan mata Angeline, membuatnya tersentak dan mundur perlahan. "Tidak... Aku dijebak..." gumamnya lirih, namun tidak ada yang mendengar.

Bawahan militer Gerald bergerak cepat, membentuk dinding hidup demi menahan wartawan yang mencoba mendekat. Namun pertanyaan dan tatapan tamu tak bisa dibendung lagi.

Angeline berdiri mematung. Pucat, tangannya bergetar, bibirnya nyaris tak bisa bergerak.

Disisi lain ruangan, Alric menyaksikan semuanya dengan tenang. Ia meneguk minumannya perlahan, matanya dingin, senyum kejam tersungging di sudut bibirnya.

"Itulah akibat dari menolakku, Angeline..." bisiknya pelan.

Suara mikrofon beradu, teriakan reporter saling tumpang tindih, dan blitz kamera memekakkan telinga.

Angeline yang masih berada di dalam pelukan ayahnya menegang, ia tidak ingin ayahnya menganggapnya sebagai putri yang buruk, ia tidak ingin membuat ayahnya malu.

"Ayah... Maafkan aku, tapi- tapi semua itu tidak benar—" kata-kata Angeline terpotong begitu ia menatap wajah ayahnya.

Gerald masih berdiri tegak, tubuhnya bagaikan dinding baja, tetapi ekspresinya jelas tercengang. “Tidak mungkin… bukankah itu Tuan Leon...?" baiknya nyaris tak terdengar.

Tepat saat itu juga—

BRAKK!

Pintu aula tiba-tiba terbuka keras.

Semua kepala sontak menoleh.

Seorang pria tampan dengan jas hitam rapi melangkah masuk. Langkahnya tegas, auranya kuat, membuat suasana hening mendadak.

Parasnya asing bagi sebagian besar tamu, tapi ketampanannya yang maskulin dan sorot matanya yang tajam segera mencuri perhatian semua orang.

Bisik-bisik langsung merebak.

“Siapa dia?”

“Apakah itu… pria di rekaman tadi?”

“Ya Tuhan, bahkan wajahnya mirip sekali!”

Leon Vargas berdiri tegak di ambang pintu, sorot matanya langsung terarah ke layar besar yang masih menampilkan potongan terakhir rekaman di lorong hotel.

Sekilas saja, ia sudah memahami semua permainan busuk ini.

Tanpa ragu, suaranya lantang memecah keheningan: "Aku adalah pria di dalam rekaman itu. Namaku Leon Vargas.”

Suara itu bergema di seluruh aula, membuat semua orang terdiam sesaat sebelum akhirnya keributan pecah lebih dahsyat dari sebelumnya.

“Leon Vargas?!”

“Pria itu ternyata nyata!”

“Apa hubungan kalian sebenarnya?!”

Reporter bagaikan kawanan serigala menemukan mangsa baru. Mereka berlari mendekat, menodongkan mikrofon, menyorot kamera ke arah Leon. Kilatan cahaya semakin membabi buta.

Namun Leon tak bergeming. Ia berdiri tegak, tatapannya dingin, seakan keberanian lahiriah itu adalah tamengnya yang membuat para reporter ragu sejenak untuk mendekatinya.

"T-tuan Leon!"

Kericuhan di aula semakin menggila. Namun bagi Angeline, dunia terasa menyempit. Kilatan kamera, teriakan reporter, bisik-bisik tamu—semuanya berbaur, menjadi gema bising yang menghantam kepalanya.

Nafasnya tersengal. Pandangannya kabur.

Dan saat tatapannya bertemu dengan sosok Leon di pintu aula, jantungnya seolah berhenti berdetak.

Wajah itu…

Wajah yang sama dengan pria dalam rekaman.

Pria yang semalam tanpa sengaja bercinta dengannya. Ingatan kilat menghantam kepalanya: ciuman panas yang membakar bibir, genggaman tangan yang kuat di pinggangnya, dan hangat tubuhnya....

“Aku… tidak mungkin…” bisiknya lirih.

Pusing menyerang. Ruangan berputar. Suara reporter berubah jadi dengung yang jauh. Hingga gelap menelan segalanya. Angeline pingsan di tengah kericuhan yang terjadi...

....

Ketika Angeline membuka mata, cahaya jingga sore menyilaukan pandangannya. Burung-burung terdengar di kejauhan, aroma bunga segar menusuk hidungnya.

Ia berkedip, mencoba mengatur nafasnya. Saat itu juga ia sadar jika kepalanya sedang berbaring di atas pangkuan seseorang.

“Kau sudah sadar?” suara berat namun tenang menyusup ke telinganya.

Terkejut, Angeline menoleh dan melihat Leon tepat disisinya. Ia segera bangkit karena panik. “Kau?! Kenapa… kenapa kau ada di sini?” suaranya gemetar, bercampur bingung dan marah.

Leon menatapnya dengan santai, mata tajamnya tetap terkunci pada wajah pucat Angeline. “Aku menunggumu bangun. Itu saja.”

Angeline membeku. “Tidak mungkin! Ayah tidak akan pernah membiarkanku sendirian bersama laki-laki asing. tidak denganmu!”

Leon tersenyum tipis, penuh percaya diri. “Aku bukan orang biasa yang bisa diperintah oleh ayahmu. Jika aku ingin berada di sini, maka aku akan berada di sini.”

Angeline menggeleng cepat, mencoba menyangkal. “Omong kosong! tidak mungkin kau—”

Kata-katanya terhenti begitu pandangannya tanpa sadar jatuh pada bibir Leon. Bibir itu—merah muda, tegas, dan sama persis dengan bibir yang semalam telah mencumbu bibir dan menjelajahi setiap jengkal tubuhnya dengan liar.

Wajahnya mendadak panas. Ingatan itu menghantam begitu jelas hingga tubuhnya bergetar.

“Uhhmm...” Angeline menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Rasa mual sudah telanjur naik.

Dengan tergesa, Angeline menunduk dan berjongkok di sisi bangku taman. Muntahannya pecah dalam isakan yang tertahan. Bahunya gemetar, tubuhnya terasa begitu rapuh di bawah cahaya sore yang hangat.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ekspresi Leon berubah—dari yang biasanya santai dan dingin menjadi cemas. Ia segera bangkit, menunduk di samping Angeline dan menepuk punggungnya dengan lembut.

“Kau baik-baik saja?” suaranya rendah, khawatir, nyaris tidak sejalan dengan sosoknya yang dingin.

Angeline masih terisak, mencoba mengeluarkan semua rasa mual dan sesak dari dadanya. Hingga akhirnya tubuhnya lemas, napasnya tersengal, wajahnya pucat.

Ia menghapus bibirnya dengan punggung tangan, lalu mendadak berbalik dan langsung menepis lengan Leon dengan keras.

“Kau…!” suaranya pecah, penuh amarah bercampur getir. “Aku tidak akan pernah lupa—kau memperkosaku!”

Leon menatapnya lama, lalu perlahan menggeleng. “Aku? Memperkosamu?” suaranya tenang, nyaris sinis. “Bukankah kau sudah melihat rekamannya? Kau lebih dulu menggodaku dengan sikap manismu itu, Angeline.”

Mata Angeline membelalak. “Omong kosong! Meski aku mabuk, aku merasa kau bisa menghindari kejadian itu. Tapi kau tidak melakukannya! Kau hanya ingin mengambil keuntungan dari kondisiku!”

Leon menghela napas panjang, seolah lelah dengan tuduhan yang tidak berdasar itu. Ia menatap Angeline dengan sorot mata yang tajam namun berat. “Aku tidak suka dengan tuduhan itu.”

Ia melangkah mendekat. Refleks, Angeline mundur satu langkah, lalu satu langkah lagi, hingga punggungnya hampir menabrak tiang taman.

Leon berhenti hanya beberapa centimeter darinya. Dengan gerakan pelan namun penuh kuasa, ia mengangkat dagu Angeline dengan dua jarinya, memaksa wajah wanita itu menghadapnya.

Sorot mata mereka bertemu, jarak di antara keduanya begitu dekat hingga Angeline bisa merasakan hangat napasnya Leon.

“Sepertinya ingatanmu malam itu belum sepenuhnya kembali,” bisik Leon. Senyum tipis tersungging di sudut bibirnya. “Apa aku harus membantumu mengingatnya?”

Mata Angeline bergetar, mencoba menolak. “Aku tidak mau—”

Tapi kata-katanya terputus. Tanpa aba-aba, Leon menunduk, bibirnya langsung mencumbu bibir Angeline dengan tegas.

1
Hendra Saja
sampai saat ini menarik....MC nya Badas...
Hendra Saja
semangat up Thor.......makin seru
Rudik Irawan
sangat menarik
Kustri
☕semangat UP😍
Cha Sumuk
mantap mc cowok nya ga kaleng2 bnr..
Caveine: makasih kak🥰🥰
total 1 replies
Kustri
kutemani thor☕☕☕untukmu💪
Caveine: makasih bang 🥰🥰
total 1 replies
Kustri
wajib dibaca!!!
Kustri
waduuuh jgn biarkan wanitamu dipermalukan , leon
ayooo muncullah!!!
Kustri
weee... leon curi start
gmn malu'a klu tau angeline anak si komandan🤭😄
Kustri
angeline anak komandan?
Kustri
tambah semangat 💪
Kustri
woii tanggung jwb kau, leon🤭
Kustri
apa edward kakak leon
Kustri
latihlah anak" buah garka spy lbh tangguh
Kustri
uuh.... kalimat"mu, keren
sangtaipan
mantap
Kustri
gaaaas pooll
Kustri
wkwkkkk... victor polisi penjilat, rasakno!!!
ternyata sang komandan telah mengenal leon
Kustri
siap thor!
ah, leon akhir'a dpt sekutu
Kustri
seruuu...!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!