Kania nama gadis malang itu. Kehidupan sempurnanya kemudian berantakan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya kemudian menikahi janda beranak satu di desanya. Kehidupan bahagia yang sempat dirasakannya di masa lalu terasa seperti barang mewah baginya. Kania nama gadis malang itu. Demi menutupi utang keluarganya, sang ayah bahkan tega menjualnya ke seorang rentenir. Pernikahannya bersama rentenir tua itu akan dilaksanakan, namun tiba-tiba seorang pria asing menghentikannya. " Tuan Kamal, bayar utangmu dulu agar kau bebas menikahi gadis mana pun", pria itu berucap dingin. Hari itu, entah keberuntungan atau kesialan yang datang. Bebas dari tuan Kamal, tapi pria dingin itu menginginkan dirinya sebagai pelunas utang. Kania nama gadis itu. Kisahnya bahkan baru saja dimulai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourfee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Kepulangan Winara yang tiba-tiba tentu saja tidak disangka oleh Anita dan anaknya. Ibu dan anak itu bahkan tersentak kaget kala Kania dan suaminya juga ada di samping pria itu. Kania berusaha bersikap ramah pada ibu dan kakak tirinya walaupun ia sangat malas.
"Selamat sore, Bu. Ibu apa kabar?" Tanya Kania sopan. Anita melipat tangannya angkuh, tatapannya menilai penampilan Kania dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Wah, menikah dengan pria asing itu membuat penampilanmu sedikit berubah ya, Nak. Ibu bahkan tidak percaya yang berdiri di sini sekarang adalah putri ibu yang biasanya kumal dan bau". Anita berucap jahat, sedikit tidak terima melihat penampilan cantik anak tirinya. Lagi dan lagi kebenciannya pada Kania sangat tidak beralasan.
"Apa kau sudah berhasil merayu pria asing itu, Kania. Dilihat-lihat, kau lebih mirip simpanan pria itu". Rina menyahuti ucapan ibunya. Keduanya sangat kompak dalam hal ikut campur dengan urusan Kania.
"Ckkk Kania kau sangat tidak pantas bersanding dengan pria tampan ini. Ka-".
"TUTUP MULUTMU WANITA SIALAN". Edward membentak kasar ucapan kakak tiri Kania. Kedua wanita di depannya terlihat sangat kaget mendengar suara keras Edward.
"Apa katamu? Istriku tidak pantas bersanding denganku? Lalu menurutmu wanita mana yang pantas bagiku? Apakah wanita sepertimu? Cih penampilan dan mukamu saja lebih mirip boneka santet daripada makhluk hidup. Kau sungguh menggelikan, nona. Apakah orang-orang yang tinggal serumah denganmu tidak sakit mata melihat penampilanmu? Seingatku, baru dua kali kita bertemu dan penampilanmu masih membuatku mual. Aku bahkan sampai bermimpi buruk saat mengingat penampilanmu di pernikahan kami waktu itu". Edward tersenyum jahat melihat ekspresi malu dua wanita di depannya.
"Untuk kau". Edward menunjuk Anita, ibu tirinya Kania. "Tidakkah kau mengajari putrimu cara berpakaian yang benar. Penampilan putrimu membuatku sakit mata, kasihan sekali ayah mertuaku harus tinggal serumah dengan manusia seperti kalian". Edward seolah-olah tidak puas memojokkan dua wanita di depannya.
Dirinya sudah siap-siap mengeluarkan kalimat tajamnya ketika Kania memegang tangannya pelan sambil menggeleng.
"Lebih baik kita masuk, Kak kasihan ayah". Ucap Kania lembut, berusaha menenangkan suaminya yang terlihat masih ingin marah-marah.
Winara sangat terkejut mendengar ucapan menantunya, namun sedikitpun tidak ingin membela istri dan anak tirinya. Biarkan saja, kelakuan mereka memang tidak bisa dimaafkan. Astaga menantuku rupanya bermulut tajam, batin Winara pelan. Apakah putrinya baik-baik saja tinggal serumah dengan pria itu.
Ia melirik putrinya yang tampak biasa saja dengan mulut pedas suaminya. Rumah tangga macam apa yang sedang dijalani putrinya? Winara penasaran sekali.
***
"Apakah Kakak yakin mau tidur di sini?" Tanya Kania hati-hati. Keduanya tengah berada di salah satu kamar kosong yang baru ditempati malam ini. Ingin tidur di kamar lama Kania rasanya tidak mungkin.
Kania takut suaminya yang sudah terbiasa dengan kemewahan tidak betah di kamar sederhana itu.
"Aku baik-baik saja kenapa menanyakan hal yang sama berulang kali?"
"Baiklah. Ckkk Kakak geserlah sedikit aku kepanasan". Sungut Kania kesal.
"Geser? Baiklah". Edward semakin mendekat istrinya. Kania membalikkan badannya dengan kasar. Edward menatapnya tanpa rasa bersalah.
"Kakak geser ke sana aku sudah di pojok. Kalau tidak, aku tidur di sofa saja ya?" Tawar Kania.
"Ckkk aku tidak mau tidur sendirian. Kau ribet sekali kalau mati lampu bagaimana. Kau sendiri yang repot kan?"
Kania menatap dalam suaminya." Apa kakak mau tidur di sini?"
"Tentu saja mana mungkin aku tidur bersama Ibu tirimu atau dengan boneka santet itu. Aku bisa mati ketakutan melihat penampilan anehnya. Kakak tirimu kenapa aneh sekali? Ckkk penampilannya ya Tuhan aku benci sekali. Sekali-kali kau ajari dia cara berdandan". Edward sewot sekali mengingat penampilan kakak iparnya.
"Kau kenapa berlebihan begitu,Kak? Apa kau mulai menyukai Kak Rina?"
"Aku? Menyukai wanita sialan itu? Kau yang benar saja, sayang?" Kesal Edward.
"Ya terus kenapa kakak sewot sekali. Biarkan saja dia berpenampilan seperti apa. Kau bukan suaminya. Kau denga, Kak? Kak?" Kania mendongak menatap wajah suaminya.
"Eh tidur rupanya. Kasihan, mungkin kecapekan. Entah capek karena perjalanan atau capek karena terlalu ikut campur dengan urusan penampilan Kak Rina". Kania terkikik geli mengingat sikap sewot suaminya.
"Tidurlah kau pasti lelah. Selamat beristirahat, Tuan Edward tampan eh lebih tepatnya sok tampan". Kania kemudian mengecup pelan pipi suaminya. Ia kemudian menutup matanya.
"Apa menurutmu aku tidak tampan?" Kania menoleh menatap suaminya yang sudah menopang kepalanya menggunakan tangan.
"Kau belum tidur, Kak? Tidurlah kau pasti lelah". Ucap Kania perhatian.
"Siapa bilang aku lelah?" Pria itu kemudian memeluk erat istrinya.