Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Anggun
"Tegakan punggung kamu!" Hanum meringis saat merasakan tepukan dari Ratna di punggungnya, dan dengan segera menegakkan punggungnya.
Hanum menghela nafasnya lalu kembali melangkah, namun buku di kepalanya kembali terjatuh sebab dia yang terhunyung saat kakinya yang memakai sepatu hak tinggi tidak seimbang.
Berkali-kali Hanum terjatuh sebab tingginya sepatu yang dia kenakan. Namun dia harus menahan kesal sebab Ratna yang terus membentaknya agar berdiri seimbang dan tegak.
"Bu Ratna istirahat dulu deh. Aku capek. Lagian ini sepatu tinggi banget sih," keluh Hanum.
"Kamu gimana sih, Hanum, cuma sisa dua hari. Kalau gini caranya gimana kamu bisa temenin Tuan Muda. Yang ada kamu malah bikin malu nanti."
Hanum berdecak kesal. Tapi jika di teruskan dia bisa mati. Kakinya pegal bukan main, Hanum rasa dia bahkan keseleo karena kakinya agak merah di pergelangannya.
"Bu Ratna yang bener aja ini udah jam 8 malem, masa aku gak boleh istirahat." Hanum memelas.
"Ya sudah istirahat satu jam, abis itu kita mulai lagi. Saya keluar dulu. Kalau ada yang tanya bilang aja saya lagi ajarin kamu untuk jadi pelayan yang baik." Tentu saja tak boleh ada yang tahu kalau dia berlatih untuk pura-pura menjadi pacar Arya. Gosip yang tersebar di antara pelayan bahkan mengatakan jika Hanum sudah benar-benar menarik perhatian Tuan muda mereka, sebab sudah makan di meja yang sama.
Hanum mengangguk dan membiarkan Ratna pergi.
Setelah memastikan Ratna pergi Hanum merebahkan tubuhnya di lantai dengan nafas terengah.
"Ah, capek!" Tak perduli dengan lantai yang dingin, Hanum hanya ingin meluruskan punggungnya.
Ternyata menjadi lembut dan anggun tidak semudah yang bapaknya katakan bukan hanya soal perkataan, tapi kelakuan bahkan cara jalan dan berdiri pun ada aturannya.
Sungguh melelahkan. Hanum heran dengan mereka yang bisa tahan memakai sepatu hak tinggi sampai seharian. Hanum mengangkat sepatunya sejajar dengan wajahnya.
"Sialnya ini pasti mahal." Hanum bahkan ingin melemparkan sepatu ini ke kepala si tuan muda sekalian biar kepalanya bocor geger otak, siapa tahu penyakit gilanya akan sembuh.
"Apa yang sedang kamu coba pikirkan?" sebuah sepatu melangkah ke arahnya dan berdiri tepat di atas kepala Hanum.
Hanum mendongak dan berdecak saat melihat Arya berdiri menjulang di atas kepalanya yang terbaring di lantai.
"Maaf, Tuan. Hari ini saya gak melayani Tuan karena kelelahan." Hanum berucap bahkan tanpa melihat Arya.
"Kenapa, mau menyerah?" Hanum membalik tubuhnya hingga tengkurap di depan Arya.
"Emang bisa?"
"Bisa saja, tapi kamu harus bayar penaltinya."
"Penalti?"
"Kamu baca kontraknya, kan? Disana jelas tertulis kalau salah satu membatalkan perjanjian, maka pihak tersebut harus membayar penalti sebanyak dua kali lipat dari kesepakatan."
Hanum menganga tak percaya, lalu kembali berbaring di lantai. "Kalau gitu kagak usah. Biarpun harus berjuang sampai titik darah penghabisan gak bakalan menyerah." Hanum bahkan tak punya waktu untuk membuat perkataannya sedikit sopan di depan Arya.
Lagi pula bagaimana bisa Hanum membayar dua kali lipat dari 20 milyar yang artinya jadi 40 milyar. Bisa saja dia berbuat curang karena Arya tidak tahu perjanjiannya dengan Ningsih, namun tetap saja dia tak bisa mendapat meski itu 20 milyar untuk mengganti penalti uang Arya.
Arya mengangguk. "Ratna sudah jelaskan siapa saja yang harus kamu tahu, kan?" Hanum akan duduk saat Arya duduk di sebelahnya, namun tangan Arya menahan dan mendorong dahi Hanum agar kembali berbaring.
"Tidak usah bangun!" Hanum berdecak.
"Kalau gitu saya gak akan sungkan." Hanum kembali membaringkan dirinya.
"Jadi jangan sampai kamu membuat masalah dan membuat malu kami di depan mereka."
"Ya, Tuan."
Arya melihat ke arah kaki Hanum lalu berdiri dari duduknya. "Aku akan minta Ratna mengakhiri sesi hari ini. Kamu bisa istirahat dan obati kakimu," tunjuk Arya pada kaki Hanum yang memerah.
Hanum menaikan alisnya. Apa Arya begitu memperhatikannya sampai lihat kakinya yang merah. Ratna saja tidak melihat saking tak pedulinya dia padanya.
"Wah perhatian sekali Tuan muda, terimakasih atas kebaikannya." Arya mendengus lalu berbalik untuk pergi, sementara Hanum kali ini bangkit dan duduk. "Tuan muda gak mau bantu saya obati, gitu?" Hanum menatap Arya dengan mendongak, matanya berkedip seperti anak gadis yang meminta permen.
"Emangnya kamu pantas?" ucap Arya acuh dan pergi.
Wajah Hanum kembali berubah. "Galak banget sih sama calon bini." Arya tak peduli dan melanjutkan langkahnya hingga pintu tertutup di belakangnya. Matanya berkedip satu kali lalu benar-benar menjauh dari kamar Hanum.
...
Hari kedua Hanum mempelajari table manner. Bagaimana tata cara makan di meja makan dan bersikap agar sopan di jamuan makan.
"Duduk tegak dan jangan membungkuk atau bersandar di kursi." Hanum merasakan tongkat Ratna mendarat di punggungnya menekannya agar Hanum duduk dengan tegak.
"Setelah itu betangkan serbet di pangkuan setelah semua orang duduk. Ingat jangan dulu makan sebelum tetua makan lebih dulu!" Ratna kembali menekan punggung Hanum dengan tongkatnya saat punggung itu sedikit membungkuk.
"Siku tidak menyentuh atau menempel di meja makan." Hanum menurunkan tangannya dari meja dan menyimpannya di atas pahanya.
"Pegang garpu dengan tangan kiri dan pisau dengan tangan kanan." Hanum mulai mengambil garpu dan pisau di tangannya. "Gunakan perlahan dan jangan menimbulkan suara." Hanum mulai menggesek pelan potongan daging di depannya dengan pisau. "Makan sedikit- sedikit jangan meninggalkan bekas di bibir kamu." Hanum membuka mulutnya hendak memakan potongan daging yang sudah tertusuk garpu. "Haruskah mulut kamu terbuka selebar itu?" Hanum merapatkan kembali mulutnya dan menatap Ratna.
"Katanya gak boleh meninggalkan bekas di bibir? Nanti kalau kena gimana?"
"Kamu gak lagi pake lipstik yang sekali kena langsung luntur, jangan lebay juga!" Hanum memberengut lalu kembali melakukan intruksi Ratna.
"Ingat gunakan sendok untuk mengambil porsi kecil makanan terlebih dahulu. Jangan berpikir untuk takut kehabisan atau berpikir kamu akan kenyang saat makan di jamuan makan. Jaga image kamu tetap anggun dan lembut."
"Padahal sayang banget pasti makananya mahal-mahal, sayang kalau gak di habisin." beberapa saat berpikir Hanum kemudian tersenyum seolah apa yang baru saja muncul di otaknya adalah hal bagus.
Kali ini tongkat Ratna ada di dahi Hanum dan menekannya disana. "Jangan berpikir untuk membawa sisa makanan." Hanum mencebik, kenapa Ratna bisa tahu yang dia pikirkan.
"Setelah selesai letakkan alat makan dalam posisi terbalik, dan turunkan lagi tangan kamu ke bawah meja. Jangan lupa pastikan untuk lap bibir kamu perlahan agar tak membuat orang lain jijik."
Hanum mengangguk.
"Di mengerti."
Doble Up kalau boleh kak