NovelToon NovelToon
Heavenly Body, Broken Trust!

Heavenly Body, Broken Trust!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Wanita
Popularitas:640
Nilai: 5
Nama Author: kimlauyun45

Banxue tidak pernah meminta kekuatan—apalagi anugerah terkutuk berupa Tubuh Surgawi—kekuatan kuno yang diburu oleh sekte-sekte suci dan klan iblis sekaligus. Ketika masa lalunya dihancurkan oleh pengkhianatan dan masa depannya terancam oleh rahasia, ia memilih jalan sunyi dan pedang.

Dalam pelarian, dikelilingi oleh teman-teman yang tak sepenuhnya bisa ia percaya, Banxue memasuki Sekte Pedang Azura… hanya untuk menyadari bahwa kepercayaan, sekali retak, bisa berubah menjadi senjata yang lebih tajam dari pedang manapun.

Di tengah ujian mematikan, perasaan yang tak diucap, dan badai takdir yang semakin mendekat, Banxue harus memilih: berjuang sendirian—atau membiarkan seseorang cukup dekat untuk mengkhianatinya lagi?

Di dunia di mana kekuatan menentukan nilai diri, sejauh apa ia akan melangkah untuk merebut takdirnya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimlauyun45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Menuju Misi

Setelah keluar dari balai utama, kelima murid segera kembali ke paviliun masing-masing untuk bersiap. Meski waktu yang diberikan hanya satu jam, suasana di Sekte Pedang Azura terasa berubah. Para murid lain berbisik-bisik melihat mereka yang diberi tugas langsung dari para tetua.

Banxue berdiri di depan cermin perunggunya. Jubah hitam-emerald miliknya kini dilapisi mantel pelindung yang lebih tipis dan ringan, khusus untuk perjalanan jauh. Rambutnya diikat rapi ke belakang, dan di pinggangnya tergantung kantong berisi jimat serta artefak kecil dari Tetua Hua.

Tatapannya serius, tapi tidak gelisah.

Di luar pintu, suara langkah cepat terdengar.

“Banxue,” suara Linrue. “Kami semua sudah berkumpul.”

Banxue membuka pintu dan mengangguk. “Ayo.”

Di gerbang luar Sekte, kelima mereka berkumpul. Matahari telah turun rendah, menyentuh ujung gunung dengan cahaya oranye keemasan.

Fengyu menyesuaikan sabuknya, lalu memeriksa lagi gulungan pelindung yang ia bawa. “Perjalanan ke Desa Suyin butuh tiga hari, kalau tanpa hambatan.”

Wayne menatap jalan yang menurun ke lembah. “Kalau kultus itu sudah menyebar kabut seperti laporan, bisa jadi kita diserang sebelum sampai desa.”

“Semakin cepat kita berangkat, semakin cepat kita tahu,” ujar Banxue.

Jingyan berdiri di sisi belakang, jubah peraknya sudah berlumur debu ringan. Ia menggenggam sebatang ranting kecil, menggulungnya perlahan di antara jari. “Tiga hari jalan kaki, lima orang, satu dengan tubuh surgawi, dua dengan konflik, satu dengan senyum palsu, dan satu lagi... aku.”

Wayne mendengus. “Simpan komentarmu untuk saat kita butuh tawa di hutan.”

“Baiklah,” gumam Jingyan sambil menyeringai.

Kelima mereka lalu mulai melangkah menuruni jalur gunung, menyusuri jalan berbatu yang biasa dipakai para pedagang atau pengintai sekte. Langit perlahan berubah menjadi ungu kebiruan. Kabut tipis mulai turun dari sela-sela lereng.

Di tengah perjalanan, mereka berjalan dalam diam. Angin gunung bertiup pelan, membawa suara serangga dan gemerisik dedaunan.

Linrue akhirnya angkat suara. “Aneh, kan? Ini misi pertamaku keluar sekte… tapi rasanya seperti jalan menuju sesuatu yang jauh lebih besar.”

Fengyu menimpali, “Karena memang begitu. Kultus Jiwa Terbalik tak bergerak sembarangan. Kalau mereka mulai menyentuh desa… mungkin target mereka bukan desa itu.”

“Maksudmu?” tanya Wayne.

“Mereka memancing kita.”

Jingyan menyahut sambil memainkan pisau kecil di jarinya. “Atau mereka ingin tahu siapa yang akan sekte kirim. Dan kita... adalah jawaban mereka.”

Banxue menatap jalan di depannya, tapi pikirannya terpecah.

Ia mengingat wajah para tetua, suara ketegangan di balai utama, dan... keheningan panjang antara dirinya dan kelompok ini. Tak ada yang benar-benar utuh, tapi mereka dipaksa untuk berjalan sebagai satu kesatuan.

Kalau mereka tidak menyatu... misi ini akan gagal.

Sambil melangkah, ia berbisik pelan, hampir hanya untuk dirinya sendiri:

“Aku akan pastikan kita semua kembali. Apa pun yang menunggu di sana.”

Langkah mereka semakin dalam menembus hutan. Jalan kecil mulai menanjak kembali, melewati akar pohon dan bebatuan licin. Malam mulai turun.

Dan dari kejauhan... entah angin atau sesuatu yang lain, terdengar bisikan pelan. Seolah ada mata tak terlihat yang mengintai dari balik pepohonan.

Tapi tidak satu pun dari mereka berhenti.

Misi telah dimulai.

Dan bayangan Kultus Jiwa Terbalik mulai menyebar dalam diam.

Di tengah keramaian, Banxue berjalan di samping Jingyan dengan kedua tangan menyelip di balik lengan jubah. Pipinya masih hangat, bukan karena udara, melainkan karena terlalu banyak tersenyum sejak tadi. Senyumnya sendiri membuatnya bingung.

"Aku tak mengerti kenapa kau suka tempat seperti ini," katanya akhirnya.

Jingyan menjawab tanpa menoleh, "Karena semuanya berpura-pura bahagia. Sama sepertiku."

Banxue melirik ke samping. "Itu... jawaban yang terlalu jujur untuk seseorang sepertimu."

Jingyan menyeringai, lalu tiba-tiba berhenti di depan sebuah kedai kecil yang menjual manisan dari bunga plum. Ia membeli dua tusuk, lalu memberikan satu ke Banxue.

"Untuk tubuh surgawi yang hampir tak pernah makan jajanan rakyat."

Banxue mendesah, tapi menerimanya. "Manisan ini bisa lengket di gigi."

"Jangan khawatir. Aku juga bisa mengobati gigi berlubang," sahut Jingyan cepat, senyumnya lebar. Banxue terpaksa menahan tawa, dan pada akhirnya, ia tak bisa menahan senyumnya juga.

Beberapa anak kecil berlarian di sekitar mereka, membawa lentera berbentuk kelinci dan burung phoenix. Di tengah festival, tawa anak-anak, bau arang, dan manisan mewarnai langit malam dengan nuansa yang hampir seperti... rumah.

Banxue terdiam sejenak.

"Aku lupa... kapan terakhir kali merasa seperti ini," gumamnya.

Jingyan tidak menanggapi secara langsung. Ia menatap ke langit yang dipenuhi lentera, lalu berkata, "Kita tidak memilih dilahirkan seperti apa. Tapi kita bisa memilih... apa yang ingin kita ingat."

Saat itulah seseorang dari arah kedai meneriakkan, “Pertunjukan bayangan cahaya akan dimulai!”

Orang-orang mulai berkumpul di area terbuka di depan panggung kayu sederhana. Di atas panggung itu, layar putih besar terbentang, dan bayangan boneka dari kulit tipis mulai bergerak, disorot lentera api dari belakang.

Banxue dan Jingyan ikut bergabung, duduk di pinggir panggung bersama banyak warga.

Cerita malam itu adalah kisah kuno: tentang seorang pendekar yang menyelamatkan dunia, tapi dikorbankan oleh sektenya sendiri. Kisah yang nyaris terlalu mirip... namun begitu jauh berbeda dari kenyataan mereka.

"Ending-nya selalu sama," bisik Banxue. "Yang kuat selalu dikorbankan."

"Tapi di sini, dia dihidupkan kembali oleh orang yang mencintainya," sahut Jingyan pelan.

Banxue menoleh.

“Dongeng,” katanya.

“Barangkali. Tapi mungkin... kita sedang berada di tengah-tengahnya sekarang.”

Saat bayangan di panggung berubah menjadi cahaya keemasan, penonton bertepuk tangan. Lentera terakhir malam itu pun dilepas ke langit. Jingyan dan Banxue ikut berdiri.

"Apa kau membuat permintaan lagi?" tanya Banxue tanpa menatapnya.

"Aku tidak butuh dua permintaan," kata Jingyan sambil menyilangkan tangan. "Satu pun cukup. Aku sudah tahu apa yang kuinginkan."

"Kau percaya langit akan mengabulkannya?"

Jingyan menoleh. "Aku tidak peduli apakah langit mendengar. Yang penting... kau mendengarnya."

Banxue tercekat. Tapi sebelum bisa membalas, lentera terakhir telah jauh di atas kepala mereka, seperti bulan kecil yang perlahan memudar ke langit malam.

Dan untuk sesaat, hanya sesaat, Banxue merasa... seolah ada tempat yang bisa disebut ‘tenang’. Bukan rumah. Tapi seseorang.

1
Daisy
Keren banget sih cerita ini! Baca sampe subuh aja masih seru.
Winifred
Wow! 😲
Axelle Farandzio
Bahasanya halus banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!