Demi melunasi utang ayahnya yang menumpuk, Rumi rela menikah kontrak dengan Radit, duda kaya raya yang kehilangan istrinya tiga tahun silam karena perceraian.
Bagi mereka, pernikahan ini tak lebih dari sekadar kesepatakan. Rumi demi menyelamatkan keluarganya, Radit demi menenangkan ibunya yang terus mendesak soal pernikahan ulang. Tak ada cinta, hanya kewajiban.
Namun seiring waktu, Rumi mulai bisa melihat sisi lain dari Radit. Pria yang terluka, masih dibayang-bayangi masa lalu, tapi perlahan mulai membuka hati.
Saat benih cinta tumbuh di antara keterpaksaan, keduanya dihadapkan pada kenyataan pahit, semua ini hanyalah kontrak. Dan saat hati mulai memiliki rumah, mereka harus memilih. Tetap pada janji atau pergi sebelum rasa itu tumbuh semakin dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Bukti Penghancur
Di sebuah kafe mewah di pinggir jalan raya, Reva duduk berhadapan dengan Bu Widya sambil menyeruput teh. Di hadapan mereka, ponsel menyala—menampilkan unggahan fitnah tentang Rumi yang kini mulai viral.
Bu Widya memandangi layar ponsel dengan senyum dingin. "Lihat, akhirnya satu demi satu netizen mulai menghina Rumi," ucapnya, tenang namun tajam.
Reva ikut terkekeh. "Bahkan ada yang bilang dia cuma cewek kampung numpang kaya. I love this game."
Bu Widya mengangguk pelan. "Dan mereka belum tahu yang lebih parah. Tante punya beberapa foto dan rekaman suara dari sumber Tante. Kita buat narasi kalau dia sudah pernah menggugurkan kandungan sebelum nikah."
"Wah, itu bisa pecah banget, Tan," sahut Reva cepat, matanya berbinar puas. "Tapi siapa sumbernya?"
Bu Widya tersenyum kecil, angkuh. "Orang dalam rumah sakit tempat mereka cek kandungan. Uang bisa membeli apa saja, Reva."
Reva tertawa kecil, "Termasuk harga diri seseorang."
Tak sadar, dari balik dinding di belakang mereka, ada sosok yang sedang berdiri diam, Nauval. Wajahnya kaku. Tangan gemetar memegang ponselnya, merekam setiap detik percakapan itu.
Nauval berlari kecil menuju mobilnya setelah semua yang penting ada di ponselnya. Ia membuka rekaman tersebut dan menyimpannya di folder khusus dengan judul, 'BUKTI PENGHANCUR'.
Matanya menatap tajam ke arah kafe mewah itu. "Radit harus tahu ini," gumamnya. "Dan kali ini, mereka nggak bakal lolos."
...****************...
Setelah memastikan Rumi terlelap dan tak menangis lagi, Radit turun ke lantai bawah, menuju ruang kerjanya dengan lampu yang masih menyala.
Radit duduk di kursi putar dengan tangan menopang dagu. Matanya lelah, tapi pikirannya masih terus bekerja. Ia menatap jendela kaca besar di sampingnya, sementara suara ketukan pelan membuyarkan lamunannya.
Radit tahu siapa yang datang. Karena sebelumnya, orang itu memang sudah izin kepadanya.
"Masuk," ucapnya tanpa menoleh.
Nauval masuk perlahan, membawa ponsel di tangan.
"Maaf aku ganggu kamu malam-malam, Dit. Tapi ada sesuatu yang harus kamu lihat." Suaranya terdengar berat, tidak seperti biasanya.
Radit menoleh. "Apa? Ada masalah di kantor lagi?"
Nauval menggeleng. Ia meletakkan ponsel di meja dan memutar rekaman video. Suara Bu Widya dan Reva terdengar jelas. Pembicaraan tentang fitnah, rencana jahat, bahkan penyalahgunaan informasi medis. Semua terang-benderang.
Radit terpaku. Jemarinya mengepal di atas meja. Matanya membesar, rahangnya mengeras.
"Ini ... kapan?" bisiknya pelan, nyaris tak percaya.
"Baru saja. Aku mampir ke kafe yang sama buat ngopi. Pas mau pulang, aku nggak sengaja dengar. Akhirnya aku rekam," jelas Nauval.
Sunyi. Hanya suara napas Radit yang makin berat. Lalu ia berdiri. Bahunya naik turun. Matanya mulai memerah.
"Kamu yakin ini udah cukup kuat buat dilaporin?" tanyanya sambil menatap Nauval, suara bergetar menahan emosi.
"Lebih dari cukup," jawab Nauval mantap. "Tapi yang paling penting sekarang, kamu harus tenangin Rumi dulu. Aku tahu dia belum pulih."
Radit menatap sahabatnya, lalu menunduk.
"Dia nggak bilang apa-apa, Val. Dia simpan semuanya sendiri. Aku cuma bisa peluk dia sambil lihat dia nangis kayak anak kecil," suaranya pecah, rendah.
Nauval menepuk bahu Radit. "Sekarang kamu tahu. Dan kamu punya pilihan. Mau biarin mereka terus main kotor, atau balas dengan cara yang lebih elegan?"
Radit mengangguk pelan. Tapi di balik anggukan itu, matanya menyala penuh tekad.
"Aku nggak akan tinggal diam lagi. Kali ini, aku akan lindungi Rumi, sampai kapan pun."
...****************...
Rumi masih terlelap di kamar. Untuk beberapa hari ini, Radit memintanya untuk mengambil cuti.
Sementara itu, Radit sudah bersiap dengan jas formalnya, terlihat tenang tapi berbahaya. Nauval menunggunya di ruang tamu bersama dua pengacara.
Nauval berdiri dan menyambut Radit yang turun dari tangga dengan langkah mantap. Di belakang Nauval, dua pengacara berpakaian rapi berdiri menunggu.
"Ini dia orangnya, Dit," kata Nauval, lalu memperkenalkan, "Pak Reza dan Bu Tania, tim legal kita."
Radit menjabat tangan mereka satu per satu. "Terima kasih sudah datang pagi-pagi begini."
"Sama-sama, Pak Radit. Kami sudah menerima bukti dari Pak Nauval. Untuk saat ini, kami sarankan membuat laporan pencemaran nama baik, penyebaran informasi medis tanpa izin, dan upaya intimidasi," ucap Tania. Usianya mungkin lima tahun di atas Radit.
Wajah Radit terlihat datar, tapi tatapannya tajam bagaikan pisau yang siap mengiris siapa saja di depannya. "Lakukan semuanya. Saya ingin semua prosesnya transparan dan legal. Saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti istri saya lagi. Termasuk ibu saya sendiri."
Pengacara mengangguk mantap.
"Kami juga menyarankan untuk menyiapkan konferensi pers kecil, Pak Radit. Bukan untuk membela diri, tapi untuk memastikan publik tahu bahwa Anda bertindak di bawah hukum. Juga melindungi Bu Rumi dari segala macam komentar dan spekulasi pengguna sosial media."
Radit menarik napas panjang dan akhirnya mengangguk mantap.
"Dan mereka sudah mulai, Dit. Aku dapet kabar pagi ini, salah satu wartawan gosip udah nulis soal video itu. Cuma tinggal tunggu waktu," timpal Nauval dengan serius. Sejauh ini, ia memantau semua aktivitas sosial media dengan baik.
"Bagus. Biar mereka tahu siapa yang sebenarnya biadab."
Semua orang di ruangan itu saling tatap. Radit memutar cincin di jarinya, lalu melirik ke arah tangga, ke kamar Rumi.
"Dia harus tetap tenang. Jangan sampai tahu dulu hingga semua ini beres."
Wartawan berebutan ingin tahu sisi dari Radit Wijaya, CEO kaya raya dengan reputasi gemilang yang kini sedang jadi sorotan. Hingga akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu pun terjadi.
Radit berdiri tegak di hadapan puluhan wartawan. Di sampingnya, terlihat Reza dan Tania dari tim hukum juga Nauval selaku asisten pribadinya. Kamera menyala. Mikrofon siap merekam.
Wajah Radit tampak lebih tenang. Namun matanya masih menatap dengan tajam.
"Terima kasih sudah hadir. Hari ini, saya menyampaikan sikap resmi terkait video yang beredar. Istri saya, Rumi Wijaya, adalah korban intimidasi dan kekerasan verbal yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki hubungan dengan saya secara pribadi."
Semua wartawan mencatat cepat. Lampu kamera menyala.
"Saya telah menempuh jalur hukum atas pencemaran nama baik dan penyebaran data medis tanpa izin. Ini bukan hanya tentang kehormatan istri saya, tapi juga soal kemanusiaan."
Tiba-tiba Radit diam sebentar. Lalu, menatap ke kamera dengan ekspresi berat.
"Saya juga ingin mengungkap satu hal. Wanita yang selama ini dikenal publik sebagai ibu saya adalah bukan ibu kandung saya. Beliau adalah istri kedua ayah saya, yang saya panggil ‘mama’ sejak kecil karena saya menghargainya."
Ruangan konferensi pers langsung riuh. Wartawan terperangah.
Radit menatap lurus ke kamera. Suaranya rendah, tapi terdengar agak berat. "Saya mencintai beliau sebagai seorang anak. Tapi, saya tidak bisa membiarkan wanita yang saya hormati sejak kecil, berubah menjadi sosok yang menghancurkan kehidupan rumah tangga saya. Maafkan saya, tapi ini harus dihentikan."
Sementara di kediaman Bu Widya, wanita itu tampak pucat sambil menonton siaran langsung di televisi. Remote di tangannya jatuh. Reva yang berdiri di sampingnya, tak kalah panik.
"Dia ... dia serius, Tante? Dia beneran bawa ini ke hukum?!"
Bu Widya menggeleng, manik matanya menatap tak percaya. "Radit nggak akan tega. Dia anakku ... dia ...."
Bu Widya kehilangan kata. Saluran berita memberi judul, 'RADIT WIJAYA RESMI MELAPORKAN IBU TIRI DAN SEORANG MODEL BERNAMA REVA KE PIHAK BERWAJIB'.