yang Xian dan Zhong yao adalah 2 saudara beda ayah namun 1 ibu,.
kisah ini bermula dari bai hua yg transmigrasi ke tubuh Zhong yao dan mendapati ia masuk ke sebuah game, namun sialnya game telah berakhir, xiao yu pemeran utama wanita adalah ibunya dan adipati Xun adalah ayahnya,,.
ini mengesalkan ia pernah membaca sedikit bocoran di game love 2 dia adalah penjahat utama, ini tidak adil sama sekali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra geza alliif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bersama mu
"Ayo kita pulang dulu," ajak Lu Yu, suaranya datar namun lembut.
Zhong Yao menoleh pelan, masih sibuk merangkai benang-benang merah dalam pikirannya. Ia menyipitkan mata, lalu memajukan bibir bawahnya dengan ekspresi kesal seperti anak kecil yang diminta berhenti bermain. Lu Yu tersenyum tipis melihatnya — pria keras kepala ini memang merepotkan, tapi sejak awal, dialah yang meminta Zhong Yao kepada kaisar. Dan itu bukan permintaan kecil. Meminta Zhong Yao jauh lebih sulit daripada meminta anugerah pernikahan dari istana. Karena Zhong Yao bukan sembarang orang — dia adalah putra angkat Kaisar ke-9.
Sedangkan Lu Yu? Hanya seorang Marquis biasa.
"Aku ingin makan daging kambing bakar sore ini," gerutu Zhong Yao seperti mengalihkan pembicaraan.
Lu Yu tak menjawab, hanya menghela napas dan melangkah lebih dulu. Ia tahu Zhong Yao belum benar-benar ingin pulang. Dia memang pekerja keras, tapi tahu kapan harus merawat tubuhnya. Di sela pekerjaannya, ia membaca laporan dengan teliti dan memilahnya dengan cermat.
Tak lama, seorang penjaga menyeret Rong Yang — gadis kurir yang berhasil ditangkap — ke hadapan mereka.
"Apa kau yang mengirim topeng ke kediaman pengantin wanita itu?" tanya Guo Jia dengan sorot tajam.
"Ya, itu saya," jawab Rong Yang tenang, meski ada sedikit gugup di matanya.
"Siapa yang memerintahkanmu?" tanya Lu Yu lagi.
"Aku pelayan di kediaman Marquis Fu Chu Rong Yin. Tapi untuk tambahan biaya adikku sekolah, aku ambil kerja sambilan lewat biro pekerja paruh waktu. Dan... aku tergiur bayarannya untuk mengantar paket itu."
Lu Yu menatapnya tajam. Rong tampak gugup, tapi tak ada kebohongan dalam ucapannya.
"Han Muzi, bawa orang dari biro pekerja paruh waktu ke sini," titahnya.
Dalam waktu kurang dari dua dupa, seorang pria tua dari biro itu tiba. Ia ketakutan namun menjawab dengan jujur.
"Saya hanya tahu dia memakai topeng. Suaranya aneh... seperti dibuat-buat. Dan tubuhnya harum... aroma gojiberry."
Zhong Yao, yang menguping di balik dinding, langsung mengerti. Pelaku tidak membunuh langsung. Ia hanya menjadi fasilitator — mencari orang-orang yang punya motif pribadi untuk membunuh, dan melanjutkan aksinya melalui mereka. Tapi apa motif utamanya? Masih belum jelas.
---
Mega merah mulai merayapi langit saat matahari bersiap tenggelam. Kota mulai berdering riuh oleh suara pasar malam, burung-burung kembali ke sarang, dan Zhong Yao bersandar di dinding sambil menggigit rumput kecil di mulutnya.
Ia bosan menunggu, dan mulai dengan nakal menarik-narik ujung baju putih Lu Yu seperti anak kecil.
Lu Yu mendesah, tapi tersenyum. “Baiklah. Ayo kita pulang.”
Zhong Yao melompat kecil senang, namun menyadari Guo Jia belum ikut.
“Guo Jia, kenapa tidak ikut? Ayolah…” bujuknya.
“Aku harus menemani hakim muda. Maaf.” jawabnya.
Namun sebenarnya, itu bukan alasan utamanya. Tapi... kalian pasti tahu alasannya, bukan?
Zhong Yao dan Lu Yu berjalan memasuki keramaian kota Xi Zhou. Sore hari di kota itu selalu ramai, terkenal akan keindahan malam dan cahaya lentera yang memantul di jalan-jalan berbatu. Wisatawan dari berbagai negeri datang hanya untuk menikmati keindahannya.
"Goji berry banyak tumbuh di Yanchi... dan simbol giok itu juga dari sana," gumam Zhong Yao. Senyumnya pelan muncul — benang merah mulai menampakkan bentuknya.
Tak lama, mereka tiba di depan gerbang besar, megah, dan menakutkan dalam diamnya. Zhong Yao terhenti, menatapnya. Kepalanya mendadak berdenyut.
Itu rumahnya — kediaman yang ia beli sendiri.
Pelayan segera muncul.
"Tuan muda! Akhirnya Anda pulang juga... setelah empat bulan?" katanya terkejut.
"Aku...?" Zhong Yao bingung.
"Benar. Anda bilang kalau menghilang jangan dicari. Tapi beberapa hari lalu kami melihat Anda, jadi kami kira semuanya baik-baik saja."
Lu Yu terpaku. Ia tahu tempat ini — kediaman terkenal dengan arsitektur terindah di Xi Zhou. Ada rumor bahwa rumah ini milik “Tuan Persik Beraroma Teh.”
"Jangan-jangan... itu kamu, Zhong Yao?" tanyanya pelan.
Mereka masuk melewati gerbang. Di dalamnya, dunia lain terbentang. Pohon beringin tua berdiri megah, bonsai-bonsai menghiasi jalan setapak, dan kolam besar dengan ribuan ikan koi mengelilingi gazebo pusat. Keindahannya bahkan mengalahkan kediaman kaisar.
Zhong Yao duduk di taman, lelah namun tenang. Ia merebahkan diri di atas kasur empuk yang disiapkan pelayan. Lu Yu duduk di kursi menghadapnya, matanya tajam mengamati sekeliling.
Di salah satu sudut, ia melihat giok hijau dengan simbol ukiran rumit — sama dengan simbol kematian yang mereka selidiki. Diam-diam, ia menyelipkannya ke dalam jubahnya.
"Pelayan, siapkan daging kambing bakar dari restoran," perintah Lu Yu.
"Baik, Tuan," jawab pelayan sambil berlari.
Zhong Yao menatap langit, lalu tiba-tiba menatap Lu Yu. Jantungnya berdetak keras, matanya menyipit.
"Lu Yu-ge..." panggilnya lembut, sambil mengulurkan tangan.
Lu Yu menoleh, curiga. "Ada apa?"