Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
Audi berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya dengan teliti. Rambutnya yang panjang dan lembut tergerai di pundaknya, sementara wajahnya yang cantik dan berseri-seri memancarkan kepercayaan diri. Dia mengenakan gaun favoritnya, yang berwarna biru muda dan sesuai dengan warna matanya.
"Apakah langkahku menemui Bimo adalah yang terbaik?" tanya Audi pada dirinya sendiri.
Setelah puas dengan penampilannya, Audi mengambil dompet dan kunci motornya, lalu menuju ke pintu. Dia memilih menggunakan motor dari pada taksi karena takut pulang kemalaman dan tak ada taksi lagi.
Dia merasa sedikit gugup, karena akan bertemu dengan Bimo, suaminya yang telah ditinggalkannya beberapa waktu lalu. Audi tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi dia berharap bisa menyelesaikan semua tanpa harus lari lagi.
Orang yang lari dari masalah akan bertemu dengan maslah yang sama karena Tuhan menginginkan kita lebih kuat dari masalah. Masalah akan menjadi lebih besar jika kita melepas tanggung jawab.
Saat Audi tiba di kafe, dia melihat Bimo sudah menunggu di sana. Bimo terlihat sedikit gugup, tapi dia tersenyum saat melihat Audi. Gadis itu lalu membalas senyuman suaminya. Dadanya terasa bergemuruh dan berdetak lebih cepat.
"Audi, aku senang karena akhirnya kamu datang," kata Bimo dengan suara yang lembut.
"Bukankah aku yang sudah membuat janji, tak mungkin aku mengingkari!" ucap Audi.
Audi lalu memilih duduk dihadapan pria itu. Keduanya terlihat canggung. Mereka saling diam.
"Aku telah memikirkan banyak hal sejak kita berpisah. Aku sadar dengan semua kesalahanku. Aku minta maaf," kata Bimo.
Audi yang duduk di seberang Bimo, memandanginya dengan mata yang tajam. "Sekarang aku ingin tau, apa yang kamu inginkan, Bimo?" tanyanya dengan nada yang netral.
Bimo mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku ingin meminta maaf atas apa yang telah aku lakukan. Aku sadar bahwa aku telah menyakitimu, dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu."
Audi memandang Bimo dengan senyum miris mendengar kata maaf dari pria itu. "Apakah kamu pikir dengan kata maaf semua akan selesai?" tanya Audi.
Bimo menundukkan kepalanya, merasa bersalah. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi aku berharap kamu bisa memaafkan aku dan memberiku kesempatan kedua."
Audi terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Bimo. Dia bukannya dendam, jika tak memberikan kesempatan kedua untuk pria itu, tapi semua dilakukan demi kewarasan jiwanya.
"Aku sudah memaafkan'mu, Bimo." Audi bicara pelan, tapi masih dapat di dengar oleh Bimo. Pria itu jadi tersenyum mendengar jawaban dari istri sekaligus sahabatnya itu.
Bimo lalu meraih tangan Audi yang berada di atas meja, tapi di luar dugaan, gadis itu menghindar. Dia lalu tersenyum. Namun, Bimo tak membalas karena cukup terkejut atas penolakan istrinya tersebut.
"Audi ... Aku ingin kita memulai semua dari awal. Aku sudah tau jika semua yang pernah Rani katakan tentangmu itu tidak benar. Aku baru tau jika kamu tak seperti yang Rani katakan," ucap Bimo.
Audi kembali tersenyum. Dia menarik napas dalam. Sepertinya sedang merangkai kata yang tepat untuk mengatakan sesuatu.
"Jadi menurut kamu semua ini salah Rani? Dia yang telah berbohong?" tanya Audi.
Bimo mengangguk dengan mantap. Dia berharap Audi jadi percaya dengannya lagi. Dia juga berharap Audi bisa mengerti akan sikapnya selama ini.
"Bimo, siapa yang kamu kenal duluan, aku atau Rani?" tanya Audi.
Bimo yang mendapat pertanyaan itu jadi mengerutkan dahi. Kenapa Audi bertanya itu.
"Tentu saja kamu, Audi. Kenapa hal begitu masih kamu pertanyakan?" Bimo balik bertanya.
"Jika memang kamu lebih mengenalku, seharusnya kamu tau apa yang Rani katakan itu adalah kebohongan. Tapi kamu justru percaya dan menelannya mentah-mentah. Kamu seperti baru mengenalku. Jadi bagiku, walau Rani berbohong, kesalahan itu tetap pada dirimu. Kau tak pernah mengenal pribadiku. Jadi jangan pernah salahkan siapa-siapa. Semua kesalahanmu, Bimo!" seru Audi dengan penuh penekanan.
Bimo yang mendengar kata-kata dari Audi menjadi terdiam. Ada benarnya apa yang gadis itu katakan. Seharusnya, saat Rani mengatakan keburukan Audi, dia tak langsung percaya. Bukankah dia tahu gimana gadis itu. Tapi, karena mendengar cintanya ditolak, membuat dia marah dan sakit hati sehingga tak berpikir dalam bertindak dan bersikap.
"Maafkan aku, Audi. Kamu benar. Seharusnya aku tak mudah terprovokasi. Padahal aku telah mengenalmu cukup lama."
"Untuk itu aku ingin mengatakan jika aku mau kita bercerai saja. Kita tak cocok sebagai pasangan. Mungkin lebih baik kita hanya sebagai sahabat saja. Aku mau kamu segera tanda tangani surat gugatan cerai dariku."
Bimo terkejut dan tidak percaya saat Audi mengatakan bahwa dia ingin cerai. Dia merasa seperti disambar oleh petir, tidak bisa memproses apa yang baru saja dia dengar.
"Cerai?" kata Bimo dengan suara yang bergetar. "Apa maksudmu, Audi? Kamu tidak serius'kan dengan ini?"
Audi memandang Bimo dengan mata yang dingin dan tegas. "Aku sangat serius, Bimo. Aku tidak bisa lagi melanjutkan pernikahan ini setelah apa yang kamu lakukan. Aku merasa seperti tidak ada lagi yang bisa diselamatkan. Dari pada dilanjutkan, kita akan semakin saling menyakiti."
Bimo merasa seperti kehilangan kendali, tidak bisa menerima bahwa pernikahan mereka bisa berakhir seperti ini. Dia berpikir bahwa mereka bisa memperbaiki hubungan mereka, bahwa mereka bisa memulai kembali. Tapi sekarang, dia merasa seperti sudah terlambat.
"Tapi ... tapi aku sudah meminta maaf," kata Bimo dengan suara yang lemah. "Aku akan berusaha untuk memperbaiki kesalahan aku. Aku akan melakukan apa saja yang kamu inginkan. Apa itu tidak cukup untukmu?"
Audi menggelengkan kepalanya. "Maaf tidak cukup, Bimo. Aku perlu lebih dari itu. Aku perlu kepercayaan, kejujuran, dan komitmen. Dan aku tidak melihat itu dari kamu."
Bimo merasa seperti dihantam oleh kata-kata Audi. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan. Dia hanya bisa memandang Audi dengan mata yang penuh kesedihan dan kekecewaan. Dalam hatinya berkata, "Apakah semua harus diakhiri?"
lebih baik ma orang lain,ketimbang balikan ma kamu...buat apa pisah toh balikan lagi...pisah ya pisah,cari kebahagiaan masing masing
jangan mau balikan...
kemana harga dirimu,udah di hina hina,udah dicaci maki,dibuat seperti pembokat masiiih juga mau balikan...
haddeuh kamu terlalu berharga untuk laki2 seperti Bimo...