NovelToon NovelToon
Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: X-Lee

Di balik kebahagiaan yang ku rasakan bersamanya, tersembunyi kenyataan pahit yang tak pernah ku duga. Aku merasa istimewa, namun ternyata hanya salah satu dari sekian banyak di hatinya. Cinta yang ku kira tulus, nyatanya hanyalah bagian dari kebohongan yang menyakitkan.


Ardian memejamkan mata, napasnya berat. “Aku salah. Tapi aku masih mencintaimu.”


“Cinta?” Eva tertawa kecil, lebih mirip tangis yang ditahan. “Cinta seperti apa yang membuatku merasa sendirian setiap malam? Yang membuatku meragukan harga diriku sendiri? Cintamu .... cintamu telah membunuhku perlahan-lahan, hingga akhirnya aku mati rasa. Itukah yang kamu inginkan, Mas?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon X-Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Tamu Di Pagi Hari

Eva membuka matanya perlahan, seolah kelopak matanya terlalu berat untuk diangkat. Cahaya dari jendela yang membanjiri kamar membuatnya menyipit, dan segera kepala itu berdenyut hebat, seperti baru saja dihantam benda keras. Ia mengerang pelan, tubuhnya terasa kaku dan lelah, dan kesadarannya masih setengah melayang.

Pandangannya awalnya kabur, dunia seolah bergoyang di sekelilingnya, sebelum akhirnya fokus pada langit-langit kamar yang asing namun samar-samar dikenalnya. Ia mengerutkan kening, mencoba mencari kepingan-kepingan ingatan yang berserakan. Perlahan, seperti potongan puzzle yang disatukan, kesadaran itu datang—ia berada di rumah sahabatnya, Julia.

Keheningan di kamar itu pecah oleh suara lembut yang menenangkan.

"Eva, akhirnya kamu siuman."

Suara itu terdengar lega, nyaris bergetar. Eva menoleh perlahan, rasa sakit di lehernya membuatnya meringis kecil. Di ambang pintu, berdiri Julia, sahabat lamanya. Wajah Julia menampilkan campuran lega dan kekhawatiran yang dalam. Ia berjalan masuk dengan hati-hati, menutup pintu perlahan agar tak menimbulkan suara berisik. Di tangannya ada nampan kecil berisi semangkuk bubur hangat yang mengepul tipis dan segelas air putih.

Julia meletakkan nampan itu di meja kecil di samping tempat tidur, lalu menarik kursi mendekat. Ia duduk di sana, menatap Eva dengan tatapan penuh kasih sayang dan kecemasan.

"Kamu bikin aku khawatir, tahu," kata Julia, suaranya nyaris berbisik. Dengan gerakan alami, ia menyentuh dahi Eva, merasakan suhu tubuhnya. "Kamu pingsan di tengah hujan deras semalam. Tubuhmu udah basah kuyup... Untung saja Kak Arsen yang nemuin kamu, Eva. Dia yang bawa kamu pulang ke sini. Kalau enggak, entah apa yang bisa terjadi."

Eva mengerjap perlahan. Di balik kabut pikirannya, perlahan-lahan ingatan itu menyeruak. Ia ingat tubuhnya yang menggigil, kakinya yang lemas tak sanggup lagi menopang, suara panik seseorang yang berteriak memanggilnya, dan kehangatan lengan yang merengkuhnya sebelum semuanya menjadi gelap. Dan kini ia tahu, orang yang menyelamatkannya adalah Arsen, kakaknya Julia.

Tubuhnya masih terasa berat, namun ada kehangatan yang menenangkan mengalir dari kehadiran Julia di dekatnya. Keamanan, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

"Di mana Kak Arsen?" bisik Eva dengan suara serak, hampir tidak terdengar.

Julia tersenyum lembut, lalu mengambil sendok kecil, meraup bubur hangat, dan mengarahkannya ke mulut Eva. "Dia sedang berada di ruangan fitness, sebelumnya dia khawatir banget sama kamu. Apa jangan-jangan, kak Arsen suka kamu yaa?" ucap Julia sedikit bergurau , namun terselip sebuah harapan dalam kata-katanya itu.

Eva tertawa pelan, "Kamu konyol sekali, mana mungkin kakak mu suka aku. Aku ini masih istri orang." sahut Eva membalas gurauan sahabatnya

"Kalau kamu jadi janda, kamu mau sama dia?"

"Apa sih, Jul? Jangan bahas cinta deh."

"Julia, bukan Jul. Yasudah, sekarang, kamu makan dulu, ya. Setelah itu kita bisa ngobrol banyak."

Eva hanya bisa mengangguk pelan. Meski tubuhnya masih terasa kosong dan pikirannya penuh pertanyaan, ia tahu satu hal dengan pasti: saat ini ia berada di tempat yang aman, bersama seseorang yang tulus peduli padanya. Ia membuka mulut perlahan, menerima suapan bubur dari Julia, merasakan kehangatan makanan itu meresap dalam tubuhnya yang lemah.

Sambil makan perlahan, pikirannya masih berusaha merangkai hal yang terjadi. Dia masih ingat, jika sebelum nya dia berlari setelah berdebat hebat dengan suaminya. Sungguh sakit rasanya saat dia mengucap kata cerai. Dia sudah tidak sanggup lagi mempertahankan rumah tangga yang hambar itu. Apalagi, ucapan mama mertuanya yang terasa menikam jantung nya dengan tidak berperasaan.

***

Sementara itu, Ardian berdiri di depan cermin besar di rumahnya, rumah dia dengan Eva. Wajahnya pucat, mata merah karena kurang tidur. Ia tidak tidur semalaman. Pikirannya terus-menerus dipenuhi bayangan Eva—tatapan kecewanya, kata-katanya yang penuh kemarahan.

Ia memandang pantulan dirinya sendiri, bertanya dalam hati: "Apakah aku benar-benar pantas mendapatkan maafnya?"

Dia menggenggam rambutnya frustasi, memejamkan mata. Perasaan bersalah menusuk hatinya, meski di sudut lain dirinya berusaha menyangkal. Ia merasa tidak sepenuhnya bersalah. Bukankah semua ini terjadi karena Eva juga? Jika saja Eva mau memberikannya seorang anak, mungkin semuanya akan berbeda. Mungkin dia tidak akan menikahi Lisna secara diam-diam.

Tapi sekarang, kerusakan sudah terjadi. Eva mengetahui semuanya. Dan ia marah. Sangat marah.

Ardian menarik napas panjang, merasa sesak. Ia tahu ia harus mencari jalan untuk memperbaiki semuanya. Ia tidak bisa kehilangan Eva begitu saja. Ia butuh Eva. Ia butuh kehangatan, ketulusan, dan cinta yang hanya Eva yang bisa memberikannya.

Tangannya mengepal, dan dengan suara parau yang nyaris seperti janji pada dirinya sendiri, ia berbisik, "Jika aku menceraikan Lisna… mungkin Eva akan mau memaafkanku."

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa semuanya tidak akan semudah itu.

Tidak lagi.

Ponselnya berdering di meja, nama Lisna muncul di layar. Ardian mengabaikannya. Ia tidak ingin berbicara dengan Lisna sekarang. Yang ada dalam pikirannya hanya Eva.

Dengan langkah berat, ia mengambil kunci mobil dan jaket. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus bertemu Eva. Harus memohon maaf, harus memperbaiki semuanya—apapun caranya.

Meski hatinya tahu, mungkin Eva tidak akan pernah bisa melihatnya dengan cara yang sama lagi.

Dengan tekad rapuh namun membara, Ardian melangkah keluar, menuju hujan yang mulai turun lebih deras. Ia tidak peduli. Hanya ada satu tujuan di pikirannya:

Eva.

***

Arsen baru saja selesai berolahraga, tubuhnya masih terasa panas dan sedikit berkeringat. Ia menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya dengan handuk kecil. Setelah itu, ia mengambil sebotol minuman isotonik dari atas meja kecil di balkon dan meneguknya perlahan. Mata Arsen kemudian tertuju pada pemandangan pagi yang menenangkan — langit cerah berwarna biru pucat, burung-burung kecil beterbangan di kejauhan, dan udara segar mengalir sejuk, membelai wajahnya.

Dari lantai atas rumahnya yang megah, pandangan Arsen tiba-tiba tertarik pada sebuah pemandangan yang janggal. Di depan pagar rumahnya yang tinggi dan kokoh, seorang laki-laki tampak berdiri sambil berbicara dengan satpam. Gerak-geriknya tampak mendesak, tangannya beberapa kali menunjuk ke arah dalam rumah, seolah-olah memohon sesuatu.

Arsen memicingkan mata, berusaha mengenali sosok tersebut dari kejauhan. Butuh beberapa detik sebelum ia akhirnya sadar siapa laki-laki itu. Ardian Wicaksana — salah satu rekan bisnisnya. Seorang pria yang dikenal profesional, rapi, dan tidak sembarangan bertindak impulsif.

Kening Arsen berkerut dalam. Ada rasa heran sekaligus curiga yang perlahan tumbuh di benaknya. Untuk apa Ardian datang ke rumahnya pagi-pagi begini? Lebih aneh lagi, kenapa Ardian tidak menghubunginya terlebih dahulu seperti biasanya? Arsen tahu betul bahwa dirinya tidak pernah membuat janji temu dengan rekan bisnis di rumah, apalagi secara pribadi seperti ini.

Arsen menurunkan botol minumnya dan bersandar di pagar balkon, memperhatikan dengan lebih seksama. Satpam tampak ragu, menoleh ke arah rumah seakan meminta arahan. Ardian masih terus membujuk dengan sikap yang nyaris memaksa.

"Kenapa dia ke sini?" gumam Arsen pelan, rasa penasaran kini benar-benar menguasai pikirannya. Ada sesuatu yang tidak biasa. Apakah Ardian membawa kabar penting? Atau mungkin... masalah?

Tanpa pikir panjang, Arsen segera berbalik, menuruni tangga dengan langkah cepat. Ia harus segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Sementara itu, di depan pagar, Ardian menahan kegelisahan. Ia berharap, istrinya mau menemuinya.

Rasa keterkejutannya mencapai puncak saat ia melihat sosok Arsen berjalan keluar dari pintu utama, mendekat dengan ekspresi bertanya-tanya. Mata Ardian membelalak, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Pak Arsen?” Ardian berseru, setengah tak percaya. “Ini… rumah anda?”

Arsen berhenti beberapa langkah dari pagar, menyilangkan tangan di dada, memandang Ardian dengan alis terangkat. "Iya, Pak Ardian. Ini rumah saya. Anda kenapa bisa ada di sini?"

Ardian mengerjap beberapa kali, masih sulit memproses kenyataan ini. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Saya pikir... Saya ke rumah kerabatnya sahabat istri saya," kata Ardian gugup. "Saya enggak tahu kalau ternyata itu rumah anda."

Arsen mengerutkan kening, merasa kebingungan bertambah. "Sahabat istrimu? Siapa? Julia."

Sebelum Ardian sempat menjawab, suara lain terdengar dari dalam rumah, memperkeruh suasana pagi yang awalnya tenang.

"Untuk apa kamu ke sini?" seru Julia dari kejauhan, tatapannya tajam ke arah Ardian.

***

1
Nur Nuy
rasain suami penghianat , tunggu tanggal mainnya bakalan nyesel lu seumur hidup lepasin eva😡😏
Mardathun Shalehah: jangan lupa hadir yaa di persidangan/Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
kata nenek, bertengkar di pagi hari itu nggak bagus lho
Mardathun Shalehah: kalau malam bagus gak 🤧🤣
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
ish aku paling benci kalau macet apalagi kalau pakai mobil manual, hmm, capek banget dan bikin esmosi, eh emosi
Mardathun Shalehah: sabar 🤧🤣
total 1 replies
Nur Nuy
sabar eva sabarr hempaskan penghianat itu
Mardathun Shalehah: buset dah 🤣🤣
Nur Nuy: ke kandang singa author 🤣🤣🤣
total 3 replies
Nur Nuy
tidak semudah itu fer Ferguso
Mardathun Shalehah: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
Mardathun Shalehah: /Joyful//Facepalm/
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
iya tega banget ish!
Mardathun Shalehah: sabar /Joyful//Shy/
total 1 replies
Nur Nuy
semangat eva ayo kamu bangkit lupakan penghianat itu
Mardathun Shalehah: semangat ❤️
total 1 replies
yuni ati
Keren
Mardathun Shalehah: makasih kk ❤️
total 1 replies
Nur Nuy
lanjutkan
Mardathun Shalehah: oke ❤️
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
keren narasinya 🥰
Mardathun Shalehah: Makasih kak 🥰
total 1 replies
Nur Nuy
yaampun kasian banget eva nya, sedih banget lanjutkan Thor seru
Mardathun Shalehah: Makasih dukungan nya kk ❤️
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍 salam kenal 🙏
Mardathun Shalehah: Salam kenal juga kak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!