"Nikah Dadakan"
Itulah yang tengah di alami oleh seorang gadis yang kerap di sapa Murni itu. Hanya karena terjebak dalam sebuah kesalahpahaman yang tak bisa dibantah, membuat Murni terpaksa menikah dengan seorang pria asing, tanpa tahu identitas bahkan nama pria yang berakhir menjadi suaminya itu.
Apakah ini takdir yang terselip berkah? Atau justru awal dari serangkaian luka?
Bagaimana kehidupan pernikahan yang tanpa diminta itu? Mampukan pasangan tersebut mempertahankan pernikahan mereka atau justru malah mengakhiri ikatan hubungan tersebut?
Cerita ini lahir dari rasa penasaran sang penulis tentang pernikahan yang hadir bukan dari cinta, tapi karena keadaan. Happy reading dan semoga para readers suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bantuan
Begitu Jonathan masuk, ia langsung membanting pintu, dan menguncinya cepat dengan satu sentakan paksa.
"Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Leyla dengan suara penuh kecemasan, sambil memeluk Murni yang tubuhnya masih bergetar hebat.
Murni menggigit bibir bawahnya, dengan tatapan kosong menatap lututnya sendiri, seolah menolak kenyataan yang ada. Begitu juga dengan reaksi tubuhnya yang seakan menolak perintah otaknya untuk tenang.
"I'm okay," jawab Jonathan sambil mengawasi sekeliling lewat jendela mobil yang sudah ditutup rapat, suaranya terdengar tegang dan waspada.
Tanpa membuang waktu, Kaan, segera menancap gas. Ban mobil mencabik kerikil kasar di jalanan tanah, menciptakan suara gesekan tajam saat mereka melesat pergi, menggetarkan tubuh mereka yang belum sempat stabil.
DOR! DOR!
Lagi-lagi suara tembakan terdengar, memekakkan telinga. Getarannya seakan merambat lewat ban mobil dan naik ke tulang-tulang mereka. Dentuman peluru yang mengenai bagian belakang mobil membuat seluruh kabin bergidik, meninggalkan jejak ketakutan di dalam hati.
Jonathan, dengan cepat, berpindah dari kursi belakang ke kursi depan di sebelah Kaan. Gerakannya cepat, tangannya menahan dasbor untuk tetap seimbang di tengah goncangan mobil yang melewati batu-batu kasar.
"Murni, tenanglah." Bisik Leyla, suaranya selembut belaian saat ia mengelus rambut gadis itu.
"Semua akan baik-baik saja, ibu janji..."
Namun Murni tetap membeku dalam ketakutannya.
Seluruh tubuhnya terasa dingin, keringat dingin membasahi tengkuknya. Tak pernah sekalipun dalam hidupnya ia membayangkan mengalami kejadian seperti ini. Setiap suara tembakan menancap di benaknya, mengikis rasa aman yang selama ini ia kenal.
Mobil melaju kencang. Jalan sempit dan bergelombang tak lagi jadi halangan. Kaan mencengkeram setir erat, wajahnya menegang. Guncangan keras membuat tubuh mereka terayun ke depan dan belakang, namun tak ada satu pun dari mereka yang bersuara.
Gigi Kaan bergemeletuk, bukan karena dingin, tapi karena amarah dan rasa gagal yang menghantam benaknya.
"Aku sudah menghitung semuanya. Semua titik. Semua jalur. Tapi bagaimana bisa mereka tahu?!"
Jonathan memutar wajahnya ke arah Kaan, sorot matanya tajam, penuh tekanan. "How the hell did they find us?!"
(Bagaimana bisa mereka menemukan kita?!)
Suara itu memecah ruang. Kepanikan menggantung di udara seperti kabut pekat.
Kaan menjawab tanpa menoleh, sorot matanya tetap pada jalan berliku yang kini berubah menjadi jalur pelarian.
"I don't know," suaranya dalam dan pendek. "I planned everything. I made sure no one could trace us. I don't know how they found out."
(Aku sudah merencanakannya dengan baik. Aku pastikan tidak ada yang bisa melacak kita. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa tahu.)
Hening membungkus mereka dengan suasana berat yang nyaris menyesakkan.
Hingga-
TRINGG... TRINGG...
Deru nada dering mengiris keheningan. Suara sederhana itu kini terasa seperti peringatan.
Dengan satu gerakan cepat, Kaan merogoh saku celananya, menarik ponsel tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.
Layarnya ponselnya menyala, dengan menunjukkan nama kontak yang tertera:
Savielda.
Mata Kaan menyipit ketika menatap nama orang yang menelponnya. Tanpa ragu, ia menggeser tombol hijau panggilan.
"Speak." Katanya singkat, nyaris seperti perintah.
Tiba-tiba terdengar suara wanita dari ponsel Kaan, nadanya tajam dan cepat.
"You’ve got four on your tail! I’m heading your way now!"
(Ada empat orang yang mengejar mu! Aku sedang menuju ke arahmu sekarang!)
Tanpa membuang waktu, Kaan menekan pedal gas lebih dalam. Jalanan berbatu itu beruntungnya masih sepi, memberi celah untuk mobilnya melaju kencang tanpa hambatan.
Dari kaca spion samping, Kaan bisa melihat tiga sosok berpakaian serba hitam dan mengenakan helm, mengendarai motor trail jenis kendaraan yang memang ideal untuk menembus jalur-jalur tak bersahabat seperti hutan itu.
Mobil terus melaju kencang, mengguncang penumpangnya seiring roda menghantam batu-batu kecil. Dari kejauhan di depan sana, Kaan melihat sosok lain di di atas motor sport KTM Enduro 390, bergerak cepat dan melaju ke arah mereka dari sisi berlawanan.
Sosok itu semakin mendekat, dan-
DOR! DOR!
Terdengar suara tembakan, kali ini bukan dari musuh. Letusannya datang dari arah sosok bermotor itu. Ia melaju cepat, melampaui mobil Kaan, lalu dalam manuver tajam, ia memiringkan motornya secara ekstrem hingga hampir menyentuh tanah.
Dengan gerakan yang terlatih, sosok itu melompat dari motornya dalam kecepatan tinggi.
Motor yang dilepaskan tetap melaju, seperti proyektil liar yang langsung menabrak tiga motor musuh sekaligus.
BRAKK!!
Tabrakan keras terjadi. Dua motor musuh terguling tak beraturan, dan pengendaranya terpental ke semak belukar. Dua helm musuh terpental, memperlihatkan wajah mereka yang panik dan penuh amarah.
Tanpa membuang waktu, sosok yang melompat jatuh dari motornya itu adalah seorang wanita dengan jaket kulit gelap dan senjata di tangan kanannya segera bangkit dan langsung menodongkan pistolnya.
DOR!
Satu peluru tepat menghantam dahi musuh pertama. Membuatnya jatuh seketika.
DOR!
Peluru kedua kembali diluncurkan dan bersarang tepat di dahi musuh kedua, yang dalam beberapa detik langsung menghentikan gerakannya untuk selamanya.
Sampai akhirnya tersisa satu orang lagi. Ia mencoba melawan, meski tangannya gemetar. Beberapa tembakannya melesat sembarangan, yang hanya mengenai batang pohon dan tanah kosong saja.
Namun wanita itu tetap tenang. Ia mengangkat senjatanya dan dalam sekali tarikan-
DOR!
Satu tembakan telak menembus dada musuh terakhir, peluru terakhirnya berhasil menancap di jantung musuh. Tubuh pria itu seketika terhuyung ke belakang dan roboh tanpa suara.
Namun ternyata pertarungan masih belum selesai.
Dari kejauhan, suara motor lain terdengar. Seorang pemotor lain dari pihak musuh datang dengan kecepatan tinggi, hendak membalas.
Wanita itu menghela napas cepat, ketika sadar kalau peluru di senjatanya habis. Dengan gerakan cepat, ia menarik pistol cadangan dari saku jaketnya dan membidik ban depan pemotor itu.
DOR!
Peluru menembus ban, memicu ledakan kecil saat ban pecah menghantam batu tajam.
DUARR!!
Motor terguling, membuat pengendaranya terlempar keras ke tanah.
Tanpa membuang waktu sedikitpun, wanita itu berlari mendekati tubuh musuh yang tergeletak di dekat motor yang kini bocor bensinnya.
Ia membidik ke arah tumpahan bensin itu dan-
DOR!
Letusan kecil dalam sekejap berubah menjadi luapan api yang besar, akibat dipicu oleh tumpahan bensin tersebut.
BUUUMM!!
Ledakan dahsyat terjadi, mengguncang udara sekitarnya. Api membumbung tinggi, menelan tubuh musuh terakhir dalam kobaran merah-oranye.
Menciptakan kepulan asap hitam yang membumbung tinggi menghiasi langit hutan.
Wanita itu tampak tidak takut maupun merasa bersalah setelah menewaskan empat orang sendirian. Ia segera mengeluarkan ponselnya, yang sekilas terlihat seperti ponsel jadul, tapi logo kecil Vertu yang terukir halus di bodinya memperjelas kelasnya.
Sementara itu, Kaan yang tadi melajukan mobilnya kini menghentikan kendaraannya secara mendadak. Matanya menatap tajam kaca spion samping, menyaksikan kekacauan yang baru saja terjadi di belakang mereka.
Asap masih mengepul, dan terlihat dari kejauhan motor-motor musuh tergeletak tak karuan, dan satu sosok wanita masih berdiri tegak, dikelilingi jejak kehancuran yang ia timbulkan.
Tiba-tiba ponsel Kaan berdering. Nama kontak yang seperti sebelumnya terpampang jelas di layar ponselnya.
Kaan segera mengeluarkan ponselnya, lalu menggeser layar ke tombol hijau.
"What is it?" Tanyanya cepat.
(Ada apa?)
Suara seorang wanita terdengar jelas di seberang.
"I need a pickup." Katanya, singkat.
(Aku butuh jemputan.)
"Stay there." Kaan menjawab tegas, lalu memutuskan panggilan secara sepihak.
(Tunggu disana)
Tanpa banyak bicara, ia menyetel mobilnya dan memundurkan kendaraannya dengan cepat, kembali ke jalan tempat si wanita berada.
Tak lama kemudian, mobil berhenti tepat di hadapan wanita yang masih mengenakan helm full-face itu. Kaan segera menekan tombol untuk membuka kunci pintu penumpang.
Wanita itupun masuk dan duduk di samping Leyla serta Murni. Ia segera menutup pintu dan mobil kembali melaju maju.
Dalam keheningan singkat, wanita itu melepaskan helmnya. Rambut pirangnya yang panjang langsung terurai keluar, memantulkan cahaya yang membuat penampilan terlihat mencolok. Fitur wajahnya tegas dan cantik, kombinasi yang membuat Murni sempat tertegun saat meliriknya.
Dengan nada santai, gadis itu membuka mulutnya dan berkata dalam bahasa Inggris,
"You owe me a new bike."
(Kau berutang motor baru padaku.)
Kaan menjawab tanpa menoleh juga dalam bahasa Inggris, "Fine, I'll get you one."
(Baiklah, akan ku ganti yang baru)
Mendadak ayah Kaan angkat suara. "Who's going to clean up the mess on the street earlier? What if the authorities saw all that?"
(Siapa yang akan membereskan kekacauan di jalan tadi? Bagaimana kalau pihak berwenang melihat semua itu?)
Wanita itu melirik sekilas melalui kaca spion, lalu menjawab tenang, "My people are already on it."
(Orang-orangku akan mengurusnya.)
Mobil terus melaju, menembus jalanan malam yang masih jauh dari hiruk pikuk kota.
ga cocok msk ke circle kaan. 😅😅😅
aq plg ga suka sm tokoh pajangan yg bermodal baik hati & cantik aja tp ga pny kontribusi apa2 di alur cerita. 🤣🤣🤣