Gara-gara Kepergok Pak Ustadz
"Mur, tolong mbok angkat nasi ini." Pinta seorang ibu-ibu yang tengah kesusahan mengangkat termos nasi besar sendirian.
Dengan sigap, seorang gadis langsung melangkah cepat dan membantu ibu tersebut mengangkat termos nasi ke tempat prasmanan bagian nasi dan lauk.
"Makasih yo mur." Ucap ibu itu sambil mencubit gemas lengan gadis itu.
"Iye, sama-sama bu." Balas Murni sembari tersenyum.
"Mur! Murni, tolong bantu ambil tetelan di tempat masak!"
Tiba-tiba suara ibu-ibu lain memanggilnya, membuat gadis bernama Murni itu segera pergi ke dapur, tempat di mana orang-orang memasak makanan untuk acara nikahan di sana.
.
.
.
Di dalam dapur, tampak sangat ramai dipenuhi oleh ibu-ibu yang tengah sibuk memasak maupun memotong bahan makanan, berbagai macam lauk pauk tertata di dalam baskom kecil yang tersusun rapi, siap diantarkan ke bagian prasmanan, disertai suara ricuh obrolan antara ibu-ibu dan suara riuh orang-orang memasak.
"Eh, Murni!" Ucap seorang wanita muda.
Menepuk pundak Murni yang tengah berjalan perlahan melewati berbagai macam perabotan dan lauk-pauk yang tertata rapi, menyempitkan pergerakannya di sana.
"Mbak Rita." Ucap Murni sambil menundukkan kepalanya sejenak dan tersenyum.
"Mau kemana, Mur?"
"Aku mau ngambil tetelan, mbak, tadi disuruh sama Mak Edot." Jawabnya.
"Duluan ya, mbak." Pamitnya, langsung masuk lebih dalam ke dapur.
Tak berapa lama, Murni akhirnya keluar dari dalam dapur sambil membawa mangkuk kaca besar berisi tetelan.
"Murni!" Panggil seseorang, membuat Murni menoleh ke samping.
Di sana, Mbak Rita muncul, sembari menggendong putranya yang masih kecil.
Wanita bernama Rita itu mendekati Murni, "Mur, nanti selesai nganter tetelannya, tolong jagain Arhan ya."
"Mbak mau mandi, dari pagi nggak sempat mandi." Timpalnya sembari berbisik di telinga Murni.
Murni mengangguk, "Iya Mbak, selesai ini ya." Jelas Murni.
Setelah Murni berlalu, Rita malah menyuruh putranya yang sudah bisa berjalan itu mengikuti Murni. Dengan tertatih-tatih, anak kecil berumur dua tahun itu pun berjalan pelan melewati orang-orang untuk mengejar Murni.
"Nah, untung cepat." Ujar Mak Edot, mengambil alih mangkuk berisi tetelan untuk campuran prasmanan kwetiau goreng.
"Habis ini, ke toko ya Mur, beliin daun seledri." Pintanya lagi.
"Tapi Mak, bukannya daun seledri ada di dapur?" Tanya Murni.
Mak Edot tampak memasang ekspresi kesal, tapi bukan karena pertanyaan Murni, melainkan karena keadaan.
"Itulah, Mur, kulkas di sini rusak, sampai bikin seledri-nya layu." Dia menatap Murni dengan serius. "Nanti beli ya."
"Tapi Mak aku-"
"Ah, nggak jauh, bah Mur. Pakai motor kan bisa." Potong Mak Edot.
"Iya, mak." Balas Murni sembari menghela nafas panjang.
Lalu dia pun berbalik untuk meminjam motor orang untuk ke pasar.
Namun tiba-tiba, ia bertemu dengan Arhan yang sudah memeluk kakinya.
"Arhan.." Murni berjongkok dan menggendong tubuh anak kecil itu.
"Mana ibu kamu?" Tanya Murni, sedikit heran.
"Mamama, mandi." Ucap Arhan dengan suara cadel-nya.
Murni pun teringat dengan permintaan Mbak Rita. Sekali lagi ia menghela nafas, padahal ia seharusnya pergi ke pasar, tapi ia juga tidak mungkin meninggalkan Arhan dengan orang lain, karena Arhan itu suka rewel dan hanya mau dengan orang-orang tertentu saja, termasuk Murni sendiri.
Murni mencoba meminta bantuan remaja lain yang ada di sana. Namun, mereka semua menolak dengan alasan mereka sudah cantik dan cetar membahana untuk bersua foto dengan pengantin.
Murni tampak kesusahan. Padahal ia adalah tamu di acara pernikahan temannya itu juga, namun sayangnya ia malah jadi banyak disuruh-suruh sama ibu-ibu. Padahal gadis-gadis lain yang seusianya banyak di sana, tapi cuma Murni yang disuruh.
"Aahhk! Arhan, jangan tarik rambut kakak." Ucap Murni, melepaskan tangan Arhan yang menarik rambutnya.
Akhirnya, anak kecil itu melepaskan cengkraman nya ketika perhatiannya teralihkan ke hal lain.
Murni menghela nafas. Ia bahkan tidak sempat berdandan dan mengenakan gamis cantik serta pashmina yang sudah ia beli. Sekarang, ia hanya mengenakan gamis biasa dengan rambut yang diikat asal.
Sejak pagi ia sudah disibukkan dengan berbagai macam bantuan dari orang-orang. Murni ingin menolak, tapi ia tidak nyaman, apalagi kalau yang meminta bantuan itu orang tua.
"Mur! Murni!"
Ketika Murni hendak turun dari tenda acara, tiba-tiba seseorang memanggil namanya.
Murni berbalik dan mencari sumber suara itu, hingga akhirnya matanya menangkap sosok gadis lain yang sudah berdiri di samping mempelai wanita di atas pelaminan.
Gadis itu menyuruhnya mendekat, membuat Murni pun naik ke atas pelaminan.
"Napa, Ri?" Tanya Murni sambil mengencangkan gendongan Arhan di tubuhnya.
"Yuk foto, kita foto bareng mbak Ayu, kapan lagi kan?" Ujar gadis bernama Ria itu dengan senyum lebar.
"Bisa nanti nggak, Ri? Aku belum dandan, belum pakai gamis cantik pula." Jawab Murni, merasa agak canggung.
"Ya nggak apa-apa, Mur, kapan lagi kita foto rame-rame? Ayok lah." Ajak Ria, sambil mendekat dan berbisik di telinga Murni.
"Terlanjur kita bisa foto bareng kawan-kawannya Bang Rian, ganteng-ganteng,Mur." Ucapnya dengan nada centil saat menyebut kata 'ganteng'.
Murni sebenarnya masih ingin menolak, tapi tiba-tiba cowok-cowok dan gadis-gadis di sana sudah mulai naik ke pelaminan.
Murni hendak turun, namun tangannya sudah dicekal oleh Ria.
"Ayolah, Mur, kapan lagi kita bisa foto bareng? Aku habis ini langsung mau keluar desa, lusa aku kerja."
"Tapi aku sedang gendong anak kecil, Ri." Ujarnya, sambil menunjukkan Arhan yang tengah digendongnya.
"Bang! Bang! Bang!" Teriak Ria dengan ceria, memanggil pemuda yang sedang lewat. "Bisa tolong gendong anak kecilnya sebentar?"
"Oh iya," jawab pemuda itu, setuju.
Mau tidak mau, Murni pun menyerahkan tubuh Arhan ke pemuda itu, atas suruhan Ria.
Lalu mereka pun mulai berdiri tegak, mencari posisi yang pas untuk berfoto.
Murni merasa tidak nyaman dengan penampilannya yang lebih mirip ibu-ibu, apalagi melihat teman-temannya yang tampak modis dan rapi dengan pakaian mereka.
Akhirnya, Murni pun ikut berfoto bersama, meskipun hatinya masih merasa sedikit canggung dengan situasi tersebut.
.
.
.
Hingga akhirnya sesi foto bersama pun selesai.
"Ri, aku duluan ya." Murni tersenyum kecil sambil merapikan gamisnya yang sedikit berantakan.
"Eh, bentar Mur, nggak mau ngobrol dulu?" Ria menahan lengannya sebentar.
"Maaf Ri, aku harus balik. Arhan juga udah sama ibunya lagi," jawab Murni.
Matanya kini melirik ke arah Mbak Rita yang berdiri tak jauh dari sana, sembari mengambil alih gendongan Arhan yang sudah menangis karena menolak digendong oleh pemuda itu.
Ria mengikuti arah pandangan Murni dan langsung terkejut melihat wajah jutek Mbak Rita.
"Waduh! Mbak Rita kayaknya kesel tuh Mur."
Murni hanya tersenyum kecut.
"Iya nih, aku harus buru-buru jelasin ke Mbak Rita sebelum tambah panjang urusannya. Aku duluan ya, Ri."
"Oke, hati-hati Mur!"
Murni pun segera berbalik, hendak turun dari pelaminan, tapi saat itulah matanya bertemu tatap dengan sosok Mbak Rita yang sudah menggendong Arhan, menatapnya dengan raut wajah kesal.
Murni sudah bisa menebak bahwa Mbak Rita pasti marah karena ia tidak becus menjaga Arhan. Tanpa menunggu lebih lama, ia mempercepat langkahnya, bersamaan dengan para pemuda dan gadis lain yang juga hendak turun dari pelaminan.
Namun, di tengah keramaian itu-
Tap!
Ujung gamisnya tiba-tiba diinjak oleh seseorang yang berjalan di belakangnya. Membuat keseimbangan tubuhnya goyah dan-
Brukk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
AravZA
pernah di posisi serupa, yang lainnya pada ganteng-ganteng, cantik-cantik, rapih, cakep. lah aku, kaya ondel-ondel... sialan. mana di simpan di album lagi.
2025-04-11
1
AravZA
ma nya kebanyakan dek😂
2025-04-11
1
Nar Sih
mampir kakk
2025-04-18
1