NovelToon NovelToon
Diam-diam Cinta

Diam-diam Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Lari Saat Hamil / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.

Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.

Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

"Tidak mau!" gumam Mia, membalikkan tubuhnya.

Jika mengingat interaksi antara Rafa dan Dina tadi, hatinya terasa memanas.

"Mau makan sendiri? Aku simpan di sini ya," bujuk Rafa masih dengan kelembutan yang sama.

"Aku tidak mau makan!"

Rafa terdiam sejenak menatap punggung wanita itu, kemudian menghela napas pelan. Pesan dokter di rumah sakit tadi masih terbayang.

Bahwa lonjakan hormon sangat memengaruhi mood ibu hamil muda. Kadang bisa marah dan menangis di saat bersamaan.

"Mia, aku tahu kamu belum bisa menerima semua ini. Aku minta maaf, ini salahku. Seharusnya aku bisa menjaga kamu."

"Kamu boleh menghukum aku, apa saja. Bahkan, kalau pun kamu memintaku pergi untuk selamanya dari hidup kamu, aku akan lakukan untuk kamu."

"Tapi, tolong jaga dia. Kasihan bayinya. Bagaimana dia bisa dapat nutrisi kalau Ibunya tidak makan?"

Bujukan Rafa itu berhasil mengalirkan bulir-bulir bening di sudut mata Mia.

Entahlah, ia merasa aneh. Kecewa dan benci, tapi hati kecilnya berkata lain.

"Tinggalkan aku! Sana pergi sama Kak Dina!" ucap Mia.

Rafa tersentak, sorot matanya bertanya-tanya bagaimana Mia tahu tentang Dina. Bahkan Mia tak berada di acara bazar amal tadi.

"Dina?"

"Iya, kamu suka dia, kan?"

Rafa kembali tercenung. Melongo dan tak tahu harus berkata apa. Tuduhan Mia itu membuatnya benar-benar bingung.

"Tidak!" jawab Rafa polos, masih dengan pikiran mengambang.

Mia bangkit. Menimpuk kepala Rafa dengan bantal.

"Dia cantik, badannya bagus, idola kampus, dia populer. Laki-laki mana yang tidak suka dia! Tinggalkan aku dan pergi sama dia!"

Rafa menggaruk kepala dengan meletakkan bantal yang dilempar Mia ke pangkuannya. Bingung harus berbuat apa.

"Aku hanya jadi panitia bazar sama dia. Tidak lebih."

"Aku tidak tanya!" balas Mia. Mengusap sisa-sisa lelehan air mata.

Rafa menerbitkan senyum getir. Semakin bingung. "Ya sudah, makan saja dulu ya. Habis makan baru aku pergi."

Ia kembali meraih piring. Tiba-tiba saja mata Mia kembali berkaca-kaca.

Memeluk bantal di pangkuannya dan menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Kembali terisak.

"Kenapa kamu membuat aku hamil? Aku tidak mau jadi Ibu," ucapnya lirih.

Tangan Rafa mengulur, membelai rambut panjang wanita itu.

"Jangan sentuh aku!" jeritnya menepis tangan sang suami.

"Oke aku tidak sentuh." Ia mencoba mengalah. "Aku juga tidak mau kejadiannya seperti ini. Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku minta maaf."

"Aku minta diantar pulang, kenapa Kak Rafa bawa aku ke kamar? Aku sempat nolak kenapa Kak Rafa malah sentuh aku?"

Tak ada jawaban dari Rafa atas pertanyaan itu. Rasa bersalah pun kembali menyusup ke hati.

"Aku malu sama semua orang. Malu sama Ayah dan Bunda, malu sama Papa dan Mama, malu sama Kakak, Adik-adikku." Mia kembali terisak-isak.

Membuat Rafa merasa tak tega. Dalam hitungan detik ia langsung mendekap wanita itu. Tak peduli meskipun Mia terus memberontak dan memukul-mukul dadanya.

Hingga Mia tak lagi melakukan perlawanan selain bersandar di dadanya. Perlahan tangisnya terhenti dan menyisakan suara sesegukan.

Airin yang sejak tadi berada di ambang pintu kamar hanya menatap keduanya dengan perasaan sedih.

"Mia kenapa?" bisik Gilang membuat Airin spontan menoleh. Suaminya baru kembali dari kantor.

"Dia sangat terpukul setelah tahu hamil, Mas," ucap Airin lirih. "Kasihan mereka. Pasti ini ujian berat untuk Rafa."

Gilang menatap ke dalam kamar dan melihat Rafa berusaha menenangkan putrinya dengan memeluk.

"Ya, aku tahu. Semoga dia bisa sabar menghadapi Mia." Ia merangkul bahu istrinya, sudut bibirnya melengkung tipis. "Ayo kita bicara di kamar. Biarkan Rafa yang bujuk istrinya."

Airin mengangguk. Keduanya saling merangkul dan kembali ke kamar.

Sementara di dalam, Rafa masih belum melepas Mia. Ia menyandarkan wanita itu di dadanya.

Memeluk erat. Hingga suara sesegukan perlahan mulai menghilang. Berganti dengan hembusan napas yang teratur.

Rafa mendesah panjang. Pelan-pelan membaringkan istrinya yang mulai terpejam.

Ujung jemarinya mengusap sisa-sisa air mata. Menatap wajahnya dalam-dalam.

"Aku minta maaf sudah menghancurkan kamu. Andai kamu tahu betapa berharganya kamu untukku," bisiknya pelan.

Membungkukkan kepala dan mencium kening. Sangat hati-hati agar Mia tak terbangun.

"Aku sayang kamu, Mia."

Tangan lelaki kemudian bergerak ke bawah, lalu mengusap perut yang masih rata. Tersenyum dengan mata berkilat.

"Nak, maafkan Ayah, ya. Kamu yang kuat. Jangan suka ngambek, kasihan Bundanya."

Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu, Rafa mencium perut, mengusapnya lembut.

Rafa sama sekali tidak bergerak. Khawatir jika Mia terbangun dan melihatnya masih berada di kamar itu, ia mungkin akan marah lagi.

Sebelum beranjak, ia membelai rambut wanita itu, mengecup kening dengan sangat hati-hati.

Lalu, perlahan memindahkan tangan Mia yang berada tepat di atas dadanya, menggeser kepala yang bersandar pada bahunya.

Sangat pelan dan hati-hati agar wanita itu tidak terbangun.

"Pegal juga," gumamnya pelan sambil merenggangkan otot-otot.

Posisi Mia yang memeluknya tadi membuatnya kesulitan bergerak.

Menghela napas, ia melirik menu di meja yang sama sekali belum disentuh oleh Mia sebab ia menolak untuk makan. Malah ketiduran setelah lelah menangis.

Rafa kembali duduk di ujung tempat tidur. Menyantap makanan yang sebenarnya sudah dingin agar tidak mubazir.

Kemudian keluar kamar dengan membawa piring bekas makan ke dapur.

Mencucinya.

"Tidak menginap saja, Raf?" tanya Gilang saat menantunya melintas di ruang keluarga. Rafa berhenti sejenak dan ikut duduk di sana.

"Takut Mia marah," jawabnya, mengulas senyum tipis.

"Dia sudah tidur?"

Rafa mengangguk. "Sudah. Tapi belum makan. Takut dia sakit karena tidak mau makan."

"Biar nanti dibujuk sama Bunda."

"Iya, Ayah."

Gilang memandang Rafa dengan senyum tipis, melihat kesabaran Rafa dalam menghadapi Mia tentu membuatnya merasa beruntung.

Setidaknya, putri satu-satunya jatuh ke tangan lelaki yang tepat.

"Banyak-banyak sabar menghadapi Mia. Dia butuh waktu lebih banyak untuk memahami semuanya."

"Tidak apa-apa, Ayah. Wajar kalau Mia marah dan membenci aku."

Rafa paham keadaan Mia sekarang. Ia tertekan dan terpukul karena kejadian di vila.

Belum lagi karena belum bisa melupakan perasaannya terhadap Raka, sosok lelaki yang mengisi hatinya sejak lama.

"Perlahan Mia akan bisa menerima semuanya," ucap Gilang. "Hanya butuh sedikit waktu."

"Iya, Ayah. Aku mengerti."

Gilang menghela napas.

"Masalahnya sekarang Mia dalam keadaan hamil. Pernikahan kalian harus segera diumumkan. Jangan sampai timbul fitnah."

"Tapi pelaku penjebakan di vila belum ketahuan."

"Itulah. Pelakunya sama sekali tidak meninggalkan jejak. Kita belum tahu apa tujuannya melakukan itu."

"Ayah masih terus menyelidikinya," ucap Rafa membuat Gilang mengangguk.

Setelah berbincang sebentar, Rafa akhirnya berpamitan pulang. Berkendara dengan motornya menuju rumah.

Namun, saat tiba di rumah, ia harus dikejutkan dengan keberadaan Dina di ruang tamu yang sedang berbicara dengan ibunya.

"Assalamualaikum, Bu," ucap Rafa sesaat setelah masuk ke rumah.

Ia duduk di kursi, melepas sepatu dan meletakkannya di rak.

"Walaikumsalam. Kenapa baru pulang?" tanya Rina, tersenyum saat Rafa mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya.

"Ada urusan di luar, Bu," jawabnya tanpa melirik Dina sama sekali.

Matanya tertuju pada meja, di mana sebuah paper bag yang ditebaknya sebuah hadiah yang diberikan Dina pada ibunya.

"Maaf ya, Raf. Aku tidak bilang kalau mau ke sini. Mau ketemu Ibu untuk kasih titipan dari Mamiku yang baru pulang dari luar negeri."

Rafa mengangguk.

"Silahkan, tidak apa-apa," ujarnya lalu, hendak beranjak dari ruang tamu, namun Dina kembali memanggil.

"Setidaknya duduk dulu di sini."

"Bukannya kamu ke sini karena ada urusan dengan Ibuku?" ucapnya datar dengan sebelah alis terangkat.

***********

***********

1
Endang 💖
aduh Mia kami bakalan nyesel kalok tau bahwa Rafa itu sangat tulus sama kamu.
jangan mudah terhasut mia
Endang 💖
ada yang ngadu domba Rafa dan mia
Ninik
wah ada bibit pelakor yg udah mulai ugat uget kaya ulat bulu
Endang 💖
di rayu dong Rafa biar GX ngambek lagi,dia hanya kecewa aja tu
Ninik
kalau Mia membenci Rafa Yo salah yg jahat Leon tp otak Mia dah lemot makanya dia membenci org yg salah
Endang 💖
tambah lagi thor...
apa Mia GX tinggal bareng Rafa, terus Rafa gmana
Bunda'nya Alfaro Dan Alfira
semangat rafa
julia anggana
Luar biasa
Endang 💖
kasian ternyata kisah hidup Rafa..
tambah lagi thor..🙏😁🫣
Yasmin Natasya
double up dong thor...
Endang 💖
ayo cepat Rafa dan Mia butuh bantuan itu
olip
bagus dan menarik
olip
lnjut
Endang 💖
waduh mia dalam bahaya, semoga Rafa cepat menolong Mia...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!