NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 26(Antara Istri dan Bos)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇ 

Keesokan paginya, Letta bangun lebih awal seperti biasa. Karena persediaan bahan makanan di apartemennya masih kosong, ia memutuskan untuk memesan sarapan secara online. Sembari menunggu pesanan datang, Letta memilih untuk mandi dan bersiap. Hari ini adalah awal kembalinya ia ke rutinitas lamanya, dan ia ingin memulainya dengan segar.

Setelah semua siap, pesanan makanan akhirnya datang. Letta menyambut kurir dengan ramah lalu membawa makanan itu ke meja makan. Namun, hingga saat itu, Zidan belum juga keluar dari kamarnya.

Letta menatap pintu kamar suaminya dengan ragu sejenak, lalu memutuskan untuk menghampirinya.

"Mas?" panggil Letta dengan lembut sambil mengetuk pintu perlahan.

Tidak ada jawaban.

Letta lalu membuka pintu sedikit dan mengintip ke dalam. Ia mendapati Zidan masih tertidur pulas di atas ranjang, tampak begitu nyaman dalam mimpinya. Dengan langkah hati-hati, ia masuk dan mendekat.

"Mas, udah pagi, loh. Katanya hari ini mau pulang?" bisiknya sambil menepuk lengan Zidan pelan.

Zidan mengerang pelan dan mulai membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya duduk, mencoba sadar sepenuhnya. Pandangannya langsung jatuh pada Letta yang berdiri di sisi tempat tidur, menatapnya penuh perhatian.

"Maaf," ucap Zidan pelan, membuat Letta sedikit bingung.

Sebelum Letta sempat bertanya, Zidan kembali bersuara, "Sekarang jam berapa?"

Letta tersenyum tipis. "Jam delapan lewat. Sarapan udah datang, aku pesen buat kita berdua."

Zidan mengangguk pelan, masih dalam proses menyambungkan antara mimpi dan kenyataan. Letta pun tersenyum hangat sebelum berbalik, membiarkan Zidan bersiap dengan tenang.

Setelah Letta meninggalkannya, Zidan segera bersiap. Ia sadar sudah cukup terlambat hari ini. Dengan gerakan cepat, ia mandi dan berganti pakaian. Tak butuh waktu lama, Zidan sudah keluar dari kamar dalam balutan kemeja rapi, siap menghadapi harinya.

Begitu ia melangkah ke ruang makan, pandangannya langsung tertuju pada Letta yang tengah sibuk menata peralatan makan di meja. Perempuan itu tampak begitu antusias, meski sederhana.

"Mas, sarapan dulu, ya," ucap Letta begitu menyadari kehadiran Zidan. Senyumnya hangat, dan ada harapan kecil di matanya.

Zidan sempat ragu—waktunya sudah mepet. Tapi melihat usaha Letta, ia tak tega menolaknya. Dengan langkah pelan, ia menghampiri meja makan dan menarik kursi.

"Maaf ya, Mas. Aku cuma bisa nyediain ini. Aku belum sempat belanja kebutuhan dapur," ujar Letta dengan nada sedikit canggung.

Zidan menatap menu sederhana di depannya. Ia mengangguk pelan, lalu duduk.

“Gak apa-apa. Ini udah cukup,” balas Zidan singkat, namun tulus.

Letta tersenyum lega, senyum kecil yang bagi Zidan terasa tulus dan hangat… sesuatu yang mulai terasa akrab.

Pagi itu mereka akhirnya menikmati sarapan bersama. Suasana hening tapi nyaman mengisi ruang makan kecil di apartemen Letta. Di sela-sela suapan, Letta beberapa kali mencuri pandang ke arah Zidan. Tatapannya penuh rasa ingin tahu, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.

Zidan yang menyadarinya akhirnya angkat bicara, tanpa menoleh, “Kenapa? Dari tadi ngelihatin terus.”

Letta tersentak kecil, lalu tersenyum canggung. “Umm… Mas, hari ini berangkatnya bareng aku aja, ya? Nanti aku yang anterin.”

Zidan menghentikan aktivitasnya sesaat, menatap Letta dengan ragu. “Kayaknya gak usah, deh. Nanti kamu malah makin terlambat,” ucapnya sopan, tak enak merepotkan.

Ia tahu jarak kantor Letta dan tempat tujuannya cukup jauh ke arah yang berlawanan. Tapi Letta tidak menyerah.

“Enggak kok, tenang aja. Lagian hari ini aku belum kerja full. Cuma mau cek-cek aja ke kantor. Jadi masih santai,” bujuk Letta dengan nada ringan.

Zidan masih terlihat bimbang. “Tapi—”

Letta buru-buru memotong, kali ini dengan nada sedikit lebih tegas namun lembut, “Emang gak boleh ya kalau seorang istri cuma mau pastiin suaminya sampai di tempat tujuan dengan selamat?”

Zidan terdiam. Kata-kata Letta menampar sisi lembutnya yang jarang disentuh. Ia tak menjawab, hanya menghela napas kecil… lalu mengangguk pelan.

Letta tersenyum puas, hatinya sedikit lebih tenang. Kini Letta dan Zidan berjalan beriringan menuju mobil jemputan Letta. Seperti biasa, Etan yang bertugas menjadi sopir pribadi Letta kini juga merangkap menjadi sopir Zidan—setidaknya untuk hari ini.

“Pagi, Tuan. Nona,” sapa Etan ramah sambil membukakan pintu mobil.

“Pagi, Etan,” balas Letta dengan senyum cerah. Sementara itu, Zidan hanya memberikan anggukan kecil dan senyum tipis sebagai balasan.

Mobil pun melaju meninggalkan kawasan apartemen Letta. Sepanjang perjalanan, Letta tak berhenti mencuri pandang ke arah Zidan. Ada rasa berat di hatinya—baru beberapa hari menikah, tapi mereka sudah harus berpisah rutinitas. Tak ada bulan madu, bahkan waktu bersama pun terasa sangat terbatas.

Padahal dulu Letta sering membayangkan setelah menikah, ia dan pasangannya akan berbulan madu ke Bora-Bora atau Paris. Tapi kenyataannya? Bahkan duduk berdampingan di mobil seperti ini terasa seperti sebuah kemewahan yang langka.

Tak terasa, mobil mereka telah tiba di gang masuk ke rumah Zidan. Ia memang sengaja meminta diturunkan di sana, karena tak ingin mengejutkan ibunya dengan kehadiran Letta yang belum diperkenalkan secara resmi.

Letta sempat ingin memaksa ikut, namun akhirnya mengalah. Ia tahu betul kondisi ibu Zidan yang belum stabil. Terlalu memaksakan sesuatu bisa berakibat lebih buruk.

“Kalau gitu, aku turun dulu. Makasih udah anterin,” ucap Zidan singkat sambil membuka pintu mobil.

Letta membalas dengan senyum hangat, “Hati-hati ya, Mas.”

Zidan mengangguk, lalu melangkah keluar. Namun belum jauh berjalan, suara Letta menghentikannya.

“Mas!”

Zidan menoleh cepat. Ia terkejut saat melihat Letta turun dari mobil dan menyusulnya.

“Kenapa?” tanyanya, heran.

Letta menatapnya sambil menyodorkan tangan, “Belum salim.”

Zidan sempat melongo, tapi akhirnya menerima uluran tangan istrinya. Letta menyalaminya dengan khidmat. Namun momen itu tak berlangsung lama karena suara yang sangat dikenal Zidan mendadak terdengar dari arah gang.

“Abang?”

Zidan mematung. Letta menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang gadis muda sedang berdiri tak jauh dari mereka. Wajah Letta seketika berubah—ia tahu siapa gadis itu. Aya, adik Zidan. Maka secara teknis… juga adik iparnya.

“Abang, kok pulang nggak ngabarin? Terus ini siapa?” tanya Aya sambil melirik Letta dengan rasa penasaran yang jelas terpancar dari matanya.

Zidan tersadar dari keterkejutannya. Ia berusaha tersenyum dan menjawab dengan sedikit kaku, “Ah, Dek. Ini... bos Abang.”

Letta terdiam. Ia mencoba tersenyum, meski jelas ada rasa kecewa yang menusuk hatinya. Ya, dia paham pernikahan mereka harus dirahasiakan. Tapi tetap saja… mendengar dirinya dikenalkan sebagai “bos” terasa menyakitkan.

TBC...

Maaf ya jarang update, aku usahain buat update lagi oke, see u...

1
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!