Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahla 20.
Syahla masih mencoba mencerna apa yang dimaksud kang ari tentang bosnya, apa yang dimaksud bos itu bos mafia? Ataukah hanya bos dalam pekerjaan biasa saja.
Pikiran syahla masih berantakan antara percaya dan tidak, karena tak terlihat wajah mafia dalam diri suaminya.
"Maksud kang ari, bos apa?" tanya Syahla melirik ari dengan wajah yang serius.
"Apanya neng?" tanya Ari berbalik tanya.
Syahla menyidik tiap sudut kebohongan yang ada dalam pahatan wajah kang mafia itu, ia jujur ataukah ...
"Tadi kang ari bilang, mas gala itu bosnya akang. Maksudnya bos apa?" papar Syahla mengulang pertanyaan.
Ari terdiam, ia sudah menjawabnya dengan jujur. Ia memalingkan wajahnya mulai sadar akan jawaban yang ia ucapkan tanpa sadar yang seharusnya ia rahasiakan.
"Em, anu neng. Maksudnya dalam bos yang bekerja sama akang, maksudnya kerja kantoran gitu," ujar Ari menjelaskan.
Syahla hanya ber-oh saja menjawabnya, ternyata tidak seperti yang ia pikir. Hampir saja ia menyangka bahwa suaminya itu adalah bos mafia.
Ia bernafas lega kalo pikiran itu tidak benar, masalahnya ia tak suka jika harus memakan makanan yang dihasilkan dari barang haram atau perpajakan ilegal—seperti uang pajak pasar yang di tagih para preman.
Namun, ia juga penasaran tentang pekerjaan imamnya. Entah dibagian apa gala bekerja kantoran? Karena ia lihat uang suaminya cukup banyak, kala ia tak sengaja melihat M-banking nya.
Syahla bahkan tak bisa membayangkan suaminya sekaya apa?
Ari menghembuskan nafas lega, hampir saja ketahuan siapa bosnya. Bisa dirujak kalo syahla tahu dan mengatakan semuanya berasal dari informasinya.
Hari sudah sore menjelang malam, gala mengajak sasa pulang karena besok ia harus bekerja, mereka berpamitan pada seluruh penghuni panti tanpa ada perasaan canggung lagi.
Rasanya seperti keluarga sendiri, itu yang syahla rasakan selama disana.
Warna jingga bercampur putih dan hitam itu perlahan memudar dimana gelapnya alam mulai menggantikan hari, satu persatu kelap-kelipnya bintang bermunculan saat pasutri itu membelah jalanan yang amat ramai ditengah kota.
"Seru, ya mas. Aku mau kesana lagi, boleh?" ujar Syahla dengan senyum mengembang.
"Boleh, nanti aja kalo nenek udah pulang dari arab," Sahut Gala, "Besok gue sibuk."
"Iya," jawab Syahla melihat kearah luar jendela dimana lampu-lampu menyala seperti bintang dilangit.
Mobil yang mereka tumpangi akhirnya sampai juga di basement apartemen, gala membuka pintu mobilnya hendak keluar namun syahla tak juga mengikutinya. Gadis itu berdiam diri menyandarkan kepalanya dengan miring menghadap ke jendela.
Gala kembali duduk ditempatnya, "Syahla, udah sampai." Gala menggoyangkan lengan istrinya.
Tak ada sahutan juga hingga gala mendekatinya dan terdengar suara dengkuran halus, ia menggoyangkan pundaknya namun tak juga ada jawaban.
Akhirnya gala keluar dari mobil lalu memutarinya dan membuka pintu mobil sebelah syahla, saat terbuka tubuh gadis itu ambruk sampai lelaki itu harus sigap menahan tubuh istrinya.
"Dia ketiduran," gumam Gala menghembuskan nafasnya.
Mau tak mau gala harus menggendongnya hingga ke lantai atas dimana tempat istirahatnya berada.
dia menggendongnya seperti memanggul beras satu karung dibahu, tak ada romantisnya emang karena pria itu tak tahu cara menggendong cewek apalagi dalam posisi tidur.
Gala merebahkannya diatas ranjang, menyelimutinya sampai batas dada lalu duduk ditepi ranjang sembari menatap wajah lelap nan damai itu.
"Jatah apanya, elo malah tidur duluan, sa." Gala tersenyum, tangannya merayap membenarkan hijab yang dipakai istrinya.
Namun tangannya malah ditarik dan dipeluk oleh orang yang tengah tidur itu, dengan posisi syahla yang tidur miring dan tubuh gala condong dengan tangan bertumpu pada meja nakas membuat wajah mereka semakin dekat walau dari samping.
Jantung gala berdetak cepat, ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang meletup-letup dan ingin segera mencoba menyelami hasrat yang mendadak itu.
Bibir mungil berwarna pink alami itu serasa begitu menggoda dimatanya, seperti brownis leleh yang manis dan masih hangat untuk dinikmati.
Ia mendekatkan wajahnya pada kulit mulus nan tirus itu, palan tapi pasti seakan terdorong eh sesuatu yang sangat mendesak.
Ia hanya ingin mencium pipinya—hanya ingin mencobanya sekali saja—akan tetapi syahla tiba-tiba mengubah posisinya menjadi telentang hingga membuat dua bibir itu bersentuhan.
Reflek mata gala melebar menjauhkan wajahnya meski sepersekian centi, kulit itu begitu lembut dan lembab membuatnya tak bisa membantah lagi. Yang paling menyebalkan adalah ia menginginkan yang lebih dari sekedar sentuhan.
Malam itu menjadi malam pertama yang membuat perubahan dari hubungan diantara keduanya, hubungan yang tak seperti kemarin-kemarin dimana mereka tidur saling membelakangi dan membatasi, kini berubah dengan saling menyapa antara tubuh masing-masing.
Tapi tidak langsung kedalam inti, yang seharusnya mereka lakukan sebagai pasutri karena mereka masih memakai pakaian lengkap. Hanya saja syahla tidur dalam dekapan gala membuat lelaki itu ikut terlelap mengikuti alur mimpi indah syahla.
"Begini-kah rasanya memeluk cewek," gumam Gala tersenyum lalu menatap intens pada gadis dalam dekapannya.
Namun satu hal yang tak dia sangka, secantik-cantiknya wanita kalo tidur lelap tetep ngiler.
"Buset! Dia ngiler," umpatnya memasang wajah menjijikan, menjauhkan tubuhnya dari air mulut yang mulai menetes itu.
Beruntung kena bantal, gala menghembuskan nafasnya—lega rasanya.
"Eummm, mas gala bangor," igau Syahla.
Gala mengangkat sebelah alisnya, "Siapa yang bangor, Sa? Gue bangor, baik hati begini," elak Gala cemberut sebal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Syahla terbangun dalam keadaan yang mengagetkannya, tubuhnya, bagaimana bisa berada dalam pelukan hangat suaminya.
Tubuh yang biasanya terpisah jarak oleh bantal guling, sekarang tak ada batasan lagi, seperti menyatu dalam satu kaleng yang sempit.
Ia mencoba melepaskan diri, namun semakin lepas tangan gala semakin menariknya dalam hingga tubuh mereka kembali berhimpitan.
"Mas, mas gala," panggil Syahla lembut.
Bukannya bangun lelaki itu malah melukiskan senyum manis meski masih dengan mata terpejam, hal itu membuat sasa tak kuasa terjerumus kedalam jurang keterpanaan. jurang yang membuatnya jatuh kedalam perasaan yang bisa membuat orang hilang akal, bahkan gila kerena menggairahkan.
"Suamiku lebih tampan dari mantanku ternyata," gumam Syahla tersenyum.
Namun ia menyadari sesuatu yang harus segera dilaksanakan.
"Astagfirullah, ini sudah adzan." Syahla menggoyangkan tubuh suaminya.
Awalnya pelan-pelan saja tapi karena tak juga bangun ia terpaksa melakukannya dengan kasar.
"Mas gala!" teriaknya membuat mata gala terbuka dan terbangun dalam keadaan membingungkan.
Setelah duduk pun tangan gala tak ikut merespon kesadarannya karena masih mengunci tubuh gadis itu, hal itu membuat syahla semakin kesulitan untuk lepas.
"Ada apa, Syahla?" tanya Gala celingukan sembari mengedipkan kedua matanya berkali-kali agar jelas melihat sesuatu..
"Gak ada apa-apa, aku cuma mau sholat. Tangannya ...." mata Syahla mengarah pada lengan gala yang memeluknya erat.
Alih-alih melepaskannya, gala malah tersenyum samar dan memeluknya semakin erat.
"Pengap, Mas," keluh Sasa mencoba melepaskan diri dengan mendorong kuat dada suaminya.
"Jangan pergi! Sebentar saja seperti ini," pinta Gala menyandarkan dagunya di puncak kepala istrinya, ia merasa menang dengan penuh.
"Sudah, Mas. Keburu habis waktunya." Syahla kembali mencoba melepaskan diri namun tetap saja tak bisa.
Mereka diam sejenak seakan terbawa oleh arus kehangatan dari tubuh pasangannya, detak jantung mulai maraton bekerja lebih keras menyahut detak jantung lainnya.
Gala memejamkan matanya, meresapi, menikmati dan menarik hangatnya tubuh syahla seolah mencuri booster yang dimiliki istrinya.
"Ini pertama kalinya gue meluk cewe," ungkap Gala, suaranya lembut seperti sudah terbawa arus kecanduan.
Syahla tak percaya ia sudah melihat gala memeluk wanita lain tepat dihadapannya, tapi lelaki itu mengatakan ini pertama kalinya ia peluk cewek, Gombal.
"Bukankah kemarin ia pelukan sama jena," bantah Syahla.
"Jena yang meluk, bukan gue yang minta." Gala membuka matanya lalu melepaskan pelukannya.
Gala menatap mata istrinya dengan sangat dalam, "Gue udah bilang, kami gak ada hubungan apa-apa selain saudara. Kenapa elo gak percaya?"
Syahla menggelengkan kepalanya pelan, ia yakin itu hanya sebuah alasan. Ia sudah beberapa kali dibohongi dan tak ingin dibohongi lagi oleh lelaki yang dekat dengannya, termasuk gala.
Terlalu sakit untuknya menerima kenyataan pahit itu, juga sangat sulit baginya melepaskannya dengan ikhlas, ia tak ingin semua terulang kembali. Apa ia salah?
ia berusaha menahan diri, tak boleh jatuh cinta itu hal yang sulit apalagi mereka sudah sebulan tinggal bersama.
"Bisakah, aku jadi istrinya mas sepenuhnya?" tanya Syahla dengan muka serius.
"Tentu, kenapa enggak?" jawab Gala.
"Kalau begitu jawab aku dengan jujur, siapa kamu sebenarnya? Apa hubungan kalian sesungguhnya? Aku lihat jena menyukai kamu, jadi tolong jujur sama aku," tanya Syahla menatap manik mata lelaki itu.
Dalam, sedalam hatinya yang lembut.
Suasana mendadak hening, hanya suara nafas keduanya yang terdengar. Pikiran mereka melayang tanpa kejelasan, praduga dan pikiran buruk menggoyahkan pikiran mereka.
"Gue ...." Gala ingin jujur tapi apakah jika ia jujur syahla menerimanya dengan tulus.
Rasa takut merayapi kepalanya, gelisah mulai memenuhi hatinya. Haruskah gala jujur?
rambut panjang trus laki.