Suatu hari, Rian, seorang pengantar pizza, melakukan pengantaran di siang hari yang terik.
Namun entah kenapa, ada perasaan aneh yang membuat langkahnya terasa berat saat menuju tujuan terakhirnya.
Begitu sampai di depan pintu apartemen lokasi pengantaran itu, suara tangis pelan terdengar dari dalam di ikuti suara kursi terguling.
Tanpa berpikir panjang, Rian mendobrak pintu dan menyelamatkan seorang gadis berseragam SMA di detik terakhir.
Ia tidak tahu, tindakan nurani itu akan menjadi titik balik dalam hidupnya.
Sistem memberi imbalan besar atas pencapaiannya.
Namun seiring waktu, Rian mulai menyadari
semakin besar sesuatu yang ia terima, semakin besar pula harga yang harus dibayar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Capit
Ia melangkah satu langkah maju, sedikit membungkuk, lalu berbisik halus agar Yuna tidak terlalu mendengar.
“Aku udah bilang… nggak usah pindah, Bu. Tapi dia maunya begitu. Rian cuma bisa nurut aja.”
Lia menarik napas perlahan, lalu kembali ke kursinya dengan gerakan yang anggun namun terlihat ada sedikit beban di bahunya.
“…Ya sudah kalau begitu…”
Ia merapikan kacamatanya, mencoba bersikap profesional meski wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran.
“Berkasnya… sudah kamu bawa, Nak Rian?”
“Iya, bawa kok, Bu.”
Rian mengulurkan map berkas itu dengan kedua tangan, sopan, cepat, ingin menyelesaikan semuanya.
Lia menerimanya, membuka map tersebut, dan langsung meninjau isinya.
Dua helai, tiga helai setiap halaman ia baca cepat, seakan sudah hafal prosedur nya.
“Baik,” gumamnya.
Ia mengambil pena, menandatangani bagian bawah formulir pindah dengan gerakan mantap.
Coretan tanda tangan itu terdengar jelas di ruangan yang sunyi.
"Scrrtt... scrrtt"
“Sudah.”
Lia menutup mapnya lagi lalu menggeser ke arah Rian.
Rian meraih map itu, mengangguk sopan.
“Makasih banyak, Bu… kami berdua pamit ya.”
Nada suaranya rendah, tapi tulus. Ia sedikit membungkuk sebagai penghormatan.
Yuna ikut menunduk kecil.
“Terima kasih, Bu…”
Lia hanya tersenyum lembut, meski senyumnya terlihat agak patah.
“Jaga diri ya, Yuna… dan kamu juga, Nak Rian.”
Rian tak berlama-lama ia tahu Yuna sudah mulai canggung dan suasana terlalu emosional.
Ia berjalan ke arah pintu, menggenggam tangan Yuna sebentar untuk menenangkan.
Tangan lainnya meraih gagang pintu.
Klik.
Ia membukanya pelan…
Dan sebelum suara hening ruangan itu berubah jadi lebih berat, ia menutup pintu kembali dengan lembut.
Tok.
Kini mereka telah sudah di luar ruangan, lorong sepi sekolah itu.
Pintu tertutup rapat di belakang mereka, meninggalkan ruangan kepala sekolah dan segala emosinya di sana.
Lorong sekolah terasa lebih dingin dan lengang… tapi anehnya, napas terasa sedikit lebih longgar.
Rian menoleh ke Yuna, melihat wajah gadis itu yang masih campur antara lega dan bingung.
Ia langsung mencoba “menyetel ulang suasana”.
“Uhm… Yuna, kamu mau ikut main mesin capit gak? Atau… ada hiburan lain gitu yang kamu suka?” tanya Rian sembari pura-pura santai.
Yuna mengangkat sedikit wajahnya.
“Mesin… capit?” suaranya lirih, kayak baru bangun mimpi panjang.
Tapi kemudian ia buru-buru menggeleng pelan, menunduk lagi.
“Enggak mau ah… nggak usah. Gak enak ngerepotin Kak Rian mulu…”
Rian langsung mengerucutkan bibir, setengah protes.
“Yuna, Yuna… kamu tuh udah aku anggap adik sendiri, tau. Jangan takut ngerepotin begitu.”
“…Kan aku bukan adik kan—”
Ucapan Yuna belum selesai.
Rian langsung menyambar pergelangan tangan Yuna dengan cepat, tapi tegas penuh niat, dan menarik nya perlahan menuju parkiran.
“Yuk naik, Yun. Kita ke mall dulu,” ucap Rian tanpa memberi ruang Yuna menolak.
“Eh nggak u—”
“Udah.”
Nada Rian hangat.
“Ikutin aja. Kak Rian juga mau main. Hitung-hitung healing.”
Yuna hanya sempat membuka mulut sebentar sebelum Rian sudah menaikkan motor nya dan segera memasangkan helm ke Yuna.
Rian menghidupkan mesin.
"Brumm"
Tanpa menunggu keraguan kedua dari Yuna, motor itu melaju pelan meninggalkan sekolah…
Rian kini mematikan mesin motor, menjejakkan kakinya, lalu berdiri sambil meraih helm Yuna dengan gerakan pelan.
“Ayo turun, Yun. Kita udah sampe,” ucapnya lembut.
Yuna turun perlahan, sedikit canggung, tangannya masih menggenggam tali tas erat-erat.
Begitu helmnya di lepas, rambutnya yang agak kusut langsung jatuh menutup sedikit pipinya.
Ia menunduk kecil.
“U-um… makasih, Kak…”
Rian cuma nyengir kecil sambil ngecek kantong kunci motornya.
“Ayo, cepet masuk kita. Kalo kamu makin banyak mikir, takut nya kamu kabur lagi,” godanya santai.
Pipi Yuna langsung memerah tipis, tapi ia tetap mengikuti langkah Rian masuk ke mall, dengan langkah kecil.
Mereka telah memasuki mall dan membayar saldo permainan dan kini di depan mesin capit.
"Ayo! Tarik Yun, dapet itu pasti dapet!"
"Iya kak!" Tutur Yuna kini ia memegang tuas.
Rian yang berada di sampingnya dengan tangan di silangkan di dada sambil nyengir geli lihat ekspresi Yuna yang berubah total 180°.
"Brrr"
Claw-nya turun…
Jepitan nya pas di boneka…
Boneka digeser dan…
"Buk."
Boneka itu mental jatuh.
“YAH… jatuh…” Yuna mendesis pelan, bibirnya manyun, bahunya langsung merosot turun kayak balon yang kehabisan udara.
Rian ketawa kecil. “Hahaha, Nice Try. Ayo, coba lagi, Yun. Kamu udah hampir dapet tadi!”
Yuna ngangguk cepat dan menggesek kartu permainan.
"Ting"
Suara Mesin kembali berbunyi dan lampu mesin capit bersinar cerah pertanda bisa lanjut main.
Claw-nya turun lagi…
Jepit…
Angkat…
JRENG!
Boneka kecil berbentuk dinosaurus akhirnya kebawa naik dan jatuh ke lubang hadiah.
“KAK! KAK RIANN!! Dapet!!”
Suara Yuna pecah lempeng jadi super ceria, sampai-sampai beberapa orang di sekitar noleh karena dia kelihatan se-excited itu.
Rian langsung ngakak sambil naikkin dua jempol.
“WOOO! Akhirnyaaa! Liat tuh! Kamu jago banget sebenernya kan!”
Yuna memeluk boneka dinosaurus itu ke dadanya, senyumnya lebar banget kayak yang udah lama nggak ngerasa senang murni begitu.
“A-aku beneran dapet… lucu banget…”
Matanya sampai berkaca-kaca kecil, tapi bukan sedih murni bahagia.
Rian tepuk pelan kepala Yuna.
“Dari tadi aku bilang kamu pasti bisa, kan?”
Yuna cekikikan kecil jarang banget ia ketawa begitu.
“Hihihi… iya… makasih, Kak…”
Rian nunjuk mesin yang lain.
“Udah panas nih tanganmu. Mau coba yang itu? Boneka panda. Kayaknya cocok buat koleksi kedua kamu.”
Yuna lihat arah jarinya, terus lihat boneka dino di tangannya…
Lalu tersenyum kecil dengan keberanian baru.
“…Boleh. Tapi Kak Rian jangan ketawain kalau aku gagal lagi ya?”
Rian nyengir lebar, yang jelas-jelas usil, alis naik sebelah, bibir miring ke atas.
“Nggak lah…” ia sengaja jeda sebentar.
“…hehe mungkin.”
“A—apaa sih!!”
Yuna langsung mencubit gemas angin, seolah pengen nyubit orang.
“Mungkin-mungkin segala… nyebelin,
KAK RIAN NYEBELIN!”
Tapi alih-alih beneran marah, Yuna justru mundur beberapa langkah sambil muter badan ke arah mesin capit panda.
Langkahnya ringan, jelas-jelas cuma ngerajuk biar diperhatiin.
Rambutnya ikut goyang, boneka dino tetap ia peluk erat.
“Hmmph!” gumamnya kecil.
Lalu ia lari pelan.. dua langkah… tiga langkah… mendekati mesin capit.
---
Yuna kini berdiri di depan mesin capit panda, wajahnya penuh tekad. Ia langsung gesek kartu nya.
TING!
Tanpa ragu ia tekan tombol
Drrr… cakar mesin turun…
“DUK.” Boneka jatuh.
Coba lagi.
“DUK.” Jatuh lagi.
Coba lagi.
“DUK.” Jatuh lagi.
“YAHHH!! GAGAL MULU!!”
Yuna gemes banget, pipinya sampai mengembung kayak mochi.
Ia nengok ke Rian sambil narik ujung baju Rian.
“Bantuin kak! Jangan liatin doang!”
Rian nyengir lebar.
“Jadi merajuknya udah nih?”
“Ish, kak!”
Yuna ngedumel kecil, tapi matanya jelas minta pertolongan.
“Iya iya…”
Rian maju, tangannya ambil alih tuas mesin.
“Sini, biar Kak Rian yang main.”
Seiring Intelligence +4 masuk ke status stat nya, dunia seakan nge-zoom in, detail mesin capit yang sebelum nya random kini mudah kebaca kayak buku terbuka.
Rian narik napas pelan.
Oke… gampang ini mah..
Drr…
Cakar mesin turun pelan, gemetar halus seperti biasa, tapi Rian nggak panik.
Ia biarin waktu berjalan… detik berjalan… tinggal 2 detik…
Baru ia tekan tombol.
“Klik.”
Cakar mesin bergeser sedikit, pas di titik lemah grip-nya spot yang kebanyakan orang nggak sadar.
Jepit.
Cakar naik, boneka melayang… goyang… masih aman…
“DUK.”
Boneka jatuh tepat di lubang hadiah, sempurna di tarikan pertama.
Yuna langsung nyengir lebar sambil memeluk boneka dino di tangan kiri nya dan panda baru di tangan kanan.
“Yey! Dapet boneka kedua!!”
Ia loncat kecil, rambutnya ikut naik turun.
Matanya benar-benar berbinar.
Rian ngelirik sambil nyengir miring buat ngejek lagi.
“Udah, jangan kesenengan banget. Nanti pihak mall mikir kamu kabur dari kebun binatang.”
“Kaaak!” Yuna protes sambil melotot.
Rian cuma cekikan kecil ngeliat reaksi Yuna yang heboh sendiri itu.
Tapi tiba-tiba..
[DING!]
Suara dan panel biru familiar itu muncul lagi.
Sekejap, senyum rian mereda dan berganti dengan suasana tegang.