NovelToon NovelToon
KEPALSUAN

KEPALSUAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri / Action / Persahabatan / Romansa
Popularitas:217
Nilai: 5
Nama Author: yersya

ini adalah cerita tentang seorang anak laki-laki yang mencari jawaban atas keberadaannya sendiri

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17

Keesokan harinya, aku tiba di depan gerbang sekolah. Tapi suasananya aneh. Sekolah tampak sepi, dan police line menutup akses masuk.

“Apa terjadi sesuatu?” gumamku, menatap sekeliling.

Beberapa mobil polisi terparkir rapi di dekat gerbang, lampu hazard berkedip perlahan.

“Hei!” suara tegas memecah keheningan. Aku reflek menoleh. Seorang polisi muda, sekitar 25 tahun, menatapku dengan raut waspada.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya.

“Saya murid sekolah ini, Pak. Saya ingin masuk,” jawabku sopan, mencoba menenangkan situasi.

“Sekolah sedang diliburkan. Bukankah sudah diumumkan kemarin?” ucapnya, nada serius tapi ramah.

“Benarkah? Maaf, saya tidak datang kemarin. Apa yang terjadi?” tanyaku, penasaran.

Polisi itu menghela nafas panjang. “Ada mayat,” katanya singkat, lalu menatapku penuh arti. “Sangat heboh kemarin. Apa kau tidak diberitahu temanmu?”

“Saya… tidak punya teman,” jawabku jujur.

“Oh… begitu, ya,” gumamnya, terlihat canggung. “A-ahem… pokoknya, sekolah diliburkan. Kau bisa pulang sekarang.”

“Baiklah, tapi… jika tidak keberatan, bisakah anda ceritakan apa yang terjadi?” pintaku, sedikit memaksa tapi tetap sopan

Polisi itu menunduk sejenak, menenangkan diri. “Kemarin pagi, seorang murid menemukan mayat satpam sekolah di laboratorium IPA.”

Satpam?

“Waktu kematiannya hari Senin, sekitar pukul 11 malam,” lanjutnya.

Hmmm… jadi itu sebabnya aku tidak melihatnya saat keluar sekolah bersama Ari.

“Apa penyebab kematiannya?” tanyaku, penasaran.

Polisi itu diam sejenak, kemudian berkata pelan, “Mayatnya ditemukan dalam keadaan telanjang. Tubuhnya mengering seperti kehilangan nutrisi, dan… alat kelaminnya dipotong.”

Aku membeku. Tunggu… apa yang baru saja dia katakan? Alat kelaminnya dipotong? Brutal sekali. Pelakunya jelas seorang psikopat—seseorang yang mampu melakukan kekejaman seperti itu tanpa ragu, memperkosa dan membunuh korbannya dengan sadis.

“Tidak heran kalau kau terkejut,” ujar polisi itu sambil menatapku. “Tapi ada yang lebih parah.”

“Hm? Ada lagi?” tanyaku.

“Tadi, kami menemukan empat mayat lagi. Kali ini, murid.”

“Murid?”

“Iya. Tiga pria dan satu wanita. Mereka tampaknya menerobos masuk pada malam hari sekitar pukul 10. Mereka merekam aksinya sendiri. Ketika tiba di TKP, ketiga pria itu tiba-tiba menggila dan menyerang si wanita dengan brutal. Si wanita meninggal sekitar pukul 12. Semua terekam jelas oleh kamera yang mereka jatuhkan.”

“Apa yang terjadi setelah itu?” tanyaku lagi.

Polisi itu menunduk, matanya menatap gerbang sekolah. “Terdengar suara langkah, seperti seseorang turun dari meja. Orang itu tidak terlihat di rekaman karena posisi kamera. Ketiga pria itu tergoda oleh sosok misterius itu—mereka panik, lalu berlari ke arahnya dan tanpa sengaja menginjak kamera yang mereka bawa. Kamera itu hancur, tapi kartu memorinya tetap utuh, sehingga kami bisa melihat rekaman mereka melakukan aksi itu. Namun, kami tetap tidak tahu siapa pelakunya dan mengapa ketiga pria itu tiba-tiba menggila.”

“Apakah nasib ketiga pria itu sama dengan satpam?” tanyaku dengan nada serius.

“Ya. Kondisi mereka sama persis. Ketiganya meninggal sekitar pukul lima pagi tadi,” jawabnya.

Aku berpikir keras. “Mungkinkah ada obat atau parfum perangsang?”

“Kami juga menduga hal itu, tapi tim kami tidak menemukan jejak obat atau parfum apapun,” katanya.

Itu aneh. Tanpa zat kimia, kenapa mereka bisa bertindak brutal terhadap teman mereka sendiri?

“Palingan mereka sudah merencanakan itu,” ujar polisi itu, menghela napas.

“Maaf? Maksudnya?”

“Tiga pria itu datang ke tempat gelap dengan seorang wanita. Mereka mungkin membujuk wanita itu untuk alasan tertentu, lalu kehilangan kendali. Tepat ketika panik karena si wanita meninggal, mereka bertemu pelaku yang membunuh satpam. Mereka tergoda, tapi berakhir tragis. Bisa dibilang, itu karma,” jelasnya dingin.

Aku merenung sejenak, mencoba mencerna semuanya.

“Sudah, itu jawaban pertanyaanmu. Sekarang pulanglah, dan berhati-hatilah,” katanya, kemudian berjalan masuk ke sekolah.

Aku mengangguk, menarik napas panjang, dan mulai berjalan pulang. Biasanya, aku tidak akan ikut campur urusan ini. Bahkan lebih enak kalau sekolah diliburkan. Tapi ada yang membuatku penasaran: kematian satpam itu berdekatan dengan pertemuanku dengan Ari. Ditambah tubuhnya basah kuyup waktu itu, membuatku curiga. Laboratorium IPA ada di lantai 4, toilet di ujung tangga…

Hmmm… Huuh.

Aku menghela napas, berpikir. Akan lebih mudah kalau sekolah memiliki CCTV. Tapi… kenapa sekolah ini tidak ada? Ah, terserahlah. Lebih baik aku pulang dan melanjutkan main game.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!