NovelToon NovelToon
Mahar Untuk Nyawa Ibu

Mahar Untuk Nyawa Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Asmabila

Raina tak pernah membayangkan bahwa mahar pernikahannya adalah uang operasi untuk menyelamatkan ibunya.

Begitupun dengan Aditya pun tak pernah bermimpi akan menikahi anak pembantu demi memenuhi keinginan nenek kesayangannya yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan.

Dua orang asing di di paksa terikat janji suci karena keadaan.


Tapi mungkinkah cinta tumbuh dari luka, bukan dari rasa????

Tak ada cinta.Tak ada restu. Hanya diam dan luka yang menyatukan. Hingga mereka sadar, kadang yang tak kita pilih adalah takdir terbaik yang di siapkan semesta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu Ayah

Hari berganti minggu, lalu bulan pun berganti.

Pernikahan Aditya dan Raina berjalan lebih mulus dibanding dua tahun lalu. Meski begitu, kerikil-kerikil kecil tetap hadir, seperti ujian kecil yang wajar dalam setiap rumah tangga.

Siang menjelang sore, Raina baru saja melangkah keluar dari sebuah toko pakaian di pusat kota. Hembusan angin semilir menyapu rambutnya yang tergerai, saat tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada sosok pria yang terasa sangat familiar.

Langkahnya terhenti. Ekspresi wajahnya mendadak datar. Ada ingatan lama yang perlahan menyeruak dari lubuk hatinya.

“Raina… Apa kau lupa kalau kau masih punya orang tua?” ucap pria itu, suaranya parau. “Aku ayahmu, Raina…” Ia melangkah mendekat, hendak memeluk putrinya yang telah lama tidak ia temui.

Namun Raina dengan cepat menghindar, bahkan tanpa ragu.

Bukan tanpa sebab.

Pria itu memang ayah kandungnya—seseorang yang meninggalkannya sejak ia belum mengerti apa-apa tentang dunia. Di saat ia dan ibunya paling membutuhkan figur seorang ayah, justru pria ini memilih pergi. Lebih dari itu, ia pernah dengan teganya menggadaikan rumah satu-satunya yang mereka miliki. Rumah yang kemudian ditebus ibunya dengan penuh perjuangan, mencicil sedikit demi sedikit demi mempertahankan satu-satunya tempat berlindung mereka.

Dan saat cicilan itu akhirnya lunas, tak lama kemudian ibunya wafat.

Tanpa rasa bersalah, ayahnya yang bahkan tak hadir di pemakaman ibunya, tiba-tiba muncul dan menjual rumah itu dengan dalih hak milik.

Air mata Raina menggenang, tapi bukan karena rindu. Ini karena amarah yang selama ini ia pendam.

“Kau masih menganggap dirimu seorang ayah?” tanyanya dengan suara gemetar. “Lalu ke mana kau saat aku dan ibu berjuang mati-matian mencicil semua hutangmu?!”

Nafasnya memburu. Emosinya tak bisa ia bendung lagi.

“Dan kenapa… kenapa kau tega menjual rumah ibu setelah semuanya lunas? Rumah itu satu-satunya kenangan yang aku punya...!”

Raina membalikkan tubuh, tak sanggup lagi menatap wajah pria itu.

Sesak di dadanya terlalu berat untuk ditahan.

Raina berdiri membeku. Namun ketika melihat tubuh lelaki tua itu sedikit oleng, ia buru-buru jongkok, menopangnya dengan kedua tangan. Ada getar halus dalam nada napas pria itu, seperti tubuhnya sudah tidak kuat berdiri terlalu lama.

Ayahnya menghela napas panjang, matanya menerawang jauh. “Ayah... menjual rumah itu karena... butuh biaya berobat.” Suaranya lirih, namun cukup menusuk.

Raina terpaku. Wajahnya yang tadinya keras, perlahan melunak.

"Ayah sakit apa?" tanyanya khawatir, tangan Raina refleks menggenggam pergelangan tangan ayahnya yang dingin dan kasar.

“Semacam penyakit tua. Badan ini sudah rapuh, Nak. Bahkan untuk duduk terlalu lama saja, Ayah sering sesak. Ayah… sudah tidak sanggup berobat lagi…” jawab pria itu, memasang ekspresi lemah, bibirnya bergetar seperti menahan rasa sakit.

Raina terdiam sejenak. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Kenapa Ayah nggak bilang dari dulu? Kalau soal uang, Ayah tidak perlu khawatir. Raina akan cari pengobatan yang terbaik… Raina janji Ayah bisa sembuh,” katanya dengan penuh kepedulian.

Tapi sang ayah menggeleng pelan, matanya merunduk.

“Tidak usah, Raina. Ayah tidak ingin merepotkan kamu dan suamimu. Ayah hanya kebetulan lewat dan tidak menyangka itu benar-benar kamu. … melihat kamu baik-baik saja pun sudah cukup.”

Raina menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah atas semua kemarahan yang sempat ia luapkan. “Maaf, Ayah… Maaf karena Raina sempat salah paham…”

Pria itu menepuk bahu Raina, senyum kecil mengembang di wajahnya. Tapi matanya menyiratkan kelelahan yang dalam. “Bukan kamu yang salah, Nak. Ayah memang tak layak disebut orang tua… Sekarang Ayah pamit. Masih harus kerja—biar bisa makan malam ini.”

“Ayah…” suara Raina bergetar, tak kuasa menahan perasaan.

“Selamat atas pernikahanmu, ya. Maaf Ayah baru bisa ngucapin sekarang. Sampaikan salam Ayah kepada suamimu.” gumamnya sambil melangkah pergi.

Raina mengangguk. Pikirannya kosong. Tangannya buru-buru membuka dompet dan mengambil semua uang kertas yang tersisa di dompetnya, karena uang lainnya berada di dalam kartu.

“Ini Ayah… nggak banyak, tapi semoga bisa membantu. Kalau Ayah perlu apa-apa, tolong hubungi Raina…” katanya sambil meminjam ponsel sang ayah, mengetikkan nomor miliknya dan menyimpannya.

Ayahnya tersenyum… tapi bukan senyum hangat.

Dalam hati, ia mengumpat, “Dasar anak kurang ajar. Segini doang? Dia pikir aku nggak tahu siapa suaminya? Pengusaha kaya! Uang begini buat main slot juga kurang. Dasar pelit.”

Ia tetap melangkah pergi, dengan tubuh membungkuk dan langkah yang seolah gontai karena usia. Tapi di balik semua itu, ada niat yang jauh lebih gelap dan penuh perhitungan.

Sementara itu, Raina berdiri di tempat. Hatinya penuh gejolak. Matanya menatap punggung ayahnya yang menjauh, tak tahu bahwa kebaikan hatinya sedang dipermainkan.

Aditya baru saja tiba di rumah, tubuhnya lelah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan kantor. Langkahnya hanya di sambut oleh pelayan. Sementara istrinya terlihat sedang melamun di meja makan.

Tadi pagi, Raina masih ceria. Bahkan sempat menyuapkan sendok nasi ke mulutnya dengan senyum yang tak bisa disangkal manisnya.

Namun kini, wajah itu tampak berbeda. Mata Raina menerawang, seperti menyimpan beban yang baru saja datang—berat, tapi disembunyikan dalam diam.

“Kamu kenapa?” tanya Aditya sambil memberikan tas kerjanya kepada pelayan.

Raina sedikit terlonjak. Ia tidak sadar suaminya sudah berdiri di belakangnya.

“Eh… Mas sudah pulang?” Raina cepat berdiri dan berjalan ke arah Aditya, mencoba menutupi kegugupan dengan senyuman. Tapi senyum itu goyah. Ada semburat kebimbangan di sana.

Aditya menatapnya dalam diam sejenak, kemudian mengusap pelan kepala Raina. “Kamu bengong di sini dari tadi? kenapa? apa yang mengganggu ?”

Raina menggigit bibir. Ia ingin menjawab cepat, tapi kalimatnya tercekat. Tangannya meremas ujung kaus rumah yang ia kenakan.

“Aku… ketemu seseorang tadi, Mas,” bisiknya akhirnya.

Alis Aditya mengerut. “Siapa?”

Raina menarik napas, lalu melepaskannya perlahan. “Ayah…”

Aditya diam. Hening sesaat menyelimuti ruangan itu. Hanya detak jam dinding yang terdengar, mengiringi ketegangan yang mulai tumbuh.

Raina menunduk. “Dia… tiba-tiba muncul waktu aku baru keluar dari toko. Dia bilang sedang sakit, katanya penyakit tua. Juga katanya… dia menjual rumah Ibu untuk biaya berobat…”

Aditya masih tak berkata apa-apa. Ia tahu, ini topik yang sensitif. Ia tahu betul luka yang ditinggalkan pria itu di hidup Raina.

“Aku kasihan, Mas…” lanjut Raina.

Aditya menatap istrinya, lama. Ia lalu duduk di sampingnya sembari merapikan anak rambut.

"Kau sudah tanya dia tinggal dimana? " tanya Aditya lembut.

Raina menggeleng lemah."Aku sampai tidak kepikiran, tapi Aku tadi sempat memberi nomer ponsel supaya ayah bisa menghubungiku.

Aditya tersenyum, senyum yang sangat menenangkan.

“Kamu jangan sedih lagi, ya. Nanti kalau kita bertemu ayahmu lagi, Mas janji akan berikan fasilitas terbaik untuk mertua Mas,” ucapnya lembut, mengelus punggung Raina penuh kasih.

Raina hanya mengangguk pelan. Wajahnya masih terlihat murung, tapi senyuman Aditya seolah meredakan sedikit beban di hatinya. Namun, di balik senyuman itu, hati kecil Aditya tetap gelisah. Ia tahu, istrinya masih sangat muda dan terlalu polos. Hatinya begitu mudah luluh, dan justru karena kebaikannya itulah, banyak orang yang memanfaatkannya—termasuk keluarganya sendiri.

1
☠⏤͟͟͞R𝕸y💞𒈒⃟ʟʙᴄHIAT🙏
suamimu mulai jth cnt raina
Asma Salsabila: Terimakasih sudah mau mampir di karya receh saya, jangan lupa tinggalkan Like, comen& vote yah 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!