Enrico Costra yang tampan dan kaya merasa hidupnya tidak lengkap. Melihat teman sekaligus rekan bisnisnya berbahagia bersama istri dan anak-anak, membuat ia merasa hidupnya kurang. Rasa sepinya bertambah ketika gadis perwaliannya dibawa pergi oleh suami yang menikahinya. Ia menyadari untuk pertama kalinya bahwa kata 'pernikahan' adalah hal yang menarik, lalu memutuskan ia juga menginginkan hal itu.
Vivianne Margue datang ke Mansion Costra mencari sepupunya yang bekerja sebagai asisten kepercayaan pemilik perkebunan Costra Land. Ia datang bersama neneknya, membawa masalah yang akan menentukan hidup Vivianne di masa depan.
Pertemuan pertama dengan Vivianne membuat Enrico terkesima ... gadis itu ... sama sekali tidak tertarik kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DIANAZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Falling in love
"Kenapa kau tidak menikah, Bibi Oliv?" Enrico meletakkan gelas minum yang ia pegang dan bersandar di kursi santai yang ada di bagian paling belakang rumah bibinya. Bagian belakang yang dibuat sebagai beranda dengan pagar pembatas dan pintu penghubung ke arah dapur. Bibinya meletakkan dua buah kursi santai yang bisa dipakai untuk berbaring ketika ia ingin memandang bintang di malam hari. Beberapa pot bunga juga berjejer rapi di atas rak dari besi yang dicat warna-warni, sebuah kursi goyang juga ada di sana, kursi yang sekarang ditempati bibinya sambil melamun.
"Bibi ... aku bertanya padamu ... kenapa kau tidak mau menikah?"
Sebuah tarikan napas panjang terdengar, Olivia mendongak ke atas langit yang gelap, tidak ada bintang yang bisa ia lihat malam ini, awan sepertinya menutupi kerlip cahaya bintang di atas sana.
"Tidak semua orang beruntung dengan pasangan hidup, Rico. Bibimu salah satunya."
"Tapi kenapa?"
"Bukan urusanmu."
"Aku penasaran, Bibi. Kau wanita cantik diumurmu sekarang. Apalagi di masa mudamu. Jadi kenapa?"
Olivia melirik Enrico dengan tatapan tajam. "Kau tidak akan berhenti ya? Aku katakan padamu Rico, sekuat apapun tekadmu, kau tidak akan mendapatkan jawabannya!"
"Ah ... kau makin membuatku penasaran," ucap Enrico dengan tawa kecil.
"Cukup tentang diriku. Sekarang katakan padaku siapa gadis malang yang memikat hatimu itu. Aku mau bertemu dengannya. Kau bilang butuh bantuan ... yang kurasa agak menggelikan karena selama ini kau tidak pernah meminta bantuanku. Apalagi soal wanita."
Sebuah senyum tersungging di bibir Enrico. Ia merebahkan tubuhnya di kursi santai dan menerawang memandang langit yang gelap.
"Beberapa hari yang lalu, nenek Frederic datang ke mansion bersama sepupunya, Bibi. Ada sebuah masalah yang Arabella perlu selesaikan dengan Fred."
"Arabella?"
Enrico mengangguk tanpa menatap ke arah bibinya.
"Ya. Arabella Margue, nenek Frederic. Jadi, Kerena masalah mendesak inilah Frederic besok akan berangkat ke kota kelahirannya Broken Bridge. Menemui orang-orang yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan itu. Selama Frederic dan aku pergi kemari, Arabella dan cucunya masih tinggal di mansion. Tapi aku ragu Arabella masih akan tinggal di sana jika aku pulang. Mereka sudah punya rencana akan menyewa Adair House untuk tinggal selama menunggu Frederic menyelesaikan semua persoalan di kota Broken Bridge."
Olivia sebenarnya sama sekali tidak mengerti. Ia bertanya mengenai gadis yang telah memikat hati keponakannya, lalu kenapa Enrico malah bercerita tentang nenek Frederic. Namun, ia menahan mulutnya untuk bertanya dan memutuskan akan mendengarkan, karena ia yakin cerita ini pastilah berhubungan dengan pertanyaannya tadi.
"Lalu apa masalahnya?"
"Masalahnya adalah ... aku tidak mau Arabella pindah. Aku mau Arabella tetap tinggal di Mansion Costra selama menunggu Frederic. Bahkan mungkin setelah masalah itu selesai dan Frederic kembali."
Olivia menaikkan kedua alisnya, ia menatap ke arah senyum yang tersungging di bibir keponakannya dengan begitu lebar.
"Katakan ... cucu Arabella ... sepupu dari Frederic ini, apakah dia perempuan?"
Tawa kecil keluar dari bibir Enrico mendengar pertanyaan bibinya, namun ia tidak menjawab.
"Ah ... aku mengerti sekarang ... berapa umur gadis itu?"
Kembali tawa Enrico terdengar, kali ini mata pria itu terlihat berbinar dibawah temaram lampu beranda.
"Matamu sebegitu cerahnya, Rico ... sedang membayangkan dia? Apa dia secantik itu?"
Kali ini Enrico bangkit dari kursinya. ia menurunkan kakinya ke lantai beranda dan duduk menghadap ke arah Olivia.
"Yang aku mau adalah ... Arabella tetap tinggal di Mansion Costra. Alasan yang ingin kugunakan adalah, Bibiku yang cantik datang berkunjung dan butuh teman mengobrol dan Arabella adalah orang yang cocok untuk itu. Kalian bisa berkebun bersama. Rumah kaca yang kau buat terbengkalai, Bibi. Sudah waktunya kau mengurusnya kembali."
Olivia berdecih, tahu dengan pasti ke arah mana maksud pembicaraan Enrico. Menahan Arabella tetap di mansion berarti menahan cucunya juga.
"Kau ingin aku menahan nenek Frederic di mansionmu, sehingga kau bisa merayu cucunya? Apa Fred tahu tentang ini?"
Dengan senyum tetap melekat di bibir, Enrico menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bibi. Kurasa Fred malah sedikit takut sepupu kecilnya tertarik padaku."
"Tentu saja, melihat bagaimana caramu mempermainkan wanita selama ini."
"Bibi Oliv sayang ... aku tidak mempermainkan mereka. Mereka sendiri yang mendekatiku, mau melakukan apa saja untuk menyenangkanku. Aku tidak menyuruh atau meminta mereka. Mereka dengan senang hati melakukan apapun agar bisa berada di sampingku. Tentu saja aku senang diperlakukan istimewa dan dianggap mempesona dan memikat. Aku tidak pernah menjanjikan apapun sejak awal, mereka tahu itu. Yang percaya diri menganggap pesona mereka lama-kelamaan akan membuatku luluh dan mencintai mereka. Nyatanya hingga sekarang tidak ada yang membuatku cukup tertarik. Jangankan hidup bersama, membuat hatiku sedikit berdesir saja tidak bisa."
"Itu karena hatimu sedingin kutub, Anak nakal. Kau sama seperti ayahmu. Hanya memikirkan pekerjaan. Hanya saja ayahmu tidak pernah melirik wanita hingga ia bertemu saudariku. Berbeda denganmu yang meski menganggap wanita tidak menarik, tapi dengan sengaja mau diajak bermain-main!"
Enrico mengangkat gelas minumannya dan menyesap, menerima omelan bibinya dengan sambil lalu.
"Tapi kurasa kau sama dengan ayahmu jika sudah jatuh cinta ... kuharap begitu ... ayahmu seorang suami dan ayah yang baik. Ia mencintai saudariku sepenuh hati dan saudariku juga mencintainya ...sekarang jawab pertanyaanku, berapa umur sepupu Frederic ini?"
Enrico berdeham sebelum menjawab. "Umur yang pas jika mau menikah."
Olivia mendengus keras."Kau tidak tahu umurnya ya? Aku tanya umur, bukan usia pas untuk menikah! Apa dia cantik?"
"Senyumnya seperti sinar matahari dan bunga di musim semi."
"Astaga ... sepertinya dia luar biasa, penggambaranmu membuatku jadi sangat penasaran." Olivia menatap keponakannya yang hanya menjawab dengan tersenyum dan mengangkat kedua bahu.
"Jadi ... apa rencanamu selanjutnya? Memberitahu Frederic kalau kau menginginkan sepupunya?"
Enrico tertawa riang, ia menyesap satu tegukan lagi sebelum menjawab pertanyaan dari bibinya.
"Aku belum memikirkan cara memberitahu Frederic Bibi Olivku sayang. Karena prioritas pertama yang harus kulakukan bukanlah meyakinkan Fred. Melainkan meyakinkan Vivianne ... membuat gadis itu tertarik dan jatuh cinta padaku, lalu akhirnya mau menerimaku."
Mata Olivia mendelik, ia perlahan bersedekap. "Maksudmu ... gadis ini ... Vivianne ini ... tidak tertarik meski telah bertemu denganmu?"
"Ah, keponakanmu tidak sehebat itu, Bibi. Aku bertemu dengannya dan terpesona. Tapi dia tidak, dia tidak tertarik dan menganggap Alan lebih memesona, lebih tampan, lebih menyenangkan ... padaku? Ia hanya bersikap sopan." Enrico mengakhiri ucapannya dengan terkekeh.
"Jadi karena itu kau penasaran dan ingin memikatnya? Itu bukan alasan yang bagus untuk memulai semuanya, Rico."
Enrico tersenyum manis pada bibinya sambil memiringkan kepala dengan wajah polos. Wajah yang selalu ia pasang ketika menginginkan sesuatu pada bibinya itu.
"Bagaimana jika kubilang aku jatuh cinta, Bibi Oliv? Jatuh cinta sampai hatiku berdesir hanya dengan melihatnya. Lalu mulai berdebar hanya dengan berhadapan dan mengucapkan beberapa kata. Hal seperti itu ... bukankah pantas aku kejar hingga dapat? Lagi pula ... aku tahu dia sepertinya gadis yang baik, kuharap bisa mengenalnya lebih jauh bila ia tetap tinggal di mansion."
Senyum Olivia Mirelle tidak bisa lebih lebar lagi.
Sampai juga waktumu, Anak Nakal! Kuharap dia orang yang tepat. Meski aku ingin kau berbahagia, kuharap gadis ini tidak akan membuatnya mudah untukmu.
*********
From Author,
Up yang sangat slowww.... hahha, maafkeun daku semuanya. Mohon doanya author sehat selalu dan bisa up teratur lagi. Aamiin ....
Mohon dukungannya dengan tekan tombol like ya, yang belum singgah ke novel author yang lain , yuk klik profil author dan baca juga novel yang lainnya ya. Mudah-mudahan suka. Berikan komentar kalian, tekan favorite dan bintang limanya juga ya. Author ucapin terima kasih.
Tunggu kelanjutannya ... perjalanan Frederic menemui Verga Marchetti. Berjalan lancarkah??
Salam hangat, DIANAZ.
Terima kasih ya kak Diana 😍😍😍😍
Tata bahasa baku,rapi,lain dari pada yang lain.