”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 - Foto
”Pertama, gue mau bilang kalo siapapun yang berani ganggu Moza, bini gue. Urusan bisa panjang. Dan gue bakal kick dari Liston!"
Ucapan Elden membuat semua siswa dan siswi tertunduk, Moza menahan senyumnya, gadis itu merasa haru dengan ulah Elden.
Sementara Devano, dia terlanjur berharap Moza akan dibenci Elden, nyatanya bukan itu yang hendak Elden umumkan, pria itu kecewa. Mirna pun sama.
Selanjutnya, Elden mengambil mic kembali. "Kedua, gue mau bilang, yang berani sentuh Moza, sengaja dan gak sengaja, bakalan gue habisi pake tangan gue sendiri." Tatap Elden berbicara ke arah Devano, pria itu seketika bergidik sendiri, merasa tersindir, padahal Elden tahu, Devano selalu masuk ke perangkapnya.
"Ada yang mau ditanyakan?" tanya Elden lagi. Seseorang pun mengacungkan tangannya.
"Ada video syur, mirip Moza deh kayaknya tapi sama siapa ini, El?" tanya pria itu. Padahal pria itu siswa suruhan Elden, yah dia melakukan itu untuk menguji mental Devano.
"Mana mungkin!" Tiba-tiba saja Devano berkata demikian, hingga membuat semua siswa terdiam.
"Kok lo jadi kepo? Kenapa, Dev?" tanya beberapa perempuan di sana. Sementara Devano sontak menutup mulutnya sendiri.
"Oh ternyata bukan Moza, cuman mirip." Lanjut pria suruhan Elden. Devano mengusap dadanya naik turun, sementara Elden hanya menatap dingin ke arah pria suruhannya lalu ke arah Devano kembali. Pria itu masih di podium.
"Jangan sampe nyentuh Moza. Gue bisa kelarin siapa aja yang ganggu bini gue."
Setelah itu, Devano malah gelisah sendiri, karna dipikirannya dia telah menyentuh Moza malam itu, bukan faktanya si Ourel sesuai skenario Elden. Jadi, pria itu terdiam. Mirna tiba-tiba saja tak bersuara, dia juga takut kalo sampe Elden tau mengenai ulah Devano. Cindy pun menepuk bahunya.
"Kalo sampe Elden lihat cctv di apartemennya malam kemarin, habis lo!" Bisik Cindy pada Mirna.
"Shuuusht. Diam lo!" Ketus Mirna, dia tak tenang sendiri sekarang. Hingga setelahnya, Elden pun turun dari podium.
Saat kembali ke tempat duduknya, Elden tersenyum, Moza terlelap di atas kursi mengingat tadi pagi dia tidur jam 3 pagi bersama Elden.
Tanpa basa-basi, Moza digendong oleh Elden ala bridal style. Gadis itu dibawa di gendongannya dihadapan banyak siswa dan siswi Liston. Mirna semakin geram, begitu juga dengan Devano.
****
Di ruangan geng markas Jehuda.
Moza diturunkan di tempat tidur memanjang. Elden menurunkan gadisnya dengan perlahan, tak ada siapapun di sana. Setelahnya Elden menatap wajah Moza yang terlelap.
Tapi, sayangnya Moza terbangun.
"E-e-elden, gue kok di sini?"
Elden pun duduk setengah berlutut. Matanya menatap lurus ke arah Moza. "Suruh siapa tidur sembarangan, mm?"
"Gue ketiduran di hall-room ya?" tanya Moza.
"Iya, gue gak suka. Lo dilihat orang." Jelas Elden.
"Gue ngantuk banget," sahut Moza. "Gue tadi beneran g—"
Cup.
Elden mengecup bibir Moza lembut. Ciuman itu tidak berlangsung lama, hanya sepersekian menit, tapi nyaris membuat Moza tak bisa berkata-kata.
Setelahnya, Elden mengusap bibir bawah Moza dengan lembut menggunakan ibu jarinya. "Tidur aja. Gue jagain."
"Gue udah-"
"Tidur. Atau mau gue ulang yang barusan?"
Moza menarik napasnya dalam-dalam, "Tapi, gue susah tidur kalo gak dikamar gue,"
"Kamar kita, Sayang." Koreksi Elden. Moza pun tersipu, tapi dirinya berusaha sebisa mungkin terlihat baik-baik saja di hadapan Elden, minimal tidak nervous.
"Tidur aja. Lagian, nyokap bokap gue udah pulang kok, di ruangan ini gak bakalan ada yang berani masuk, kalo istri gue lagi sama gue."
Moza terdiam, tapi dia diam diam terpesona dengan cara Elden menemani dirinya. "Kalo mau tidur, gue gak bisa kalo gak gelap."
"Maksudnya?"
"Ruangannya terang banget."
"Gue matikan lampunya."
"Lagian, masak pagi-pagi, lampunya dihidupkan!" protes Moza.
Cklek.
Lampu dimatikan, Elden duduk di samping Moza. "Tidur aja. Gue mau belajar, persiapan ujian."
"Masih kurang empat harian kan?" sahut Moza.
"Iya, tapi, gue masih ingat perjanjian kita."
Deg.
Moza tak mau menyahut lagi, gadis itu berpura-pura tidur seketika. Takut Elden berbicara yang ngawur lagi. Dan sialnya, Moza sungguh terlelap.
Hingga saat itu, Elden menelpon seseorang.
"Videonya jangan disebar. Gue gak mau masa berlaku Devano berakhir sekarang. Devano harus main main bentar sama gue." Titah Elden.
Tak terdengar apa sahutan di panggilan telpon pria itu, tapi tiba-tiba Elden menyahut lagi.
"Dia emang gak tidur sama Moza, tapi dia beranggapan Moza yang dia tidurin! Ini fatal buat gue!" bentak Elden.
Tak terdengar sahutan lagi, lalu Elden menjawab kembali.
"Yah, gue mau main dikit sama badut badut andalan gue."
Panggilan segera Elden akhiri. Pria itu masih menyandarkan tubuh jangkungnya di kursi dekat Moza, gadisnya. Dia lantas membuka jas hitamnya, membiarkan tubuhnya hanya terbalut kemeja warna putih.
Hingga tak terasa, Elden mengantuk juga. Pria itu juga terlelap di samping Moza. Tangannya terulur menggenggam tangan mungil Moza, bentuk penjagaan terbaik Elden atas gadisnya.
Saat keduanya terlelap, Nimbuz yang tidak tahu kalo ada Elden dan Moza di dalam ruangannya, pria itu segera membuka pintu ruangan markas Jehuda di Liston.
Klek.
"Wo, tidur beda tempat aja masih mesra, sempat gandengan tangan pula. Gimana kalo seranjang?" gumam Nimbuz yang membuat dia iseng mengarahkan ponselnya ke arah Elden dan Moza.
Ckrek.
Ckrek.
Dua kali kameranya mengarah ke sana.
"Gue sebarin di Instagram gue ah!"
Iseng, Nimbuz mengunggah foto itu di Instagram pribadinya. "Sultannya Liston rayakan ulang tahun Liston dengan pose mesra Drakor mode."
Nimbuz terkekeh dengan ulahnya sendiri, lalu, segera keluar dari ruangan Jehuda. Pria itu takut ketahuan Elden yang bangun nantinya.
Baru satu jam saja, foto itu meraih banyak like. Sementara Mirna yang melihat foto itu kesal, dia berbicara kepada Cindy.
"Heran, anak cupu kayak Moza kenapa bisa disayang banget sih sama mantan gue!" Kesalnya.
“…Pasti pakai pelet,” lanjut Cindy nyinyir sambil men-scroll layar ponselnya kasar. “Gak masuk akal Elden segitunya. Moza memang apaan sih!" ketus Cindy.
Mirna mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, matanya menyipit penuh iri. “Gue yang pacaran lama sama Elden aja gak pernah digituin,” desisnya. “Sekarang? Baru juga Moza masuk hidup dia, langsung jadi istri dunia akhirat. Bangsat memang!"
Cindy terkekeh sinis. “Atau jangan-jangan… dia pinter mainnya pas kasur.”
Bruaaak!
Mirna spontan menampar meja di depannya hingga beberapa siswa menoleh. “Jaga omongan lo!” bentaknya. “Gue gak suka ya, lo sebut Moza kek begitu sama Elden! Gue muak!"
Cindy terdiam, lalu mendecih. “Santai amat. Toh faktanya Elden berubah gara-gara dia. Masak gue salah?"
Mirna menghela napas kasar. “Justru itu yang bikin gue gak tenang. Elden tuh bukan cowok yang gampang lengah. Tapi gara-gara Moza, dia jadi kebuka. Gue kesel kenapa sih Devano lambat banget buat mereka pisah!"
Mirna berhenti bicara. Tatapannya kosong beberapa detik.
“Gue kangen sama Elden! Gue kangen sebelum gue buat salah sama Elden dulu!" tangis Mirna.
Sementara itu.
Di ruangan markas Yehuda, Elden terbangun lebih dulu. Matanya terbuka perlahan, refleks tangannya mengencang saat menyadari jari-jarinya masih menggenggam tangan Moza.
Suasana aman.
Tatapan Elden turun ke wajah gadis itu. Moza tidur tenang, napasnya teratur. Elden menggeser sedikit rambut Moza yang menutupi keningnya, lalu berhenti.
Tiba-tiba saja...
Ponselnya bergetar di saku celananya.
Satu notifikasi. Lalu dua. Lalu puluhan.
Alis Elden berkerut. Ia meraih ponselnya, membuka layar.
Instagram.
Tag. Mention. DM masuk bertubi-tubi.
Ada foto dirinya bersama Moza yang menggenggam satu sama lainnya.
Senyum Elden pun menghilang.
Tatapannya dingin menggantikan semuanya saat melihat unggahan Nimbuz: foto dirinya dan Moza bergandengan tangan, tertidur berdampingan.
Caption-nya.
Pelan-pelan Elden terkekeh. Bukan tawa senang—lebih ke tawa seseorang yang tersipu sendiri.
“Brengsek, kenapa gue suka,” gumamnya lirih.