NovelToon NovelToon
Tritagonis

Tritagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Poligami / CEO / Cintamanis / Dark Romance / Cintapertama
Popularitas:701
Nilai: 5
Nama Author: Girl_Rain

Setelah kesalahan yang dilakukan akibat jebakan orang lain, Humaira harus menanggung tahun-tahun penuh penderitaan. Hingga delapan tahun pun terlewati, dan ia kembali dipertemukan sosok pria yang dicintainya.

Pria itu, Farel Erganick. Menikahi sahabatnya sendiri karena berpikir itu adalah kesalahan diperbuat olehnya saat mabuk, namun bertemu wanita yang dicintainya membuat Farel tau kebenaran dibalik kesalahan satu malam delapan tahun lalu.

Indira, sang pelaku perkara mencoba berbagai cara untuk mendapat kembali miliknya. Dan rela melakukan apapun, termasuk berada di antara Farel dan Humaira.

Sebenarnya siapa penjahatnya?

Aku, Kamu, atau Dia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Cemas

  Padahal Abi bilang tidak melarangnya pulang, tapi mengapa ia tetap tidak berakhir di pesantren?

  Humaira memicingkan mata ke arah samping, melirik sinis seseorang yang katanya dirinya akan punya waktu bersama orangtuanya setelah resepsi.

  "Tentu, kita sesekali akan mengunjungi orang tua kita," ucap Farel melirik pada jendela kaca mobil. Tersenyum atas tingkah Humaira yang menurutnya menggemaskan.

  "Bagaimanapun, aku adalah suamimu. Tempat kamu pulang seharusnya aku 'kan?" tanya Farel yang sangat mengharapkan jawaban iya dari Humaira.

  "Tempat pulang seharusnya tempat yang aman 'kan?" Humaira justru bertanya balik.

  Nah, Farel menjadi kebingungan. "Memang bersamaku tidak aman?"

  "Kamu nggak ingat apa yang kamu lakukan ke aku waktu mabuk?" Humaira melirik ke luar jendela. Menatap jalanan dan menghembuskan napas perlahan.

  Serangkaian acara dadakan hari ini sangat melelahkannya, bukan raganya saja tapi otak dan hatinya pun berpatisipasi. Dari dijemput dengan kabar tak terduga, bertemu orang terkasih kembali, dan sekarang....

  "Maaf. Aku tidak akan mengonsumsi alkohol lagi."

  Walau sebenarnya aku tidak menyesali seluruhnya. Hatinya Farel membenarkan sebagian.

  Bersama orang yang dicintainya. Bukankah itu bagus dan perlu disyukuri? Tapi mengapa Humaira merasa cemas setiap pandangannya tertuju pada pria itu.

  "Kamu marah?" tanya Farel atas tatapan Humaira yang sulit diartikan.

  Humaira sedikit menggeleng. "Enggak, aku nggak marah."

  "Beneran? Tapi kenapa kamu natap aku begitu?"

  "Memangnya nggak boleh aku natap suami aku?" Humaira merapatkan kedua lengan dan meletakkan kepalan di bawah dagu.

  Farel berkedip tak percaya, tapi akhirnya tersenyum senang juga. Dia melihat ke depan. "Untuk sekarang nggak boleh, aku lagi nyetir. Aku gugup, takutnya bikin kita celaka karena aku nggak bisa fokus."

  "Baiklah, aku puas-puasin natap kamu di rumah." Humaira menghadap raganya ke depan.

  Farel tersenyum.

  Mereka tiba magrib di rumah. Sesuai membersihkan badan, Humaira dan Farel membersihkan badan secara bergiliran. Setelah itu mereka melaksanakan shalat magrib berjamaah.

  Ini pertama kali dan sangat terasa mengharuskan, apalagi saat bibir Farel menyentuh kening Humaira membuang anggapan Humaira bahwa ini sekedar mimpi.

  Mereka berdua memilih bersantai di balkon sembari makan malam.

  Humaira meneguk air putih hingga menghabiskan setengah gelas, lalu mengucapkan alhamdulilah. "Baiklah, aku akan bertanya."

  "Baiklah, aku akan mendengarkan." Farel mengubah posisinya yang tadi bersandar menjadi lebih condong pada istrinya. Memandang wajah istrinya yang tidak memakai cadar dengan penuh kekaguman, walau dulu sering melihatnya sebelum lulus kuliah.

  "Apa yang terjadi pada Indira setelah kamu memberitahu dia kalau kamu menikahiku?" tanya Humaira juga membungkukkan punggungnya.

  Farel tempak berpikir sebelum menjawab, "Dia menangis, dan aku menurunkannya di depan rumahku dulu."

  Spontan Humaira menganga mendengar jawaban yang kelewat santai dari Farel. "Tega banget. Kamu nggak memikirkan perasaan Indira?"

  "Aku kepikiran 'sih, tapi kembali ke dasar. Dia duluan yang tidak pernah memikirkan perasaanku."

  "Indira memikirkan kamu kok, cuma dalam korteks berbeda. Aku yakin Indira tidak mau membohongimu, tapi di satu sisi Indira nggak mau kehilangan kamu," dumel Humaira.

  Farel mengerutkan kening, kurang suka atas ungkapan Humaira. Wanitanya itu seolah-olah mendukung Indira dalam penghianat dirinya.

  "Oh, jadi istriku ini mau aku menanggapi perasaan wanita lain?" tanya Farel menekan setiap kata. Farel menegakkan tubuhnya dan memandang ke arah lain.

  Humaira mengkatum mulut, cukup terkena dengan perkataan Farel walau sebenarnya ia tahu apa yang sedang dilakukan.

  Farel melirik dan mendapati Humaira sedikit menunduk dengan ekspresi sedih. Hatinya terbawa juga. Alhasil Farel mengalah akan rajuknya, memilih berdiri dan mendekati Humaira untuk memeluknya.

  "Katakan, apa yang mengganggu pikiranmu? Aku suamimu, kamu harus memberitahukan semuanya kepadaku." Dapat Farel rasakan tubuh Humaira yang tegang.

  Jadilah Farel mengarahkan tangan Humaira ke punggungnya agar dirinya dipeluk juga. "Kamu juga harus terbiasa kontak fisik denganku."

  Awalnya ragu, tapi Humaira memeluk erat Farel. Memberikan kenyamanan pada suami itu.

  "Farel, kenapa kamu bisa suka aku?" tanya Humaira.

  "Emang nggak boleh? Lagian perasaanku bukan aku yang atur," jawab Farel.

  "Tapi hubungan kamu bersama Indira lebih lama ketimbang denganku, pasti ada sedikit perasaan berbeda untuk Indira."

  Farel menghela napas, cukup tidak menyenangkan pembahasan mereka yang berputar-putar. "Ada. Setidaknya saat terjadi sesuatu pada seribu wanita selain kamu, aku akan memilih menyelamatkan Indira."

  Farel melepas pelukan Humaira, mengajak istrinya berdiri di pagar balkon. "Karena telah lama bersama, aku punya sikap selayaknya saudara untuknya."

  "Begitu ya." Humaira membiarkan wajahnya diterpa angin malam.

  "Pertanyaan kamu sudah aku jawab. Sekarang giliran kamu, Humaira. Beritahu padaku apa yang kamu khawatirkan," tuntut Farel menoleh pada Humaira. Sebenarnya wajah tak tenang Humaira sudah tampak sadari dalam mobil sewaktu ia menjemput Humaira, tapi Farel berpikir itu cuma Humaira yang belum terbiasa karena semuanya terlalu mendadak untuknya.

"Aku sudah menyukaimu sejak SMA, jadi selama itu juga aku memperhatikanmu dan terlanjur memperhatikan Indira sekalian. Aku sadar sikap Indira terhadap laki-laki lain sangat cuek, berbanding terbalik jika bersamamu yang selalu tersenyum. Merangkul kamu santai dan kamu membalasnya, seolah dunia milik kalian berdua, dan aku berada di belahan bumi lain."

Farel mendengarkan tanpa menyela.

"Aku mencintaimu kamu, Farel. Tapi aku tidak pernah berharap di posisi Indira, meski dalam hatiku ingin perhatian kamu juga. Aku mencoba menyembunyikan perasaan aku ke kamu rapat-rapat. Sesekali juga mencoba menghilangkannya dengan memblokir nomor kamu, tapi pada akhirnya aku membukanya lagi. Benar-benar...."

Humaira menoleh pada Farel merasakan usapan di hijabnya bagian kepala.

"Statusku sekarang benar-benar seperti mimpi. Aku menginginkannya tapi logikaku mengatakan aku tidak pantas, rasanya aku telah menjadi orang ketiga dalam hubungan kamu dan Indira. Indira bersama kamu bertahun-tahun, tapi aku yang sebentar mengenal kamu malah mendapatkan posisi ini."

Farel tersenyum. Mau bagaimana lagi, yang dikatakan oleh Humaira benar adanya. Bukan hanya Humaira, tapi dulu perempuan-perempuan yang menyukainya juga tak berani melangkahi Indira.

Farel menarik Humaira ke dalam dekapannya, dan wanita itu membalasnya disertai tangisan. "Benar, kamu yang aku cintai dalam beberapa menit pertemuan. Aku yang mengusahakanmu dalam beberapa tahun perjuanganku. Aku yang mendekapmu dalam akad yang beberapa kali aku lafazkan. Semuanya untukmu, untuk berakhir bersamamu, dan hidup bahagia denganmu."

Air mata Humaira pun mengalir lebih deras, disebabkan perasaan harunya atas ungkapan Farel.

Mereka berada di kondisi berpelukan dalam beberapa saat, lantaran netra mata Farel menangkap seseorang yang tidak asing di gerbang. Jantung Farel yang berdetak nyaman, malah berubah tak karuan.

Farel melepas pelukan mereka secara paksa mengakibatkan Humaira terkejut.

"Ada apa, Farel?" tanya Humaira panik, karena mimik Farel yang seperti cemas.

Farel menangkup kedua sisi muka Humaira. "Humaira, aku keluar sebentar. Kamu tetap di sini ya, jangan keluar."

Farel bergegas pergi tanpa menunggu anggukan dari Humaira. Humaira sempat mengikuti langkah Farel, tapi pria itu berlari keluar kamar. Lantas Humaira kembali ke balkon dan memandang ke arah gerbang.

Palu telah menghantam dadanya kuat, Humaira berhenti bernapas sesaat. Sosok itu....

...🌾🌾🌾🌾...

1
kalea rizuky
hmmmm gass mp
kalea rizuky
anakmu yg jalang kok nyalahin orang oh tua bangka
kalea rizuky: tau ih sebel bgt liat modelan aki2 tolol
total 2 replies
kalea rizuky
Farel ma Indira selama jd istri sering tidur bareng gk thor
@Girl_Rain67: Nggak pernah 😄
total 1 replies
kalea rizuky
Farel uda tau bukan anak nya np g cerai oon amat
kalea rizuky
uda tau kn berarti Rifka bukan anak mu jd jangan sok baik
kalea rizuky
Indira jahat amat lu
@Girl_Rain67: Cinta, Mbak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!