Bagi Heskala Regantara, kehidupannya di tahun 2036 hanya soal kerja, tanggung jawab, dan sepi. Ia sudah terlalu lama berhenti mencari kebahagiaan.
Sampai seorang karyawan baru datang ke perusahaannya — Aysha Putri, perempuan dengan senyum yang begitu tipis dan mata yang anehnya terasa akrab.
Ia tak tahu bahwa gadis itu pernah menjadi bagian kecil dari masa lalunya… dan bagian besar dari hidupnya yang hilang.
Lalu, saat kebenaran mulai terungkap, Heskal menyadari ...
... kadang cinta paling manis lahir dari kesalahan yang paling tak termaafkan.
•••
"The Sweetest Mistake"
by Polaroid Usang
Spin Of "Gairah My Step Brother"
•••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Polaroid Usang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
•••
Kamar apartemen Heskal berubah dari zona perang jadi zona bencana.
Bantal berserakan, selimut nyaris jatuh dari ranjang, satu sandal entah kemana. Heskal sendiri duduk di ujung kasur seperti orang yang baru saja melihat hantu.
"Gua seorang bapak, seorang ayah… gua beneran punya anak…" Gumamnya pelan, seperti mantra kutukan yang dia ulang-ulang sendiri. "Bahkan gua gak tau kapan gua… ngelakuin itu…"
Baru saja ia hendak mengatur napas, BRUK BRUK BRUK BRUK!!!
Seseorang menghajar pintu apartemennya seperti mau mendobrak kerajaan.
"KAK HESKAL!!! BUKA!!! GUE MAU HAJAR LO SEKARANG JUGA!!!"
"Anjir…" Heskal spontan meraih hoodie, mencoba mengeringkan keringat panik di pelipisnya. "Cepet amat dia ke sini?! Tadi baru bilang tunggu di sini lima detik lalu!"
TING TONG! TING TONG! TING TONG!!!
Jayden dan Nara kembali muncul di video call, tapi kali ini sambil ngos-ngosan.
"Kita di parkiran," Jayden berkata sambil membetulkan napas. "Nara maksa ikut mau nonjok lo juga."
"LO HARUS TANGGUNG JAWAB, KAK!" Nara teriak dari belakang, suaranya pecah karena lari.
Heskal membeku.
"Kenapa semua orang hari ini atlet lari?!" Heskal memegangi kepala.
Belum sempat menarik napas…
TING TONG! TING TONG! TING TONG!
BRUK!
DUG DUG!
SRAK SRAK SRAK!
Entah apa yang dilakukan Zafanya di luar sana, tapi bunyinya sudah seperti dinosaurus ngamuk.
Heskal mendekat ke pintu dengan langkah gemetar, menghidupkan microphone pada monitornya, "Za, elo jangan anarkis gitu dong! Gue lagi sakit!"
"NANTI GUE SAKITIN LEBIH PARAH!"
Sementara itu… Kenzio dari belakang menarik istrinya, "Zaa, sabar. Kita harus pastiin dulu itu bener anak dia atau bukan."
"YA TETEP AJA AKU MAU PUKULIN DIA DULUAN!" Pekik Zafanya, meronta seperti kucing basah.
Heskal memijat pelipis. "Apa salah gue hari ini..."
Dari video call, Jayden tiba-tiba ngomong sembari menahan senyum, "Kal, kita udah naik lift."
"APA– SECEPAT ITU?!" Heskal menjerit.
Lalu ting! Lift terbuka.
Jayden dan Nara melambai pelan dari ujung lorong.
Zafanya dari sisi lain masih dipeluk Kenzio tapi tetap ngamuk-ngamuk, "HESKALA REGANTAAARAAA!!! BUKAIN PINTUUU!!!"
Heskal menatap pintu apartemennya. Menatap monitor yang menampilkan wajah sahabatnya, menatap rambutnya yang berantakan di pantulan kaca monitor.
Lalu menatap plafon.
"…Oke," gumamnya, sangat pasrah. "Hari ini gue mati."
Pintu apartemen terbuka pelan.
Empat manusia langsung menyorongkan kepala.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya…
Heskal melihat para sahabatnya berdiri satu garis lurus, sama-sama melipat tangan di dada, sama-sama menatapnya seperti guru BK yang baru dapat laporan murid tawuran.
"JELASIN." Serempak Zafanya dan Nara.
Heskal mengangkat kedua tangan seperti tersangka.
"Oke… tapi boleh duduk dulu? Gue pusing banget sumpah…"
Jayden masih menahan senyum, "Lo duduk. Tapi jangan coba lari."
Nara mengangkat alis, "Atau lompat balkon."
Kenzio menambahkan, "Atau pura-pura pingsan."
Zafanya mendelik, "PINGSAN BENERAN GUE BANGUNIN PAKE SAPI HIDUP YA KAK!!"
Heskal terdiam.
"Iya iya!" Katanya lemah, menyerah.
Mereka masuk.
"Cepet jelasin." Zafanya melempar tasnya ke sofa, ibu muda itu duduk disana, bahkan anaknya yang baru berumur dua tahun dia titip pada Bundanya demi mendengar penjelasan Heskal.
"GIMANA BISA LO HAMILIN ADEK GUE?!"
Nara menambah.
Heskal mengusap telinga, ternyata mendengar teriakan mereka secara langsung 10 kali lipat lebih menyiksa.
"Kita mulai dari dasar." Kenzio duduk manis disamping Zafanya, sangat tenang, tangannya memeluk bahu Zafanya. "Kapan?"
Heskal memejamkan mata, lalu membukanya, "ITU DIA PROBLEMNYA, ANJIR!!! GUE GAK INGET APA-APA!!"
Hening sedetik.
Nara bersandar ke Jayden. "Gue gak siap ada manusia dewasa kehilangan memori setelah ngehamilin seseorang…"
Jayden ngangguk setuju, "Kayak sinetron jam dua pagi."
Di tengah kekacauan itu, Heskal memegang kepalanya. Deg-degan, tapi juga… sedih.
Hening cukup lama melingkupi ruang tamu luas itu.
"Apa gua… separah itu di mata Zeline? Sampai dia pergi tanpa bilang apa pun... Sampai dia sembunyiin anaknya dari gue…?"
Semua mendadak diam. Untuk pertama kalinya sejak lima menit masuk, empat sahabatnya seperti sadar.
Ini bukan cuma lucu-lucuan.
Ini bukan cuma aib masa lalu.
Ini luka. Luka dalam yang baru kebuka.
Jayden akhirnya buka suara. "Ayo cerita, kita dengerin. Kayaknya kepala lo bisa pecah lama-lama kalau dipendam sendirian." Tunjuknya pada tampang Heskal yang benar-benar kacau.
Heskal mengusap wajah dan rambutnya, sudut bibirnya berkedut. Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari ini, dia sedikit lebih tenang ... dan hangat. Karena ada mereka.
"Dia karyawan baru di perusahaan gue, namanya Aysha Putri. Pas awal ketemu, gue udah ngerasa familiar banget sama dia, tapi gue nggak bisa inget dia siapa. Gue pikir mungkin dia salah satu mantan gue. Tapi gue nggak bisa inget dia, nggak bisa inget kapan, dimana, bagaimananya gue bisa kenal dan punya hubungan sama dia."
"Dan akhirnya gue tau dia udah punya anak. Single mom." Ujar Heskal mengingat raut wajah Aysha saat mengatakannya, "Anaknya kembar laki-laki dan perempuan, dan mereka mirip gue." Senyuman getir terbentuk pada bibirnya.
"Dan ya, akhirnya gue mulai sadar kalau dia mirip Zeline. Gue baru inget, nama lengkap Zeline itu Zeline Aysha Putri. Terlebih pas tau nama bocah kembar itu."
Nara dan Zafanya terlihat semakin penasaran, membuat Heskal tersenyum.
"Erganno Sekala dan Kayshala Hezel, nama anak Zeline."
Zafanya menutup mulutnya, "Itu... Kayak gabungan nama kalian?"
Heskal mengangguk, "Dia pasti Zeline, gue yakin seratus persen. Tapi kalau Shala dan Noa..."
"Ohh, panggilannya Shala ama Noa." Gumam Zafanya.
"Lucu..." Gumam Nara diangguki Zafanya.
"Kenapa mereka?" Tanya Jayden.
"Gue masih nggak yakin mereka anak gue. Rasanya nggak mungkin."
"Namanya aja jelas-jelas gabungan nama kalian. Lo jangan bebal." Ucap Kenzio.
Heskal menggeleng, menghela nafas. "Gue nggak bebal. Tapi, masih ada satu masalah lain."
"Apa lagi?"
"Dia ketemu bokap gue dan manggil bokap gue Papi." Jawabnya pelan. Heskal melanjutkan karena para sahabatnya terdiam, "Gue baru ingat obrolan kita sepuluh tahun lalu. Cerita dia tentang bokapnya yang sibuk itu mirip banget sama bokap gue. Gue baru sadar. Dulu...gue mana mungkin mikir kayak gini."
"Dari kecil aku home schooling. Aku di kurung terus di rumah, nggak punya temen satu pun. Papi juga nggak pernah ada di rumah, dua tahun ini bahkan aku nggak pernah liat Papi secara langsung. Dia cuma rutin kirim duit buat keperluan aku."
"Bokap lo sama kayak Bokap gue."
"Ini yang bikin gue pusing." Desah Heskal menyandarkan tubuhnya pada sofa, memilih menatap langit-langit tinggi apartemennya.
"Mungkin Zeline anak Papa, mungkin Shala Noa mirip gue karna Zeline anak Papa. Mungkin juga Shala Noa anak gue, tapi berarti gue hamilin adek gue..." Heskal terkekeh frustasi.
"Kayaknya gue kena karma Ken," Ujarnya pada Kenzio, "Karna ngetawain hubungan kakak adik tiri lo sama Zafanya dulu."
"Pasti ada jalan keluarnya." Balas Kenzio.
Zafanya menghela nafas, "Kalau mau tau kebenaran…" katanya pelan, "…ya lo harus ketemu Zeline, Kak."
Nara mengangguk, "Dari pada berasumsi liar sendiri."
Zafanya mengangkat tangan, "Atau lo mau kita temenin?"
Heskal masih terdiam.
Kenzio menghela napas. "Tapi, Kal… pastikan dulu satu hal."
"Mmm?"
"Gimana perasaan lo?"
Heskal menatap kosong. Lalu tersenyum miring, sangat kecil, tapi jelas menyakitkan.
"Gue sayang Zeline."
"Sebagai adek?" Tanya Kenzio.
"Nggak butuh." Jawab Zafanya cepat membuat Kenzio tersenyum tipis, tangannya yang melingkar pada bahu istrinya itu terangkat mengacak pelan rambut istrinya.
"Noh, katanya. Kita udah ngalamin." Ucap Kenzio membuat Heskal tertawa tipis.
"Kayaknya gue emang terlalu bebal," Gumam Heskal ringan, "Jujur, kadang jantung gue suka berdebar nggak normal setiap liat dia, tapi gue masih nggak berani ambil kesimpulan tentang perasaan gue."
Zafanya dan Nara saling pandang, berbicara lewat mata lalu mengangguk serentak.
"Kak," Panggil Zafanya membuat Heskal menoleh.
"Zeline... cantik?" Tanya Zafanya menatap mata lelaki itu.
Heskal tertegun. Ia kembali teringat dengan wajah yang tersenyum bahagia malam itu, kembali teringat dengan wajah lelah perempuan itu, kembali teringat dengan wajah teduhnya saat berhadapan dengan Shala dan Noa, kembali teringat dengan wajah dinginnya yang begitu profesional saat dikantor. Bahkan setiap saat ... Zeline selalu....
"Cantik..." Pandangan Heskal mengosong, "...Cantik banget."
Seketika, empat orang itu langsung berdiri.
"OKE! SIAP-SIAP! KITA DATENGIN ZELINE SEKARANG!" Zafanya berseru semangat.
"EH?! SEKARANG?!" Heskal kaget.
"LO MAU TUNDA SAMPE ANAK LO SMA?" Sahut Nara.
"PERGI! AYOO!!" Seru Zafanya.
Heskal hanya bisa pasrah ketika jaketnya disambar dan dilempar ke mukanya sendiri.
Dan dengan hati masih berdebar, dia berdiri.
Mungkin ini hari dimana semuanya berubah.
Dan dia harus siap.
Siap atau tidak.
•••
...
Mereka 10 tahun sahabatan⬇️⬇️
Kayak bisa banget jabarin perasaan tokohnya, bikin kita bener2 ngerasain apa yang tokoh rasain😭😭😭
penulisannya juga rapi, tanda bacanya rapi, enak bgt dibacaaa!!
love bgt pokoknyaaa🥰🥰
DEGDEGANNN