NovelToon NovelToon
Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nagita Putri

Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.

Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.

Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

****

Malam itu.

Elara baru saja menutup laptop kerjanya setelah menyelesaikan laporan yang dikirim oleh tim Marvin sore tadi. Ia menatap jam dinding, pukul sembilan lewat sedikit.

Biasanya, di jam seperti ini Irish sudah menonton acara kesukaannya di ruang keluarga sambil meminum teh hangat.

Namun kali ini, ruangan itu sunyi. Lampu hanya menyala redup.

Elara berjalan pelan menuju ruang tengah, lalu menemukan Irish duduk di kursi, tangan kirinya memegangi dada, wajahnya pucat.

Elara tentu saja langsung panik.

“Grandma? Grandma kenapa? Dada Grandma sakit lagi, ya?” tanya Elara.

Irish tersenyum tipis, berusaha terlihat tenang.

“Ah, tidak apa-apa, sayang. Hanya sedikit sesak saja. Udara malam ini dingin sekali.” jawab Irish.

Elara mendekat, memegang tangan Irish.

“Ini tidak kelihatan baik, Grandma. Wajah Grandma pucat sekali, tangan Grandma dingin.” ucap Elara cemas.

Irish pelan, menepuk tangan Elara.

“Elara, sayang, kau ini terlalu khawatir. Grandma baik-baik saja. Kau sudah bekerja keras setiap hari, bahkan baru pulang malam ini. Tidak usah repot membawa Grandma ke rumah sakit.” ucap Irish.

Elara menggeleng cepat.

“Tidak, Grandma! Jangan katakan seperti itu. Aku tidak akan tenang kalau Grandma terus merasa begini. Tolong, kita pergi ke rumah sakit, ya?” ajak Elara lagi.

Irish tersenyum, meski matanya mulai terlihat lelah.

“Elara, tubuh tua ini memang sudah tak sekuat dulu. Mungkin hanya tekanan darah turun. Nanti juga membaik kalau Grandma istirahat.” ucap Irish.

“Grandma selalu mengatakan ‘nanti membaik’, tapi nyatanya malah semakin sering seperti ini. Aku mohon, jangan buat aku khawatir. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?” ucap Elara terus membujuk.

Irish menghela napas panjang.

“Kau ini keras kepala.” ucap Irish masih mempertahankan senyum itu.

Elara hanya diam, menatap dengan mata berkaca. Ia tahu, di balik ucapan Irish itu, tubuh tuanya memang sudah tak sekuat dulu.

Irish lemah, bahkan masih mencoba tersenyum.

“Kalau aku menolak, pasti kau tetap akan memaksa, ya?” tanya Irish.

Elara mengusap air matanya.

“Ya, tentu saja. Aku tidak akan membiarkan Grandma sendirian menghadapi ini. Ayo, aku bantu pakai jaket dulu.” ucap Elara.

Elara segera beranjak, mengambil jaket hangat dan syal tebal dari gantungan. Ia memakaikannya perlahan ke tubuh Irish.

“Begini lebih hangat, kan?” tanya Elara.

Irish menatap wajah cucunya itu penuh kasih.

“Kau ini benar-benar malaikat kecil Grandma sejak dulu. Seandainya kau tahu betapa bangganya aku padamu, sayang.” ucap Irish.

“Grandma jangan bicara seolah...”

Irish menyela dengan lembut.

“Tidak, tidak. Grandma hanya bahagia, melihatmu kuat seperti ini. Bahkan setelah semua yang kau lalui Elara.” ucap Irish.

Elara menunduk, menggigit bibir bawahnya. Ia tahu Irish sedang bicara tentang perceraiannya dengan Nathan, tapi ia tak ingin menangis di depan wanita tua itu.

“Sudah, ayo. Kita pergi sekarang Grandma.” ucap Elara, setengah berusaha tegar.

Di Rumah Sakit.

Begitu tiba, Elara segera turun dan memanggil perawat. Irish dibantu duduk di kursi roda dan dibawa ke ruang pemeriksaan.

“Elara.” panggil Irish.

Elara menunduk lembut.

“Ya, Grandma?” tanya Elara.

“Kalau nanti Grandma harus dirawat, jangan bolak-balik dari kantor. Kau harus tetap bekerja. Grandma tidak ingin membuatmu lelah.” ucap Irish

“Grandma, Tuan Marvin orang yang cukup pengertian. Dia akan mengerti. Aku tidak akan meninggalkan Grandma sendirian di rumah sakit.” ucap Elara.

Irish tersenyum hangat.

“Kau selalu menepati janji, ya?” tanya Irish.

Elara mengangguk.

“Selalu, Grandma. Karena Grandma adalah satu-satunya keluarga yang aku punya.” ucap Elara membalas.

Akhirnya beberapa menit setelah pemeriksaan.

Perawat keluar dari ruang pemeriksaan, membawa hasil awal dan berkata.

“Nona Elara, tekanan darah Nyonya Irish sedikit turun dan detak jantungnya tidak stabil. Dokter menyarankan untuk dirawat semalam agar kondisinya bisa diawasi.” ucap Perawat itu.

Elara mengangguk cepat.

“Baik, saya setuju. Tolong atur kamarnya.” pinta Elara.

Elara menatap Irish, yang kini menatapnya dengan tatapan lembut.

“Kau selalu tahu yang terbaik untuk Grandma, terima kasih Elara.” ucap Irish.

“Aku menyayangimu Grandma.” balas Elara.

“Dan Grandma lebih sayang padamu.” ucap Irish lagi.

Sampai malam itu, di ruang perawatan yang sunyi, Elara duduk di kursi kecil di sisi ranjang Irish. Ia memegang tangan Irish, mengusapnya perlahan.

Elara menatap wajah Irish yang perlahan tertidur, lalu berbisik pelan.

“Tuhan, jangan ambil Grandma dariku. Biarkan dia bersama denganku untuk waktu yang lama.” pinta Elara begitu memohon.

Air matanya jatuh, wajahnya menimpa punggung tangan tua yang mulai keriput.

****

Pagi itu.

Elara duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Irish yang sedang beristirahat. Wajah perempuan tua itu tampak pucat, tapi tersenyum lembut setiap kali menatap Elara.

Elara yang sejak malam belum tidur akhirnya mengambil ponselnya, lalu mengetik pesan.

[Selamat pagi, Tuan. Saya izin tidak masuk kerja hari ini. Grandma saya sedang dirawat di rumah sakit dan saya ingin menemaninya. Mohon maaf atas ketidakhadiran saya.] isi pesan itu.

Ia menatap layar beberapa detik sebelum akhirnya menekan tombol kirim. Napasnya dilepaskan pelan.

“Semoga tidak masalah,” gumamnya lirih sambil memandang Irish yang tampak lemah.

Tidak ada balasan, namun setengah jam berlalu. Sepatu kulit yang berat berhenti tepat di depan pintu, diikuti bunyi ketukan tiga kali.

“Elara.” ucapnya.

Suara berat itu membuat tubuh Elara menegang. Ia menoleh cepat dan benar saja, Marvin berdiri di ambang pintu dengan jas hitamnya yang rapi.

Wajahnya tegas seperti biasa, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda, sorot matanya tampak lebih lembut, lebih khawatir.

“T-Tuan Marvin? Anda, bagaimana bisa?” tanya Elara kebingungan.

Marvin melangkah masuk tanpa menunggu undangan.

“Aku menerima pesanmu,” ucapnya datar, lalu menatap sekilas ke arah Irish. “Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja.” ucap Marvin lagi.

Elara terdiam. Ia tak menyangka Marvin akan datang sendiri.

“Tuan tidak perlu repot-repot. Saya hanya izin sehari saja, setelah Grandma saya membaik maka saya akan...”

“Bukan soal pekerjaan, Elara,” potong Marvin cepat. “Aku khawatir. Kau tidak terlihat baik akhir-akhir ini. Dan aku ingin tahu bagaimana keadaan Grandma mu juga.” ucap Marvin tak ragu.

Irish yang sedari tadi tampak tertidur, membuka matanya perlahan.

“Siapa itu, Elara?” tanyanya lirih.

Elara tersenyum kecil.

“Ini Tuan Marvin, Grandma. Atasan Elara.” ucap Elara memperkenalkan.

“Ah begitu.” Irish menatap Marvin dengan pandangan samar, lalu tersenyum ramah. “Kau pemimpin tempat cucuku bekerja?” tanya Irish.

Marvin mengangguk hormat.

“Ya, Nyonya. Saya Marvin Luther.” ucapnya.

Senyumnya tipis, tapi tulus.

“Terima kasih sudah mengizinkan Elara bekerja untuk saya. Dia pekerja keras.” ucap Marvin lagi.

Irish tersenyum

Namun saat Elara membetulkan selimut Irish, Marvin memperhatikan gerak-geriknya dengan pandangan yang sulit dijelaskan, lembut tapi dalam, seolah menyimpan sesuatu yang tidak bisa diucapkan.

“Sejak kapan Grandma mu sakit?” tanya Marvin perlahan.

“Semalam,” jawab Elara, mengusap rambut tuanya yang mulai memutih.

“Tiba-tiba sesak napas. Saya pikir hanya kelelahan, tapi...” ia berhenti sebentar, menatap Irish yang kembali memejamkan mata.

“Saya tak mau ambil resiko. Makanya saya bawa ke rumah sakit.” lanjut Elara.

Marvin mengangguk.

“Kau melakukan hal yang benar.”

Ia menatap Elara lama, membuat wanita itu salah tingkah.

“Tuan, mengapa menatap saya seperti itu?” Elara menunduk gugup.

Marvin tak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas dalam, lalu duduk di kursi sebelahnya.

“Entah kenapa aku merasa kau terlalu sering mengurus orang lain, tapi lupa mengurus dirimu sendiri.” tiba-tiba Marvin berucap seperti itu.

Elara terdiam. Ucapan itu begitu lembut, tapi juga seperti teguran.

“Saya hanya ingin memastikan orang yang saya sayangi tidak terluka, itu saja.” jawabnya pelan.

Ucapan itu membuat Marvin sedikit terdiam. Matanya menatap wanita itu dengan raut yang sulit dibaca, antara kagum, iba, dan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar empati.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan.

Marvin kemudian berdiri.

“Aku sudah memesan makanan untuk kalian berdua. Kau pasti belum makan.” ucap Marvin.

“Tuan tidak perlu repot…” Elara hendak menolak, tapi Marvin mengangkat alisnya, menatapnya dengan tatapan khasnya yang tak memberi ruang untuk perdebatan.

“Elara,” suaranya pelan tapi tegas, “terima saja. Anggap ini perintah langsung dari atasanmu.” ucap Marvin.

Elara akhirnya hanya bisa mengangguk, sementara Marvin menatap Irish lagi sebelum berkata.

“Grandma mu wanita yang kuat. Tapi tetap, kau juga harus kuat. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku langsung.” ucap Marvin lagi.

Setelah itu Marvin memilih pamit pergi.

Irish yang ternyata belum tertidur penuh berbisik pelan.

“Dia perhatian sekali padamu, Elara.” ucap Irish.

Elara terdiam, menatap jari-jarinya sendiri yang bergetar.

“Tidak, Grandma, dia hanya atasan yang baik.” ucap Elara.

Namun suaranya sendiri terdengar ragu.

Bersambung…

1
Rasmi Linda
kau bodoh dia naksir kau
Jumiah
jangan kawatir lara kmu akan mendapatkan yg lebih baik dri sebelum x..
Siti Hawa
aku mmpir thoor... dari awal aku baca, aku tertarik dengan ceritanya... semangat berkarya thoor👍💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!