NovelToon NovelToon
Gara-Gara COD Cek Dulu

Gara-Gara COD Cek Dulu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:939
Nilai: 5
Nama Author: Basarili Kadin

Berawal dari pembelian paket COD cek dulu, Imel seorang guru honorer bertemu dengan kurir yang bernama Alva.
Setiap kali pesan, kurir yang mengantar paketnya selalu Alva bukan yang lain, hari demi hari berlalu Imel selalu kebingungan dalam mengambil langkah ditambah tetangga mulai berisik di telinga Imel karena seringnya pesan paket dan sang kurir yang selalu disuruh masuk dulu ke kosan karena permintaan Imel. Namun, tetangga menyangka lain.

Lalu bagaimana perjalanan kisah Imel dan Alva?
Berlanjut sampai dekat dan menikah atau hanya sebatas pelanggan dan pengantar?

Hi hi, ikuti aja kisahnya biar ga penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Basarili Kadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Teman Aneh

Part 19

Siangnya aku sudah sampai di kost-an, seperti biasa aku diantar oleh papa dan hari ini aku mengambil bekal yang lumayan banyak, kesal karena kemarin dikhianati. Saat ini aku akan pedulikan diri sendiri, bahagiakan diri sendiri, dan orang lain belakangan, yang penting mereka dapat hak mereka.

Aku memberitahu Gian bahwa aku sudah kembali ke kost, aku pikir aku akan lama di rumah, tetapi ternyata tidak karena lebih nyaman di sini.

Gian sangat senang ketika mendengar aku sudah pulang, bahkan nanti sore katanya dia akan mampir.

Oh ya, kalung yang aku pakai ternyata tidak diketahui oleh papa dan mama, mungkin mereka tidak sadar jika aku memakai kalung baru atau mungkin mereka juga sudah paham kalau aku bisa membelinya sendiri. Namun, bersyukur mereka tidak banyak tanya.

"Imel? Kamu di dalam, gak?" tanya Nirma dari luar.

Tumben dia tidak bekerja, atau dia libur?

"Ya, aku di sini," sahutku.

"Pintunya boleh dibuka?"

"Iya, buka aja. Aku cape lagi rebahan."

Nirma pun masuk dan duduk di tepi ranjang menghadapku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Engga, cuma kesel aja. Kamu kemarin pulang sehari rasanya kayak setahun," ujarnya.

"Halah, lebay. Aku di sini aja kamu gak pernah mampir."

"He he, kan aku juga kerja lah, Mel."

"Oiya, kok sekarang gak kerja?" tanyaku spontan.

"Aku, aku dipecat Mel."

"What, dipecat? Kenapa ada apa kunaon ieu teh?"

"Sebenernya gini sih, aku kan kerja jadi kasir, nah si uang setoran yang aku setorin kurang, aku harus nutupin kekurangannya, kalau engga ya aku pulang karena yakin dipecat. Karena ngomongnya kalau gak bisa ganti ya dipecat." Jelasnya panjang lebar.

Aku sih antara yakin gak yakin.

"Ooh gitu, terus sekarang gimana?" tanyaku.

"Kalau bisa sih aku ingin pinjam uang 5 juta sama kamu atau gak kamu kasih pekerjaan sama aku apa aja deh bebas."

Hadeuh, bagaimana kiranya? Uang yang dia ingin pinjam bukanlah uang yang kecil, pekerjaan yang dia inginkan juga tidak sesuai dengan aturan perusahaanku atau bisnisku.

Jika aku menerima dia identitasku perusahaanku bisa berubah, dan aku tidak ingin itu terjadi.

Memang Nirma bisa saja kujadikan manager pengganti Rudiawan, tetapi dari segi bicaranya Nirma waktu itu membuatku tidak yakin, kalau dijadikan karyawan ya itu tidak mungkin karena harus laki-laki.

"He he, gede juga ya. Aku kan cuma honor ya jadi ga mungkin dong punya uang segitu," ucapku merendah.

"Kalau pekerjaan ada gak?"

"Pekerjaan apa yang kamu butuhkan?" tanyaku.

"Aku pengen jadi sekretaris di kantor-kantor atau asisten atau bahkan gapapa deh karyawan kantor juga," ujarnya.

Pas juga sih aku membutuhkan semuanya untuk kebutuhan kantor apalagi asisten, kalau sekretaris dua orang pun masih aman meskipun sekretaris kantor masih kekurangan, tetapi aku harus pilih-pilih. Bendahara juga aku kekurangan, tapi rasanya tidak mungkin dia kujadikan bendahara. Asisten pun rasanya sekarang tidak mungkin apalagi setelah dia mengatakan "Aku hanya honor 200 ribu mana mungkin bisa sewa rumah gede dan mahal."

Marketing? Admin online? Emh rasanya tidak juga. Aku tidak percaya padanya Tuhan.

"Emh gitu ya, agak sulit juga, ya."

"Ya minimal ijazah SMK aku kepake dan dapat uang gede, daripada S1 cuma ratusan ribu."

Nah kan, dia mulai lagi. Terus mau minjam uang ke aku gitu?

"Nyindir aku?"

"Engga jugalah, Mel. Ya maksudnya ya mending kerja yang lainlah daripada jadi guru gaji kecil cuma ratusan ribu, aku di Alvamart aja 3 jutaan."

"Aku juga honor satu jutaan, tapi harus full ke sekolah."

"Nah kan masih gedean aku."

"Terus kamu mau minjam uang segitu gedenya ke aku buat apa?" tanyaku mulai gedeg, resek juga teman kosan ini.

"Jual aja kalung kamu, aku butuh banget please, Mel." Mohonnya menempelkan kedua tangan dengan mata yang mengembun, mungkin dia ingin mengalirkan air mata buaya.

"Tapi ini gak bisa aku jual, bahkan tidak akan pernah aku jual. Maaf ya, buat sehari-hari aja aku seadanya. Kerja aja baru dua minggu mana ada gajian, gajian pun gak akan sampai 5 juta. Lagian ngapain sih sampai harus ganti 5 juta?!"

"Please, Mel. Aku beneran butuh banget, kita kan temen?"

"Iya temen, tapi aku ga ada uang untuk kamu. Minta aja ke yang lain jangan aku, aku aja pusing." Keluhku, bahkan sudah malas berbicara dengannya.

Rasanya aku menyesal memakai kalung ini, kan jadi diincar yang ingin minjam uang secara paksa. Alasanku makin kuat untuk tidak mengajak dia bekerja bersamaku.

"Mel, kamu gak kasihan sama aku?"

"Nirma, kamu gak kasihan sama aku? Aku cuma honor, dan aku cuma punya ini kalaung yang dipakai. Gaji kamu lebih gede dari honor, kalau harus milih lebih baik aku jual kalung ini buat diri aku sendiri daripada dijual untuk orang lain, kalau harus dipaksa. Aku juga di sini kekurangan tapi aku gak sampai menjual ini, karena aku gak akan jual ini."

"Ya sudah!" ketusnya melenggang seraya menutup pintu.

Brak!

Dia menutup pintunya dengan kencang.

Lagipula ada-ada saja, minjam uang maksa-maksa. Apa iya rugi sebulan sampai 5 juta untuk bulan ini? Gajian aja kan belum, kok sudah tahu yang harus digantinya 5 juta, terus kan bisa juga diganti dengan memotong gaji?

Sebenarnya ini cuma alasan akal-akalan saja atau apa ya? Jujur saja meski seratus juta pun aku pegang, tetapi tidak di tanganku secara fisik melainkan di kartu atm dan brankas juga banyak, tetapi jujur untuk saat ini aku tidak seperti dulu. Aku akan memilih dan lebih hati-hati dalam berteman, karena 5 juta pun tetap besar bagiku, itu bukan uang kecil. Untuk dapat uang segitu pun aku perlu berusaha keras bahkan susah payah.

***

Sorenya aku melihat Nirma mundar mandir maju mundur di teras depan kosan, aku melihatnya dari balik gorden. Dia menggigit jari seperti orang kebingungan. Apa iya dia benar-benar terjepit hutang dan harus ganti rugi?

Aku pun bertekad membuka pintu untuk membukanya, tetapi urung karena ingin memastikan lagi.

Namun, posisinya tetap tidak berubah. Bahkan aku melihat kepalanya menatap langit-langit, sesekali duduk, berdiri lagi dan terus mondar-mandir sambil menggigit jari.

Aku pun membukakan pintu untuk menanyanya.

"Nir," tanyaku.

"Iya," jawabnya singkat. Mungkin dia benar-benar membutuhkan, tetapi aku tidak suka caranya yang memaksa.

"Kamu kenapa sih mondar-mandir terus?" tanyaku.

"Aku sudah bilang, aku butuh uang. Kalau aku dipecat bagaimana dengan orang tua dan adikku? Mereka makan apa kalau tidak kerja? Cari kerja zaman sekarang sulit banget," tuturnya.

Mendengarnya aku merasa khawatir, apalagi menyangkut kedua orang tua dan adiknya, tetapi aku akan mencoba dengan nominal yang kecil.

"Emh gitu, aku punya uang tapi aku gak pegang uang banyak (emang faktanya aku gak pegang uang, tah kan uangku di atm bukan di tangan), kalau aku kasih kamu 2 juta gapapa?" tanyaku.

Wajah Nirma seketika berubah sumringah seperti tidak ada beban.

"Gapapa, 2 juta juga gapapa kok, aku terima," ujarnya kegirangan.

"Terus kurangnya bagaimana?" tanyaku.

"Nanti sajalah aku cari lagi."

"Ya sudah." Aku beranjak masuk untuk mengambil dompet dan Nirma pun ikut, eits atm ku ada di dompet satunya lagi, jadi ketika Nirma melihatku mengambil beberapa lembar uang, dia hanya tau kalau aku cuma punya uang seadanya di dalam dompet.

"Uangmu banyak juga," ujarnya.

"Ini bekal aku selama sebulan."

"Bekal kamu gede, gaji kerja kamu kecil. Gak salah?"

"Enggak, kan orang tuaku juga kerja. Aku tuh ya nganggur aja bisa dapat uang," selorohku tertawa ngakak.

"Bisa aja kamu. Katanya gak punya uang tapi ini ada."

"Kalau lima juta gak punya, ini aku cuma ada dua juta setengah, yang dua juta aku kasih kamu. Lima ratusnya bekal aku di sini, gapapa kan? Aku sudah berkorban nih buat kamu," ujarku.

"Iya makasih banget, maaf ya tadi maksa jual kalung soalnya aku pusing banget."

"Iya gapapa santai aja."

"Ini harus diganti kapan?" tanyanya meyakinkan.

"Sebulan kalau bisa, aku butuh baju, butuh belanja juga. Kamu tahu sendiri aku seperti apa di sini."

"Ya aku tahu, kamu hidup pas-pasan, tapi mending kamu punya orang tua yang penghasilannya gede."

"Enggak juga, bapaku cuma buruh tani kok, kadang dagang-dagang."

"Tapi ini uangnya banyak, hasil minjem ya karena takut anaknya kelaparan di sini?"

Sial, mulutnya benar-benar kebangetan kalau nyinyir, gak ngaca gak punya kaca gak sadar diri atau bagaimana, bukannya berterima kasih malah meremehkan orang lain.

"Hasil minjam kali, eh malah dipinjam lagi. Sungguh malu orang yang meminjam uang pinjaman apalagi untuk kelangsungan anaknya," sindirku.

"He he, nyindir aku ya? Aku gak ngeremehin kamu kok, cuma aneh aja. Ya sudah ya makasih."

Dia pergi begitu mengambil uangnya, jika saja tadi wajahnya tidak memprihatinkan, ogah banget aku membantunya, tetapi wajah dia begitu menyedihkan.

Gak tahu ya, kalau orang tuaku ini nganggur aja dapat uang jutaan tiap bulan soalnya aku yang menyuruhnya diam, tidak tega rasanya kalau harus berdagang keliling dan kepanasan.

Aku menjadi seperti ini juga berkat dukungan dan bantuan mereka, jadi selagi aku bisa mencukupi kebutuhan mereka lebih baik mereka duduk manis aja di rumah, meski kadang ya ada tidak enaknya, oleh karena itu aku berencana membuatkan usaha juga untuk orang tua di kampung, karena kadang aku juga kewalahan dalam mengatur keuangan, harus kirim sana sini.

Jadi aku ingin usaha yang di kampung dikelola oleh orang tua, rencanaku ingin membuka toko grosiran makanan atau warung gede-gedean. Jadi gampang untuk dikelola mereka, tinggal cari karyawan untuk melayani pembeli.

Kalau soal komputer biar aku saja yang urus, tetapi melihat toko grosiran seperti itu rasanya mudah-mudah saja, laptop atau komputer bisa dipake oleh karyawan lulusan SMK, orang tuaku cukup mantau aja. Uang dicuri mudah ketahuan, paling yang ambil jajanan yang tidak akan ketahuan, kecuali kalau kesorot CCTV.

1
Bonsai Boy
Jangan menunda-nunda lagi, ayo update next chapter sebelum aku mati penasaran! 😭
Hiro Takachiho
Gak sabar nih baca kelanjutannya, jangan lama-lama ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!