NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:393
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjamuan Beracun

Balairung Arvendral disulap jadi lautan cahaya malam itu. Lampu kristal berkilauan, musik harpa menggema, meja panjang dipenuhi anggur dan daging panggang. Para bangsawan berdiri dengan jubah emas dan perhiasan berkilau, wajah mereka tersenyum… namun mata mereka penuh hitung-hitungan.

Edrick memasuki aula bersama Selene dan Alden. Sorak sopan terdengar, beberapa bangsawan pura-pura menunduk hormat, tapi ada juga yang menyembunyikan cibiran.

Lady Corvane melangkah mendekat, bibirnya melengkung seperti ular. “Pangeran Hale,” katanya manis, “malam ini Arvendral merayakan kembalinya pewaris api. Semoga engkau berkenan menikmati hidangan yang telah kami siapkan.”

Ashenlight di punggung Edrick bergetar samar, seolah tahu racun mengintai di balik senyuman.

Saat musik mengalun, prajurit membawa piala anggur emas dan meletakkannya di depan setiap tamu. Edrick duduk di dekat Raja Aldric, yang menatapnya dengan wajah dingin.

“Ini adalah ujian,” bisik Aldric lirih, hanya untuk telinga Edrick. “Lihat siapa yang akan tersenyum kepadamu, dan siapa yang ingin melihatmu jatuh.”

Edrick memandang meja. Para bangsawan menunggu ia mengangkat piala terlebih dahulu.

Selene, duduk agak jauh, memberikan tatapan tajam—peringatan tanpa kata. Alden meletakkan tangannya di gagang pedang, siap bergerak kalau sesuatu terjadi.

Dengan tenang, Edrick mengangkat piala… lalu berdiri.

“Sebelum kita minum,” suaranya lantang, bergema di aula, “izinkan aku mempersembahkan sedikit pertunjukan. Api biru tidak hanya membakar bayangan… tapi juga kebohongan.”

Ia menyentuh piala emas dengan Ashenlight.

Sekejap, api biru menyambar, menyinari seluruh aula. Cairan dalam piala berubah hitam, mendidih, lalu mengeluarkan asap beracun yang membuat beberapa bangsawan terbatuk dan menjerit.

Hanya beberapa piala yang tetap merah jernih milik mereka yang tidak berniat jahat.

Kekacauan pecah. Beberapa bangsawan mundur dengan wajah pucat, sebagian lagi berusaha menyembunyikan rasa bersalah. Lady Corvane berdiri tenang, bahkan bertepuk tangan pelan.

“Luar biasa,” katanya lembut. “Pangeran benar-benar tahu bagaimana membuat pertunjukan. Tapi pertanyaannya… berapa lama rakyat akan percaya api itu berkah, bukan kutukan?”

Raja Aldric bangkit, suaranya menggelegar. “Cukup!”

Balairung hening.

Tatapannya beralih dari Edrick ke para bangsawan yang tertangkap basah. “Malam ini aku melihat dua hal: kebenaran… dan ketakutan. Siapa pun yang mencoba menghancurkan kerajaan dari dalam, akan menghadapi pedangku sendiri.”

Namun, meski ucapannya keras, Edrick tahu ayahnya tidak sepenuhnya berdiri di pihaknya.

Saat musik kembali dipaksa mengalun dan pesta dilanjutkan dengan kepalsuan baru, Edrick menatap Ashenlight.

Api biru itu menyala lembut, seolah berbisik: kebenaran hanya menunda darah. Dan darah akan tertumpah.

Malam larut ketika lonceng istana berdentang tiga kali tanda dipanggilnya Dewan Rahasia. Hanya segelintir bangsawan dan penasihat yang diizinkan hadir, dipimpin langsung oleh Raja Aldric.

Balairung kecil di sisi timur istana dipenuhi cahaya lilin. Meja bundar terhampar peta kerajaan, bendera kecil ditancapkan di atas kota-kota penting.

Aldric duduk di kursi tertinggi, matanya tajam. Di sebelahnya berdiri Edrick, dengan Ashenlight yang disampirkan di punggung.

Lord Veynar berbicara pertama, suaranya serak. “Tuanku, kita sudah melihat apa yang dilakukan Pangeran Hale malam ini. Api biru bukan hanya senjata—itu pengadilan yang membakar dusta. Dengan kekuatan itu, siapa pun di ruangan ini bisa terbongkar. Bagaimana kita bisa memerintah di bawah sorotan api?”

Lady Corvane menambahkan, bibirnya melengkung. “Bahkan jika ia niatnya murni, rakyat akan lebih mendengar api daripada mahkota. Apa jadinya kalau mereka menolak engkau, Tuanku, dan memilih api biru sebagai raja mereka?”

Edrick menatap mereka semua, lalu berkata dengan tenang, “Aku tidak menginginkan takhta. Yang kuinginkan hanya mengusir bayangan dari negeri ini.”

Lord Fenric menyeringai. “Kata-kata indah. Tapi sejarah tahu, siapa pun yang membawa pedang api akan selalu mengklaim mahkota, entah ia mau atau tidak. Api itu bukan sekadar senjata itu lambang.”

Aldric mengangkat tangannya, menenangkan keributan. “Cukup.”

Tatapannya jatuh pada Edrick. “Mereka benar dalam satu hal, anakku. Api biru adalah lambang. Dan lambang bisa menghancurkan lebih cepat daripada seribu bayangan.”

Edrick menahan napas. “Lalu, apakah kau menganggapku ancaman, Ayah?”

Aldric berdiri, berjalan perlahan ke arah jendela yang terbuka, menatap malam kota. “Aku menganggapmu… ujian. Ujian bagi rakyat, ujian bagi takhta, dan ujian bagi diriku sendiri.”

Keheningan tegang memenuhi ruangan.

Akhirnya, Aldric menoleh, suaranya dingin. “Mulai besok, kau akan memimpin pasukan kerajaan melawan Malrik. Kalau kau menang, rakyat akan melihatmu sebagai pahlawan. Kalau kau kalah… maka api biru akan padam, dan kita terbebas dari ketakutannya.”

Edrick mengepalkan tangan, api di dalam dirinya bergejolak. “Jadi hidupku hanyalah taruhan bagimu?”

Aldric menatapnya lama, lalu berkata lirih, “Kerajaan selalu dibangun di atas taruhan, Hale. Dan kau adalah taruhanku yang terbesar.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!