Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 ~ Butiran Debu
Bab 19
Beberapa jam sebelum kedatangan Abi di kediaman orangtua Adel, Zahir tiba di kantor dan langsung menjadi pusat perhatian. Ada lebam dan memar menghiasi wajah pria itu, juga karena video kejadian semalam sudah beredar. Video di mana Abi memukulnya dan berakhir baku hantam.
Dia sendiri yang berniat menyebar luaskan video tersebut, meski dimulai oleh orang suruhannya di kantor. Tentu saja ada rencana di balik ide menyebarkan video tersebut. Kalau sekedar memecat Abi, terlalu mudah. Ia ingin mengancam dengan tuntutan pasal penganiayaan.
Tiba di ruang kerja, Neli langsung mengekor ke dalam ruangan. Membacakan jadwalnya hari ini.
“Butuh sesuatu, pak?”
“Panggil Adel dan Mona kemari. Hubungi juga bagian HRD, aku akan laporkan pelanggaran salah satu karyawan. Berani dia main-main dan menghina Zahir Renaldi.”
“Baik, pak.”
Zahir tersenyum smirk membayangkan Abi akan memohon-mohon meminta maaf padanya.
“Kita lihat siapa yang tertawa terakhir.”
Tidak lama Neli kembali lagi dengan kabar Adel tidak masuk kerja dengan alasan sakit.
“Sakit?” Zahir berdecak pelan, padahal ia bermaksud mengadu domba Adel dan Mona nyatanya formasi tidak lengkap.
“Saya hubungi HRD saja atau gimana?”
Belum sempat menjawab pertanyaan Neli, ponsel Zahir bergetar. Ada pesan masuk dari Adel. Rasanya ingin ia lempar ponsel itu lalu berteriak, tapi tidak dilakukan mengingat ada Neli. Zahir masih menjaga citra dan wibawanya.
Ancaman Adel dengan rekaman pembicaraan semalam cukup telak. Ia bisa hancur, bukan hanya karir tapi juga rencana pernikahannya.
“Pak Zahir,” tegur Neli karena belum mendapat jawaban, apalagi Zahir terlihat memikirkan sesuatu dengan nafas mendengus.
“Saya hubungi HRD sekarang atau ….”
“Berisik!” pekik Zahir membuat Neli tersentak kaget. “Sabar dulu, aku sedang berpikir.”
“Ma-af, pak.”
Zahir frustasi sampai mengusap wajahnya. Belum mendapatkan ide untuk menyelesaikan masalahnya. Menyanggupi lamaran untuk Adel lalu bagaiman adengan pernikahannya. Meski mendadak, tapi persiapan sudah hampir final. Undangan sudah disebar, gedung, catering dan yang lainnya pun sudah siap.
“Saya permisi ke depan, perlu sesuatu bisa panggil saya,” ujar Neli pelan khawatir Zahir kembali emosi. “Pengacara bapak tadi sempat telpon.”
Zahir menatap Neli. Pengacara, ia sempat menghubunginya sekedar konsultasi masalahnya dengan Abi. Perlahan wajahnya tersenyum.
“Kalau bisa orang lain kenapa harus aku,” gumam Zahir. “Hubungi HRD dan Abimanyu,” titah Zahir masih dengan senyum mengembang di wajahnya.
Yang tiba lebih dulu adalah Aldo, manager HRD. Padahal Zahir hanya memanggil salah satu staf HRD yang mengurus masalah kontrak kerja Abi. Namun, Aldo yang datang. Tentu saja sudah tahu akan membahas permasalahan Zahir dan Abimanyu.
Neli mengantar Abi memasuki ruang kerja Zahir mendapati dua pria dengan jabatan manager menatap ke arahnya. Tanpa mempersilahkan Abi untuk duduk, Zahir langsung menunjuk dan membicarakan masalah semalam.
Aldo dengan posisi bersedekap mendengarkan sambil mengangguk pelan.
“Abimanyu, kamu bisa saja dipecat. Ini termasuk pelanggaran,” seru Aldo dan Abi tidak merespon hanya diam saja. Bahkan Zahir dibuat jengkel karena tidak ada raut penyesalan apalagi memohon agar tidak dipecat.
“Sebaiknya selesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan damai saja,” usul Aldo.
“Aku tidak masalah. Selama dia minta maaf secara langsung dan pernyataan resmi melalui sistem online perusahaan.”
“Kenapa saya harus minta maaf?”
Kembali dibuat geram dengan Abi, Zahir sampai beranjak dari kursi dan menggebrak meja lalu menunjuk wajah Abimanyu.
“Cari mati kamu,” sentak Zahir.
“Bro, sabar dulu,” ujar Aldo berusaha menenangkan Zahir. “Abi, di sini kamu salah. Sudah seharusnya kamu minta maaf.”
“Di sini?” tanya Abi. “Maksudnya antara Pak Zahir dan Pak Aldo?”
Zahir dan Aldo saling tatap tidak mengerti dengan pernyataan Abi.
“Kalian menganggap saya salah menyimpulkan dari rekaman cctv. Kenapa tidak bertanya kenapa saya sampai memukul duluan,” tutur Abi.
Aldo setuju dengan ucapan Abi lalu menoleh ke arah Zahir.
“Anda sudah menghina saya dan Ibu saya. Bukan anda saja yang bisa emosi, saya pun bisa. Kenapa hanya saya yang minta maaf, kita harus saling meminta maaf,” tutur Abi.
Zahir tergelak mendengar keinginan Abi.
“Dasar OB beg0. Dari rekaman CCTV kamu memulai duluan memukul wajahku, jelas itu salah. Tadinya aku ingin berdamai, tapi mendengar kesombonganmu sepertinya aku akan perpanjang masalah ini.”
Abimanyu diam saja, tanpa ekspresi apapun. Ancaman tersebut sangat tidak berpengaruh untuknya.
“Zahir, tunggu dulu. Kamu serius ingin memperpanjang masalah ini?”
Zahir mengedikkan bahu.
“Abi bisa saja dipecat dan kamu tetap jadi perhatian. Perusahaan aka cari tahu kenapa Abi memukulmu.”
“Terserah. Yang jelas menurut pengacaraku, dia bersalah.” Zahir kembali menunjuk Abi.
“Abi, sebaiknya kamu minta maaf dan selesaikan masalah ini baik-baik. Cari kerja itu susah. Kamu bukan hanya dipecat, tapi akan dipenjara,” tutur Aldo.
“Tinggalkan kami!” titah Zahir.
“Hah, tidak bisa. Yang ada kalian saling hantam lagi.”
“Tidak akan, biar kami selesaikan sebagai sesama pria,” ujar Zahir mengusir Aldo. “Aku akan panggil kalau kami butuh penengah.”
Meski ragu Aldo pun keluar, tidak berniat meninggalkan divisi itu melainkan menunggu di depan ruangan Zahir. Abi masih berdiri sedangkan Zahir bersandar nyaman pada kursi kerjanya.
“Jadi, mau berdamai?” tanya Zahir.
“Anda harus minta maaf, lalu kita berdamai.”
Zahir terkekeh mendengar keinginan Abimanyu.
“Abimanyu, banyak karyawan membicarakan kamu katanya kamu ganteng. Menurutku kamu bodoh dan naif. Jangan memaksaku minta maaf. Setelah ini kamu dipecat dan kita bertemu di pengadilan. Entah jadi apa dirimu nanti, tapi aku …. Aku akan tetap berjaya. Karirku akan melesat, bahkan jalan menjadi direktur terbuka lebar.”
Dalam hati Abi ingin terbahak mendengar Zahir terlalu percaya. Zahir beranjak dari kursinya dan berdiri tidak jauh dari Abi, bersedekap dan menatap remeh lawan bicaranya.
“Pemilik perusahaan ini, Indra Daswira. Sangat dekat denganku juga keluargaku. Beliau akan memperhitungkan posisi dan kemampuanku, tapi kamu … hanya butiran debu.”
‘Semudah itu papi menerima bajing4n ini,’ batin Abi.
“Bagaimana kalau kita kerja sama? Sama-sama menguntungkan, itu pun kalau kamu mau kalau tidak ya sampai berjumpa di pengadilan.”
Zahir berbalik untuk kembali ke kursinya lalu mengusir Abi.
“Kerja sama apa?” tanya Abi. ‘Kita buktikan, siapa yang akan jadi butiran debu.'
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu
kalo perlu zahir nya ngk punya apa " dan tinggal di kontrakan biar kapok
sedia payung sebelum hujan