Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.
Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.
Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.
Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?
Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hello, Mr. Actor Part 19
...-Ekspresikan diri dalam setiap teguk, walaupun lelucon dunia bikin acara ngopi jadi ajang adu gelisah -...
...***...
Sebuah kisah di masa lampau.
Sebuah pertengkaran membuat keluarga yang aman dan damai terancam hancur. Hal ini disebabkan oleh kasih yang terbagi, lebih tepatnya --- dipaksa berbagi.
Saat itu, Handaru Jatmika diharuskan menikahi Sekar Asmita, demi kokohnya kerajaan bisnis dua keluarga. Yang menjadi masalah, saat itu Handaru sudah memiliki seorang kekasih, Hastuti namanya.
Sangat sadar dirinya yang hanyalah seorang rakyat jelata, Hastuti dengan ikhlas merelakan Handaru untuk menikahi Sekar.
Tidak! Hal ini jelas tak disetujui oleh Handaru. Jika para orang tua bisa mengancam dirinya, dengan pilihan bertahan dalam keluarga atau pergi bersama Hastuti, maka Handaru dengan berani memberikan sebuah penawaran pada keluarganya.
"Aku akan menikahi Sekar sebagai istri kedua."
Hah!
Seluruh keluarga yang hadir dalam pertemuan itu terperangah. Jika Sekar menjadi yang kedua, apakah itu artinya Hastuti akan menjadi yang pertama?
"Maksud kamu apa, Nak Handaru?" tanya Tuan Charlie Pirouz, pria berdarah inggris. Dia adalah ayah dari Sekar.
Ternyata, Handaru bersedia menikahi Sekar asalkan sebelumnya dia diperbolehkan menikahi Hastuti. Sebuah penawaran yang mendorong Handaru berpijak di tepi jurang, namun, ia tak gentar. Demi cinta sejatinya, ia tak akan menyerahkan posisi pertama itu kepada wanita lain.
Ketika para orang tua sempat menolak, maka Handaru tanpa ragu akan menolak pernikahan bisnis itu terjadi.
Hanggini menatap iba pada Sekar, putrinya yang begitu pasrah menerima perjodohan ini. Dia yang begituan patuh pada orang tua, terlihat sangat rapuh ketika Handaru mengajukan penawaran.
Demi keuntungan bersama, maka pernikahan Handaru dan Hastuti terjadi, begitu juga dengan pernikahan Handaru dan Sekar. Sungguh, para orang tua tak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Berlandaskan cinta buta, Hastuti meyakinkan kedua orangtuanya untuk mendukung jalan yang dia pilih.
Dari pernikahan itu Hastuti dikaruniai dua putra, yang pertama bernama Yasser, ayah Yara. Dan tentu saja si bungsu adalah Latif. Sedangkan Sekar, dia hanya memiliki satu keturunan saja, dialah Shafi Pirouz, ia lebih muda 3 tahun dari Latif.
Bertahun hidup dalam dua cinta, Handaru tetap tak bisa membagi hatinya dengan adil pada Sekar dan Hastuti. Dan dengan terpaksa Sekar membiarkan Handaru tinggal bersama Hastuti saja.
Dikucilkan keluarga, itulah yang terjadi pada Handaru dan Hastuti Kekayaan dan kekuasaan seketika direnggut dari mereka, setelah Handaru memutuskan untuk meninggalkan Sekar. Sementara Sekar, dia yang baik hati tentu sangat disayangi keluarga Jatmika. Hingga saat ini dia hidup bergelimang kekayaan, dan berstatus sebagai satu-satunya nyonya besar dari keluarga Jatmika.
* * *
Yara rasanya ingin kabur dari mobil Shafi. Bisa-bisanya paman yang satu ini membawanya ke kediaman mewah mereka tanpa persetujuan darinya dahulu.
"Mau kabur kemana? Kita lho, baru ketemu, kamu sudah main kabur aja. Kamu nggak kangen sama aku?" tanya Shafi dengan nada lembur.
Tak seperti Latif yang serampangan, Shafi begitu tenang tapi sama menyebalkannya bagi Yara.
"Kangen? Muka kamu aja hampir kelupaan dari otakku."
Jawaban model apa itu? Shafi mendengus mendengarnya.
"Yara oh Yara ... kamu masih aja judes. Biasanya yang judes kayak kamu asik dijadiin istri."
Plak!
Begitu ringan tangan Yara memukul belakang kepala Shafi. Sang asisten sekaligus supir sontak menoleh ke belakang. Dengan segera tangan Shafi terangkat padanya, sebagai tanda bahwa dirinya tidak apa-apa.
Bersedekap, alih-alih meminta maaf, Yara enggan menatap wajah Shafi. Bagaimana dia tidak membuat keningnya luka waktu mereka kecil, Shafi dengan lantang mengakui bahwa dirinya menyukai Yara waktu itu, dan berniat akan menikahinya ketika mereka dewasa.
Yah ... seperti pepatah arab yang mengatakan. "Jarang bertemu menambah kerinduan." Seperti itulah rasa manis yang tercipta dari lubuk hati Shafi untuk Yara. Karena jarak dan waktu yang kerap memisahkan mereka, sungguh, tak bisa dipungkiri, Shafi kembali jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat Yara dewasa. Namun sayang ... rasa itu harus segera dikubur dalam-dalam, sebab mereka bukan sepupu, melainkan paman dan keponakan.
Shafi nyaris ditendang dari kartu keluarga karena obsesi cinta monyet itu. Daripada harus terusir, dengan terpaksa dia memilih untuk berdamai dengan keadaan. Jika tak bisa memiliki, setidaknya dia akan menjaga Yara dari kejauhan. Seiring berjalannya waktu, letupan cinta manis itu berubah menjadi kasih seorang orang tua pada sang anak. Ya, akhirnya Shafi tersadar bahwa rasanya pada Yara adalah kesalahan besar.
Kali ini dia melontarkan canda itu demi melihat ekspresi gusar sang keponakan, karena Yara terlihat lucu ketika sedang menekuk wajah.
"Galak banget, sih! Lembutlah sedikit kalau jadi perempuan. Kasar begini kamu bisa jadi bujang tua." Ck! Seringan bulu pula, ucapan Shafi semakin menambah kesal hati Ayara
Saat itu mobil berhenti melaju, mereka tepat berada di halaman besar kediaman keluarga Jatmika.
"Becanda doang, Neng Jangan marah, ya. Ayo turun, kita ketemu Sekarang." Jemari besar sang paman menunggu sambutan dari Yara
Glek!
Seketika Yara kesulitan menelan air ludah. Sudah bertahun lamanya dia tak bertandang ke kediaman ini. Suasananya masih sama, juga ketakutan yang ia rasakan ... masih sama seperti dahulu.
"Yara ..." panggil Shafi.
Mengantup bibir, Yara berusaha mencari alasan agar tak turun dari mobil. Tanpa dia duga, Shafi telah berada di balik pintu mobil dan membukanya. Dia langsung meraih tangan gadis ini dan membawanya masuk ke kediaman.
Terasa hawa dingin ... juga sepi. Kediaman besar itu menimbulkan gema ketika kaki mereka melangkah.
"Shafi ... aku mendadak ada urusan. Aku pulang aja, ya. Lagipula, Latif nggak tau aku pergi sama kamu. Dia pasti lagi nyariin aku sekarang," cicit Yara berkilah.
Alasan ditolak! Shafi menatapnya dengan ekor mata. Ucapan itu tak dihiraukan.
Genggaman tangan yang Yara rasakan semakin erat, dia gagal melepaskan diri dari Shafi.
Mulai berhenti melangkah, namun, sialnya lantai ubin di sana tak bersedia bekerja sama, dia terseret seperti sedang berjalan di atas sepatu roda.
"Shafiiii ..., paman Shafi!"
Dia seolah tuli. Shafi terus membawa Yara hingga sampailah mereka di ruang makan. Di sana sudah ada Sekar. Sendirian saja ia duduk di sana, sedangkan para pelayan berdiri berjejer rapi di dekatnya.
"Mami! Lihat, siapa yang datang?" seru Shafi begitu senang.
Saat Sekar menoleh ke arah mereka, keningnya semakin berkeriput, ya ... Sekar yang cantik kini telah menua.
Mengambil kacamata di samping piring makannya, betapa terkejutnya Sekar saat mendapati Yara yang datang bersama Shafi.
Tubuh tua itu tergopoh menyongsong Yara, gadis kecilnya kini telah dewasa.
Tak tega membiarkan Sekar yang mendatanginya, Yara langsung menghampiri wanita tua itu.
Jemarinya yang dahulu lentik dan cantik, kini kendur dan penuh keriput. Tangan itu bergetar, menyusuri wajah cantik Ayara ...
"Cucuku ... gimana kabar kamu, Nak."
"Alhamdulillah, Yara baik, Nek."
Setitik air bening membasahi sepasang mata redup Sekar. "Alhamdulillah. Gimana kabar Latif"
Ayara tak kuasa memberikan jawaban. Hatinya semakin terasa pilu.
"Yara ..."
"Latif baik, kok, Nek. Tetap aja nyebelin kayak biasanya."
"Syut! Dia putraku, jangan bilang dia nyebelin."
Seulas senyum mengembang di wajah Ayara, "Yara belum selesai ngomong. Biarpun nyebelin, sekarang dia baik, kok."
"Oh, ya? Syukurlah. Nenek kangen sama dia, kapan ya dia mau ketemu sama Nenek."
Yara sudah berusaha menahan diri agar tak menangis, namun, pada akhirnya anakan sungai di matanya tumpah membasahi kedua pipi.
Hastuti pergi membawa Handaru dari kehidupan Sekar, dengan berbekal rasa bersalah yang teramat dalam kepada wanita itu. Dengan derai air mata, di hari kematian Handaru, Hastuti menceritakan kisah cinta mereka kepada Latif dan Yara yang kala itu menganggap semuanya baik-baik saja.
Setelah mengetahui segalanya, Latif dan Yara tak berani sekadar melintas di kediaman Jatmika, apalagi singgah seperti sebelum-sebelumnya. Karena rasa bersalah Hastuti juga membelenggu hati mereka berdua. Oleh karena itulah, seberapa sulit kehidupan mereka setelah kepergian Hastuti, Yara dan Latif tak pernah meminta pertolongan kepada Sekar Asmita.
...To be continued ......
...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan kasih saran yang membangun, ya....
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Gitu dong, lindungin Yara..
Masa iya Yara bener mamanya Arum