Sahara, si arwah penasaran yang sekarang sudah menjadi pendamping keluarga Darmawan masih harus terus berperang melawan para jin dan manusia yang masih ingin mengganggu keluarga itu.
Tapi sekarang dia tidak hanya di temani Rukmini atau Gandra saja, ada dua anaknya yang merupakan algojo yang mendampingi Dimas dan Kania yang terikat perjodohan darah. mereka adalah Argadana dan Anggadana.
Bintang dan Galuh juga masih terus membantu anak anak mereka agar bisa hidup dengan tenang dalam masa penyatuan perjodohan itu.
mampukah Sahara dan kedua anaknya melindungi keluarga Darmawan terutama Dimas dan Kania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridwan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahu Laweyan
"Hei tokek, kenapa kamu terus bersuara? Apa kamu lapar?" tanya Argadana yang datang ke lahan milik Bintang
"Tidak tuan, tapi ada aura yang membuat saya ingin menangis" jawabnya
"Aura apa? Kenapa kamu ingin menangis? Kamu rindu keluarga mu?" tanya Anggadana
"Di sana, lihat di paviliun sana tuan, ada seorang perempuan yang menangis karena satu hal yang tidak di ketahui orang orang" jawab Tokek yang merupakan siluman buaya putih
"Memangnya kenapa dia begitu sedih? Dan kenapa kamu bisa tahu?" tanya Argadana
"Dia memiliki tanda bahu lawean, seseorang yang jika menikah, suaminya akan meninggal, itu sebabnya dia tidak mau menikah dan lebih memilih untuk bekerja di kota"
"Saya tahu karena saya bisa melihat cahaya putih dari tubuhnya" jawab Tokek
"Tidak tertolong" gumam Anggadana
"Itu bukan karena bawaan lahir tuan, itu karena kutukan, seseorang merupakan mantan istri ayahnya dulu memberikan kutukan itu pada keturunan perempuan Tikno, dia akan punya tanda itu" jawabnya
"Kalau kutukan, itu bisa hilang kan? Seperti kutukan pelenyap keturunan yang di berikan keluarga Raharja pada keluarga Darmawan?" tanya Argadana
"Bisa, jika ada seorang lelaki yang bisa membuat air mata bahagia perempuan itu jatuh, maka kutukan itu akan musnah, karena kutukan itu tercipta akibat dari adanya pengkhianatan ayah perempuan itu dengan istri sahnya dulu" jawab tokek
"Ish.. Kenapa manusia sangat sedikit sekali ya setia, rata rata tidak setia pada pasangan" gumam Anggadana
"Kamu lihat ada penyusup?" tanya Argadana
"Setelah kematin anak dari Doka beberapa hari yang lalu, tidak ada penyusup lagi tuan semuanya aman, tapi sering ada gangguan dari para jin lain, mereka sering menggoda saya supaya saya keluar dari lahan ini" jawab Tokek
"Jangan sampai tergoda, mereka itu hanya ingin memanfaatkan kamu karena kamu mampu masuk ke dalam pagar gaib ini, mereka bukan jin baik" bujuk Anggadana
"Baik tuan"
"Ini untuk kamu karena sudah bertugas dengan baik, Opa Bintang kasih ini buat kamu" ucap Argadana memberikan satu nampan ayam bakar untuk Tokek
"Wah, sudah lama sekali saya tidak makan ayam bakar, saya biasanya di berikan ikan goreng saja oleh tuan" ungkap Tokek berbinar
"Itu karena kami hanya bisa mancing ikan, kalau nangkap ayam itu berdosa karena pasti itu ada yang punya, kalau ikan di sungai kan milik semuanya" jawab Anggadana
'Kenapa tidak mengambil dari peternakan saja langsung?" tanya Tokek
"Itu namanya mencuri, tidak boleh, kalau mau apapun, papa bilang kami harus bilang padanya" jawab Anggadana
"Kalian anak anak yang baik" gumam Tokek langsung memakan makanan yang di berikan Bintang.
*****
Pagi harinya, Dimas dan Bintang sudah di kejutkan dengan suara tamparan di depan halamannya rumahnya.
"Sudah pak, ayo pulang, Laras malu kalau bapak masih terus ngotot Laras akan bunuh diri nanti" ucap Laras
"Jangan, jangan nak, kamu anak perempuan ibu satu satunya, adik adik kamu laki laki, dan ibu tidak mau kalau sampai kamu meninggalkan ibu" ucap Sulastri
"Dasar anak bodoh! Ini itu kesempatan kamu untuk mendapatkan suami Laras! Tapi kamu malah menolak" ucap Tikno
"Bapak tahu apa yang terjadi pak, harusnya bapak tidak terus memaksa Laras, biarkan Laras sendiri dan bekerja, biarkan Laras tetap berbakti untuk kalian" ucap Laras
"Tapi nak, usia kamu sebentar lagi dua puluh delapan tahun, kamu tahu kan artinya" ungkap Tikno
"Makanya Laras ingin kalian hidup berkecukupan jika saat itu tiba pak, bu, biarkan saja orang orang ingin mengatakan apapun, jangan pedulikan, Laras mau adik adik Laras bahagia dan tidak kekurangan biaya" jawab Laras memohon
"Pa, apa sebaiknya kita tidak ikut campur lagi?" tanya Dimas yang hanya bisa mengintip dari balik jendela rumah mereka
"Iya, sebaiknya memang tidak, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri, sepetinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan" jawab Bintang
"Tadi Om itu bilang usianya kakak itu hampir dua puluh delapan tahun, memangnya kenapa ya pa?" tanya Dirga
"Mungkin karena usianya semakin dewasa, makanya Om itu ingin agar anaknya itu segera menikah" jawab Bintang
"Mungkin ada ahal lain yang lebih serius pa, soalnya semalam pak Tikno begitu ngotot ingin menikahkan Laras dengan siapapun" ucap Dimas yakin
"Anak itu terkena kutukan sama seperti keluarga kamu dulu nak, nenek baru tahu dari lintah yang nenek sudah habisi kemarin" ucap Rukmini
"Kutukan apa nek?" tanya Dimas
"Kutukan jadi perempuan bahu Laweyan" jawab Rukmini membuat Dimas dan Bintang terkejut
"Pantas saja Laras menolak mentah-mentah, dia tidak mau membuat orang lain celaka karena menikahi dia" gumam Bintang
"Ingin bantu tapi tidak tahu harus bagaimana" ungkap Dimas
"Kalau ada satu orang yang mau menikah dengannya setelah dia tahu kalau Laras seorang bahu Laweyan, maka kutukan itu akan sirna dengan sendirinya" jawab Rukmini
"Tapi kalau orang tahu dia seorang bahu Laweyan, Laras akan dalam bahaya juga, itu sebabnya dia diam saja" ucap Dimas
"Minta mereka masuk pa, mereka belum sarapan, setidaknya mereka harus sarapan dulu sebelum pulang" ucap Silvia.
"Astagfirullah, karena terkejut dengan obrolan mereka, kami malah jadi lupa tujuan kami menawarkan sarapan" ucap Bintang menepuk jidatnya
Bintang akhirnya menghampiri Tikno, Sulastri dan Laras untuk mengajak mereka sarapan, awalnya mereka menolak, tapi karena di paksa akhirnya mereka bersedia untuk sarapan bersama keluarga itu.
"Assalamu'alaikum" sapa Panji dan Gibran yang datang bersamaan
"Wa'alaikumussalam, ayo kalian masuk, sudah sarapan?" tanya Dimas
"Sudah ko, gue sarapan di rumah" jawab keduanya melirik ke arah Tikno yang sekarang terlihat lebih tenang, tidak emosi ataupun berapi api seperti semalam.
Gibran dan Panji hanya duduk di ruang tamu, mereka hanya datang untuk memastikan tentang pembicaraan mereka semalaman, tentang permintaan Tikno agar Laras menikah dengan Panji, tapi sepertinya mereka tidak perlu menikah karena sekarang Tikno tidak lagi memaksa siapapun di sana.
"Semalam kayanya pak Tikno sedang kerasukan ya, beda banget auranya sama yang sekarang" bisik Panji
"Sembarangan Lo, mungkin saja mereka sudah bicara dari hati ke hati, dan Laras membujuk orang taunya" bisik Gibran
"Tahu begini gue tadi berangkat kerja aja sama Om gue, ini proyek terakhir katanya, setelah itu gue bisa bantu bantu Dimas di bengkel, ikut jadi karyawan kalian" ungkap Panji
"Kami malu kalau harus gaji seorang sarjana teknik sipil untuk jadi montir" ledek Gibran
"Gue bisa perbaiki motor juga ko, kan gue dulu sering balapan liar di kampung" ucap Panji
"Lagian kalau gue nunggu proyek kadang suka lama, boleh ya gue ikut kalian kerja di bengkel" rayu Panji.
"Bilang Dimas kalau itu mah"
"Gampang nanti gue rayu Sahara supaya bujuk Dimas"
