“Aku dibesarkan oleh seorang wanita yang tubuh dan jiwanya hancur oleh dunia yang tak memberinya tempat. Dan kini, aku berdiri, tak hanya untuk ibuku… tapi untuk setiap wanita yang suaranya dibungkam oleh bayangan kekuasaan.”
Mumbai, tengah malam. Di ruang pengadilan yang remang. Varsha memandangi tumpukan berkas-berkas perdagangan manusia yang melibatkan nama-nama besar. Ia tahu, ini bukan hanya soal hukum. Ini adalah medan perang.
Di sisi lain kota, Inspektur Viraj Thakur baru saja menghajar tiga penjahat yang menculik anak-anak perempuan dari desa. Di tangannya, peluru, darah, dan dendam bercampur menjadi satu.
Mereka tidak tahu… bahwa takdir mereka sedang ditulis oleh luka yang sama–dan cinta yang lahir dari pertempuran panjang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MOM MESS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehangatan Kembali.
Beberapa menit setelah wawancara berakhir.
Ia melihat seseorang berdiri di sisi mobil. Sosok tinggi yang terlalu familiar baginya. Varsha menyudahi wawancaranya, dan perlahan mendekati Viraj?
“Viraj?”
"Hai. Bagaimana keadaan mu?"
"Baik. Kau mau menjemput Mahi?"
"Iya."
"Sebentar ya..."
"Ah tidak usah Varsha. Santai lah dulu." Varsha tersenyum diam.
"Kamu luar biasa tadi."
Varsha tertawa pendek. “ Kau tau. Setiap kali aku berbicara seperti itu, aku... Masih gemetar sampai sekarang."
Mereka berjalan berdampingan, pelan.
“Aku mendengar dari luar,” kata Viraj. “Kamu bilang... perempuan berhak bermimpi. Aku percaya itu.”
Varsha melirik ke arahnya. “Apa kau punya mimpi, Viraj?”
Viraj terdiam sesaat. “Ya. Aku punya."
"Aku bermimpi setelah Mahi lahir. Aku, Mahi, dan Ishita. Kami hidup bahagia. Aku sudah menyiapkan sebuah vila di pinggir pantai. Rencanaku setelah Mahi lahir, kami akan pindah dan memulai kehidupan kami di sana. Tapi..."
Hening. Angin meniup pelan anak rambut Varsha yang menempel di keningnya. Viraj menghela nafas panjang, dan berkata, "Lupakan itu."
"Tidak ada gunanya mengingat masa lalu. Apalagi sekarang... aku rasa, ada yang pelan-pelan membangunkan ku lagi.”
Mata mereka bertemu. Dalam. Tapi belum berani terlalu dalam.
"Emm Viraj.. Aku cuma mau bilang terima kasih." Varsha mengalihkan topik dan pandangannya. "Kau sudah menyelamatkan gadis-gadis itu. Dan... Kau juga menyelamatkan ku."
Viraj menunduk. “Tidak usah berterima kasih. Itu sudah menjadi tugasku."
Mereka tertawa kecil, tapi pelan-pelan, suasana berubah sunyi. Hingga...
Viraj mengerutkan kening. “Tunggu... ada sesuatu di rambutmu.”
Sebelum Varsha sempat bereaksi, Viraj mendekat dan perlahan membersihkan sehelai confetti kecil berwarna merah muda dari rambutnya.
Sentuhan singkat, tapi berhasil membuat mereka terdiam. Mata mereka bertemu lagi, kali ini lebih lama. Wajah Viraj memerah sedikit, dan Varsha membeku, tak tahu harus berkata apa. Dadanya berdegup. Terlalu cepat.
Seketika itu—
“AYAHH!”
Suara ceria menyela momen itu. Mahi keluar dari rumah, dengan menenteng boneka kesayangan di tangannya. Ia langsung memeluk ayahnya.
Viraj tersenyum lebar. “Mahi!”
"Ayah lihat kak Varsha di TV tadi? Kakak Varsha sangat hebat."
Varsha tertawa sambil mencubit pelan pipi Mahi.
"Ayah. Apakah kau dapat cuti hari ini dan besok?"
"Dari mana kau tau kalau ayah akan cuti?"
"Oops..." Viraj tertawa nakal. Dia tau kalau putrinya selalu menghubungi atasan Viraj untuk meminta izin agar ayahnya di beri cuti.
"Ayah kalau begitu ayo kita jalan-jalan. Aku mau beli baju baru untuk besok."
"Oke kalau begitu."
Mahi menggenggam tangan Varsha. “Kakak juga ikut yaa…?”
Varsha sempat bingung. Tapi melihat senyum Mahi dan sorot mata Viraj yang penuh harap, ia akhirnya mengangguk.
“Oke… aku ikut.”
"Yeyy... " Mahi berlari lebih dulu masuk ke dalam mobil dengan langkah riangnya.
Varsha dan Viraj kembali bertatapan satu sama lain. Kali ini dengan perasaan canggung dan salah tingkah. Viraj meminta Varsha jalan lebih dulu, dan membukakan pintu mobil untuknya.
...----------------...
Sore menjelang malam.
Taman bermain, toko mainan, kios pakaian kecil. Tiga orang itu terlihat seperti keluarga kecil yang baru saja lepas dari luka. Viraj membeli balon, Mahi mencoba baju baru, dan Varsha ikut tertawa saat Viraj tersiram air mancur taman karena isengnya Mahi. Ada tawa. Ada kehangatan. Ada sesuatu yang mulai tumbuh di antara kesunyian hati mereka.
Malam pun datang. Viraj mengajak Varsha untuk makan malam di rumahnya. Sederhana, tapi penuh keintiman. Viraj meminta Varsha dan Mahi menunggu di ruang tamu. Sementara dia akan memasak untuk menyiapkan makan malam. Di tengah Varsah dan Mahi sedang bermain. Varsha menatap ke dapur dan melihat Viraj yang ternyata cukup kesulitan memasak. Varsha ke dapur menghampiri Viraj. Varsha tertawa saat melihat ada noda tepung di hidung Viraj.
"Sedang apa kau di sini? Aku kan meminta mu untuk menunggu di luar saja."
"Apakah ayah tunggal seperti mu bisa memasak?"
"Kau meremehkan ku?"
"Mari kita lihat. Masakan siapa yang paling Mahi suka nanti." Varsha memberi tantangan pada Viraj.
"Apa ini ancaman?"
"Bukan kah suka tantangan? Aku menantang mu." Viraj tersenyum licik. Dan mereka pun mulai memasak bersama di dapur. Mahi tersenyum menatap kebersamaan mereka. Sesekali niat jahil nya muncul. Ia diam-diam masuk ke dapur. Mengambil satu sendok sayur, dan memukul bokong ayahnya lalu bersembunyi di bawah meja.
"Hey Nona. Aku tau aku sangat mempesona. Tapi... Apakah kau tau kalau ini tidak sopan."
"Maksud mu. Aku menggoda mu begitu?"
"Ya. Apalagi kalau bukan menggoda."
"Jangan kepedean. Aku sejak tadi sibuk mencuci sayuran ini."
"Lalu kalau bukan kau. Siapa—" Viraj dan Varsha terdiam saat mendengar desas desus tawa kecil. Mereka mencoba mengamati tempat sekitar. Dan terlihat sedikit di bawah meja, rok Mahi yang sedikit keluar. Varsha tersenyum nakal, dan perlahan menepuk bahu Viraj.
"Apa?" Varsha menunjuk ke arah bawah meja. Viraj mengajak Varsha bekerja sama untuk balik mengerjai Mahi. Mereka mengagetkan Mahi dari sisi berlawanan. Viraj menarik Mahi keluar dan langsung menggendongnya. Mahi dengan iseng mengambil saus tomat dan mengoleskannya ke hidung Varsha. Mereka pun bermain kejar-kejaran, saling mengoleskan saus tomat ke wajah. Tidak ada beban, kesedihan, dan rasa sepi di wajah mereka. Hari itu menjadi hari yang penuh kemanisan, dan kehangatan di wajah mereka.
Hingga akhirnya, mereka duduk di atap rumah, makan malam bertiga. Angin malam menyapa perlahan. Varsha dan Mahi saling bertukar cerita. Viraj menatap keduanya — dua sosok yang tak pernah ia duga akan mengisi ulang hidupnya. Dan malam itu… langit terasa lebih dekat bagi Viraj.
...----------------...
Malam mulai menggulung lembut kota Mumbai, menyelimuti rumah-rumah kecil dan lampu jalan yang berpendar remang. Di atap rumah Viraj, hanya tersisa suara jangkrik, dan cahaya lampu kuning temaram yang menggantung di dinding. Mahi sudah tertidur di dalam kamar, tubuh mungilnya dibungkus selimut tipis, pipinya masih merah karena terlalu banyak tertawa tadi sore.
Varsha berdiri di ambang pintu, memeluk jaket tipis yang dipinjamkan Viraj, sementara Viraj muncul dengan gelas teh panas di tangannya.
“Untuk perjalanan pulang,” katanya sambil menyerahkan teh itu.
Varsha tersenyum kecil. “Terima kasih. Hari ini menyenangkan.”
“Jarang rumah ini bisa sehangat tadi,” ucap Viraj pelan. “Sudah lama… sejak istriku meninggal… rasanya seperti kuburan.”
Hening. Varsha menatap wajah Viraj yang hanya diterangi setengah oleh cahaya lampu.
“Tapi malam ini beda,” lanjut Viraj. “Ada tawa. Ada kehidupan.”
Varsha menunduk. “Aku juga merasa begitu.”
Beberapa detik berlalu hanya dengan suara detak hati mereka masing-masing. Hingga Varsha melihat jam di tangannya.
“Aku harus pulang. Sudah malam.”
Viraj mengangguk pelan. “Aku antar.”
"Mahi?"
"Aku akan minta tetangga depan untuk menjaganya sebentar." Viraj mengambil ponsel dan menelpon tetangganya. Setelah memberitahu tetangga Viraj mengajak Varsha untuk pulang.
jangan lupa mampir ya kak...