NovelToon NovelToon
SENORITA DEL AMOR

SENORITA DEL AMOR

Status: tamat
Genre:Misteri / CEO / Roman-Angst Mafia / Tamat
Popularitas:20.7k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Series #1

•••Lanjutan dari novel TAWANAN PRIA PSIKOPAT (Season 1 & 2)•••

Universidad Autonoma de Madrid (UAM) menjadi tempat di mana kehidupan Maula seketika berubah drastis. Ia datang ke Spanyol untuk pendidikan namun takdir justru membawa dirinya pada hubungan rumit yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Rayden Salvatore, terus berjuang untuk menjaga gadis kecilnya itu dari semua yang membahayakan. Sayangnya dia selalu kecolongan sehingga Rayden tidak diizinkan oleh ayah Maula untuk mendekati anaknya lagi.

Maula bertahan dengan dirinya, sedangkan Rayden berjuang demi cintanya. Apa keduanya mampu untuk bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 : Ruang Penjagalan

...•••Selamat Membaca•••...

Langit Madrid malam itu tak berbintang. Seperti ikut membeku melihat apa yang terjadi di gudang tua belakang laboratorium anatomi fakultas. Bau formalin bercampur darah segar, meresap ke pori-pori udara.

Maula berdiri di depan meja logam yang biasa digunakan untuk membedah mayat dengan sorotan mata sekelam malam.

Rayden hanya berdiri santai melihat gadisnya membalaskan dendam dengan kegilaan tak manusiawi tentunya.

“Aku tidak bisa menyalahkan gadisku karena membunuhmu,” tutur Rayden penuh ketegangan, Hailee benar-benar gila dibuatnya.

Sebelum melakukan hal keji, Rayden sudah menyiapkan lima orang pria yang mengidap penyakit HIV lalu menyuruh mereka untuk menyetubuhi Hailee secara bersamaan.

Maula mengaktifkan kamera lalu merekam setiap detail pergulatan menjijikkan itu.

Hailee tak kuasa dengan persetubuhan tersebut, dia hampir gila karena dimasuki oleh lima pria sekaligus. Rayden dan Maula berdiri menatap mereka dengan sorot mata tajam tak terbantah.

Pergulatan berakhir selama lebih kurang dua jam, Hailee terkapar tak berdaya dengan tubuh yang dipenuhi oleh luka.

Maula memulai aksi gilanya, semua pria diminta pergi dan diberi uang tutup mulut.

Di hadapannya, Hailee diikat dalam posisi duduk, tangan ke belakang, mulut disumpal dengan perban berdarah. Matanya membelalak, menangis, memohon, menggelinjang dalam ketakutan paling murni yang bisa dimiliki manusia.

Maula mengenakan celemek kulit yang dulunya putih, kini terciprat noda merah tua. Ia menghela napas, lalu mengangkat sebuah pisau kecil yang bersinar di bawah lampu laboratorium. Pisau itu panjangnya tak lebih dari jari kelingking, dengan ujung yang runcing seperti taring ular yaitu scalpel No. 11.

“Scalpel favoritku,” bisik Maula, sembari memutar-mutar pisaunya perlahan. “Ujungnya lancip, tajam, cukup untuk menusuk pembuluh nadi dan menarik isi tubuhmu keluar perlahan.”

Tanpa peringatan, Maula mengiris bahu kiri Hailee, bukan untuk membunuh, tetapi untuk membuka daging seperti membelah apel. Hailee menjerit keras, namun suara itu hanya menjadi gema hampa di dalam ruang baja penuh isolasi. Maula menusuk lagi, kali ini lebih dalam, membuat bentuk huruf "M" kecil di kulit Hailee, tanda kepemilikan yang keji.

“Ini peringatan untukmu bahwa kau memilih teman yang salah untuk kau jadikan bahan perdagangan manusia.” Maula berkata pelan tapi sangat menakutkan, terlebih senyuman dingin yang dia berikan itu.

Ujung scalpel No. 11 menusuk jaringan saraf, menarik serpihan daging seperti benang basah. Jeritan Hailee berubah menjadi suara parau putus asa, dia tidak memiliki harapan apapun untuk lepas dari siksaan Maula.

Maula tersenyum puas. “Kau pikir aku ini barang dagangan, Hailee?” bisik Maula, nyaris mesra. “Kau pikir aku tak tahu rencana busukmu, menjualku ke para bajingan pecinta daging eksotik di kampus ini?”

Hailee menggeleng panik, air matanya menetes, tubuhnya gemetar.

Terlambat.

Maula menusukkan pisau kecil itu ke bahu kiri Hailee, dan lagi-lagi bukan untuk membunuh, tetapi untuk membuka daging. Hailee menjerit keras tapi suaranya teredam dengan sumpalan di mulutnya. Maula memotong perlahan, presisi, menikmati suara daging yang teriris dan darah hangat yang memancar mengenai tangannya.

“Aku ingin kau tahu, Hailee,” kata Maula, membisikkan kalimatnya di telinga gadis itu, “bahwa aku belajar dari yang terbaik. Profesor Salinas mengajariku bagaimana mengekstrak saraf tanpa merusaknya.”

Dengan alat penjepit kecil, Maula menguliti sebagian kecil bagian lengan Hailee, memperlihatkan jaringan otot dan saraf merah muda yang berdenyut. Lalu, dia mencubit salah satu saraf itu dan menariknya perlahan. Jeritan Hailee berubah menjadi kejang, seluruh tubuhnya melengkung liar karena rasa sakit yang tak bisa digambarkan.

Maula tersenyum karena tidak ada bius sama sekali yang dia gunakan, sehingga Hailee terperangkap dalam rasa sakit tiada tara.

Lalu Maula mengambil bor tulang kecil—alat bedah ortopedi yang seharusnya digunakan untuk amputasi darurat dan tanpa basa-basi mulai mengebor tempurung lutut Hailee. Suara bor itu menembus keheningan seperti iblis yang tertawa. Darah menyembur dari lubang kecil itu, disusul cairan sumsum yang menetes ke lantai.

Rayden begitu puas melihat gadisnya membalas dengan hal demikian, mengingat bagaimana histerisnya Maula saat ia dapati di dalam kamar mandi.

“Ini pemandangan yang indah, Piccola,” seru Rayden.

“Tentu. Malam ini aku sedang mempraktekkan untuk menjadi dokter bedah terbaik.” Rayden tersenyum bak iblis, Hailee yang mendengar itu semakin ketakutan luar biasa, tak ada harapan bahwa dia akan dikasihani.

“Kau seharusnya tahu, aku bukan manusia biasa, aku bisa menjadi teman dan sahabat yang baik untukmu tapi kau malah membangunkan sisi burukku,” ucap Maula lirih sambil menyayat secara tajam dan tepat dengan perlahan bibir Hailee, membentuk senyum abadi yang dipaksa oleh rasa sakit. “Aku produk dari kegelapan. Aku tidak diciptakan untuk dikhianati. Apa kau tidak mengerti itu hah?”

Tangannya terus bekerja, sabar seperti seniman. Ia mengiris kulit wajah Hailee, mencongkel satu mata, lalu menyuntikkan adrenalin langsung ke jantung Hailee agar gadis itu tetap sadar saat seluruh tubuhnya dihancurkan. Satu demi satu jari Hailee dipatahkan lalu dipotong. Maula bahkan sempat mengupas kulit telapak tangan gadis itu seperti sarung tangan tipis.

“Aku suka ini, kau sahabat yang baik Hailee. Rela menjadikan tubuhmu sebagai kepuasan aku dalam menyiksa seseorang. Sudah lama aku tidak melakukannya dan aku senang sekarang.” Maula tersenyum sangat riang dan manis, di mata Rayden begitu lucu dan menggemaskan sementara di mata Hailee, begitu mengerikan.

Darah kini menggenangi lantai. Daging, tulang, dan gumpalan otot berserakan seperti potongan puzzle tak berguna.

Akhirnya, ketika Hailee hanya tinggal serpihan napas dan denyut jantung yang sekarat, Maula berlutut di sampingnya dan berbisik, “Maafkan aku... karena aku menikmatinya terlalu lama. Bagi siapa pun yang mencoba menjualku, aku akan membedah pengkhianatan sampai ke tulang belakang.”

Hailee tak bisa menjerit lagi. Suaranya terkubur dalam penderitaan yang sudah melewati batas. Namun Maula belum selesai bahkan belum sampai setengahnya.

Dia meletakkan scalpel No. 11 dan mengganti dengan pisau lebih lebar No. 10, untuk membuat sayatan terbuka di bagian lengan bawah. Ia menekuk pergelangan tangan Hailee dengan kasar, mencari titik di antara otot fleksor dan pronator.

“Median nerve… mari kita ajak dia bermain.”

Hailee menggeleng dengan tatapan memohon, dia seakan mengatakan bahwa dia masih ingin hidup.

“Kau memohon? Oh sayang sekali, hari ini hatiku tinggal di dalam kamar mandi,” balas Maula sambil tersenyum.

Ia kembali beraksi, sayatan dibuat sepanjang lima belas sentimeter, dimulai dari bagian medial lengan bawah hingga ke lipatan pergelangan. Darah langsung membuncah, tetapi Maula tahu apa yang dia cari.

Dengan klem bedah, ia memisahkan jaringan lemak dan otot, seperti seorang arkeolog kejam yang menyingkap lapisan demi lapisan hingga terlihat gulungan kecil berwarna putih keabu-abuan yang berdenyut, itu dia saraf median.

“Ini yang menggerakkan jarimu, Hailee,” katanya sambil tertawa kecil. “Dan sekarang… akan kugunting dan kau jarimu tidak bisa bergerak lagi.”

Tawa Maula menggema, hanya tawa dia yang terdengar memecah keheningan.

Dengan gunting iris kecil, ia menjepit saraf itu dan mulai memotongnya perlahan. Bukan sekaligus. Sedikit demi sedikit. Potongan pertama membuat tubuh Hailee kejang; potongan kedua membuat kencingnya mengalir sendiri. Maula mengamati dengan kepala miring, seperti seniman yang menilai karya agung.

“Apakah kamu tahu, ketika saraf dipotong tanpa bius, rasa sakitnya bisa membuat jantung berhenti?”

Namun jantung Hailee terlalu kuat—masih berdetak, masih bertahan. Jadi Maula melanjutkan aksinya.

Tangannya bergerak ke lutut yang masih utuh. Ia mengambil retractor logam, membuka sisi kulit dan jaringan otot hingga tempurung lututnya terlihat utuh, basah, berkilau seperti tulang segar. Dengan scalpel No. 11, ia menyayat bagian atas patella, memotong patellar ligament secara perlahan, memisahkan tulang dari tendon dengan suara mengerikan.

krkkhhkk... chllrk...

Hailee menggigit perbannya sampai berdarah. Giginya nyaris retak menahan rada sakit, kepalanya menadah ke atas berharap dewa kematian menjemput dia sekarang juga.

“Tulang lututmu sudah tak punya penyangga,” kata Maula ringan. “Kau tak akan pernah berjalan lagi, bahkan kalau aku biarkan kau hidup. Sayang sekali ya, padahal pria di luaran sana masih ingin menyewa tubuhmu untuk kepuasan hasrat binatang mereka.” Nada meledek itu semakin menambah kesan mengerikan dalam ruangan tersebut.

Dengan gerakan dingin, ia mencabut patella Hailee dengan penjepit forsep dan melemparkannya ke lantai seperti mainan anjing.

Ruangan itu kini seperti ruang jagal. Dindingnya penuh cipratan darah, daging terbuka di mana-mana, dan tubuh Hailee tergantung pada sisa-sisa keutuhan yang terus terkoyak.

Maula menyandarkan diri, menatapnya, lalu berkata tegas. “Pengkhianatan dibayar lunas dengan sekujur tubuhmu.”

...•••Bersambung•••...

1
Naxed2448
👍
Dewi Dejiya
awesome
Dinda Kirana
Awesome
Khadijah Jaelani
amazing
Iguana Scrub
luar biasa
adi_nata
motor itu kenapa tiba tiba ada ? sudah ada di rumah itu sebelumnya atau diantar seseorang ?
adi_nata: ya .. mungkin memang imajinasiku yang terbatas jadi terkadang agak bingung menangkap alur cerita. cuma bisa fokus pada satu titik keterangan.
🌺Shella BTS🌺: Oh ya beda pandangan ya, tapi kalo dri segi alur sih, mereka kan beberes di rumah dulu dan Rayden sempat bilang kalo rumahnya deket. Jadi ke supermarket ya pake kendaraan Rayden, deket lah bolak balik ke rumah dia 😁
total 6 replies
Khaira Delisya
ada lanjutannya gak Thor🥹🥹
Vebi Gusriyeni: Ada kakak, judulnya SENORITA PERDIDA
total 1 replies
adi_nata
lha dianya sendiri juga biadab.
Vebi Gusriyeni: Namanya juga psikopat
total 1 replies
adi_nata
seorang gadis belia bisa melalukan tindakan brutal semacam ini. luka seperti apa yang mendorongnya ?
adi_nata: oke siap author Vebi
Vebi Gusriyeni: Hehe aman, ntar baca aja dari awal biar gak bingung ya ☺ btw nanti kalo ada salah alur atau kekeliruan di tengah cerita bisa kasih respon dan saran, ntar aku perbaiki. Makasih udah kasih dukungannya ☺☺
total 4 replies
Yuyun Asrifani
Suka🥰
Bunda Rian Putra
terbaik
Ukhty Hawa
Baca dari season 1 sampai ke series ini benar2 menghayati, terbawa suasana hingga susah move on dari tokohnya 👍
Cherry Clode
good
Miami Zena
Awesome
Sader Krena
Amazing
Inay Inayah
keren
Flo Teris
awesome
Alya Nurhidayat
Best
Cloe Cute
Awesome
Esme Blueberry
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!