NovelToon NovelToon
Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti / Romansa Fantasi / Fantasi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cencenz

Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.

Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.

Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.

Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18: Tuduhan di Aula Tianhan

Kabut di lembah makin pekat.

Lu Ming sudah mengangkat lentera, siap memberi aba-aba turun, tapi di balik kabut terdengar desis rendah, seperti napas binatang yang tersangkut batu.

Han Ye reflek menarik pedang.

"…Siaga! Ada sesuatu!"

Suara cadas retak, lalu bayangan gelap merunduk di sela batu. Mata kehijauan menyala, empat kaki mencakar tanah lembab, tubuhnya menggembung oleh kabut.

Yanzhi tertegun setengah langkah di belakang Han Ye. Pecahan segel di lengannya mendidih, panasnya menembus kulit.

Suara Roh membelah benaknya, pelan, licin.

"Bagus. Penjaganya datang sendiri."

Yanzhi berbisik, suaranya terputus ketakutan.

"Apa maksudmu?! Penjaga apa—"

Makhluk itu meraung, cakar hitamnya menyambar Han Ye. Pedang Han Ye menangkis, percikan biru menyalak, tapi makhluk itu tak bergeming, matanya justru menancap ke arah Yanzhi.

Lu Ming menekan bahu para murid di belakangnya.

"Bentuk barisan! Jangan biarkan kabut pecah!"

Yanzhi mundur setapak. Hawa panas di lengannya makin membakar.

Roh di kepalanya tertawa kecil, seolah menepuk punggungnya.

"Lihat itu. Penjaga lamanya datang sendiri. Sekarang tinggal kau mau terima… atau mau mati dibelahnya?"

Yanzhi menahan napas, menggenggam gagang jubahnya erat.

"Jangan bilang kau yang manggil makhluk itu keluar."

Makhluk penjaga meraung lagi, kali ini lompat ke arah Yanzhi. Han Ye mencoba menebasnya, tapi kabut di sekeliling makhluk itu menelan tebasan pedang seperti lumpur.

Yanzhi tersentak mundur, telapak kakinya tergelincir bebatuan lembab. Pecahan segel di lengannya berpendar biru pekat, berdenyut seolah bernapas.

Roh mendesah pelan, suaranya bergema di tengkuk Yanzhi.

"Kalau mau hidup, jangan lawan. Biar dia masuk. Tubuhmu cukup menampungnya."

Yanzhi membelalak, napasnya memburu.

"Apa kau gila?!"

Makhluk penjaga tiba di depannya. Mata kehijauannya menyalak tepat di wajah Yanzhi, cakar hitamnya menembus kabut, nyaris merobek dada Yanzhi, tapi cahaya biru pecahan segel memancar mendadak.

Suara Roh menekan.

"Tahan. Terima dia. Atau mati di sini."

Yanzhi merintih, bahunya terguncang. Ia berusaha menahan pecahan segel, tapi hembusan kabut di sekeliling makhluk itu justru terserap, menyalur ke lengannya. Dalam sekejap, suara auman makhluk melemah, tubuhnya retak kabut, seolah ditarik masuk ke dalam pecahan segel.

Han Ye mendekat cepat, menarik Yanzhi ke belakang.

"Yanzhi! Apa yang kau—"

Terlambat. Makhluk penjaga lenyap di depan mata mereka, meninggalkan pusaran kabut tipis yang seketika mati di ujung lentera biru.

Pecahan di lengan Yanzhi kini berdenyut dua kali lebih panas. Yanzhi terengah, bahunya gemetar.

Roh berbisik di telinganya, lembut, dingin.

"Bagus sekali. Sekarang kunci lamanya sudah pulang. Jangan khawatir… kita hanya butuh satu retakan lagi."

Yanzhi hanya bisa menggertak gigi, suara napasnya masih terputus.

"Kalau kau berani mempermainkan aku lagi… lihat nanti…"

Han Ye menatap Yanzhi tajam, kabut di belakang mereka kembali merangkak, seolah menutup mulut lembah yang baru saja menelan rahasia lain.

......................

Kabut di mulut lembah menipis perlahan, tapi hawa lembab masih menempel di kulit. Sisa auman makhluk penjaga lenyap bagai asap. Yanzhi berdiri paling depan, napasnya pendek. Lengan bajunya bergetar halus, sisa panas pecahan segel merayap di bawah kulit.

Han Ye mencengkeram pundaknya, menarik kasar.

"Kenapa makhluk itu tiba-tiba lenyap? Kau lakukan apa?"

Yanzhi terkejut, bahunya bergetar kecil, mata menatap Han Ye cepat.

"Aku? Mana aku tahu! Aku berdiri di sini, sama seperti kalian!"

Lu Ming melangkah maju, lenteranya menyorot dada Yanzhi, tatapannya tajam.

"Tadi kau dekat altar. Kau ada sentuh retakan segelnya?"

Yanzhi menelan ludah, tangannya tanpa sadar meremas ujung lengan baju.

"Aku hanya memperbaiki retakannya, Senior Lu Ming. Mana mungkin segel bisa pecah begitu saja."

Han Ye mendesis pelan, pandangan matanya menusuk.

"Kalau kau main gila, jangan harap bisa lolos dari hukuman sekte."

Roh di kepalanya mendesis pelan, nadanya tenang tapi seperti menampar pipi Yanzhi dari dalam.

"Lihat. Sekarang kau di hadapan mereka, sendirian. Bagus sekali."

Yanzhi (mendesah pelan, bergumam ke dalam hati):

"Diam. Semua ini gara-gara kau."

Lu Ming menatap retakan altar di belakang mereka. Ia sempat menekan ujung jarinya ke lantai batu, merasakan hawa dingin yang tersisa.

"Tak masuk akal. Segel tua ini tak bisa disentuh begitu saja. Kalau makhluk penjaga hilang… berarti ada sesuatu yang menelannya."

Han Ye menatap Yanzhi tajam, langkahnya mendekat.

"Jangan bilang kau ambil sesuatu di lembah ini."

Yanzhi menunduk cepat, suaranya kecil tapi gigit.

"Apa aku tampak gila? Kalau aku bawa sesuatu, apa aku masih berdiri di sini?"

Roh berbisik lagi, suaranya dingin merayap di dasar telinga.

"Bagus. Terus bohong, bocah. Mereka akan percaya kepadamu… untuk sekarang."

Yanzhi menggertak gigi, menahan napas, jemarinya mencengkeram pinggir ikat pinggang seolah menahan hawa panas di lengannya.

Lu Ming mendengus pelan. Ia menoleh pada Han Ye, suaranya rendah:

"Bawa dia keluar dulu. Kalau jalur ini retak lagi, biar aku yang pasang segel ulang."

Han Ye masih menatap Yanzhi keras, tapi akhirnya menarik bahunya maju.

"Kalau kau sembunyikan sesuatu… aku sendiri yang akan seret kau ke aula hukuman."

Yanzhi hanya membuang napas pendek, mulutnya menahan umpatan. Roh terkekeh pendek di dalam batok kepala.

"Coba kau bilang sekarang. Pasti wajah mereka lucu sekali."

Yanzhi (dalam hati, kesal, suara bergetar):

"Tutup mulutmu."

Kabut menelan sisa suara mereka, langkah rombongan merayap keluar lembah. Pecahan segel di lengan Yanzhi berdetak samar, seolah berbisik: gerbang belum sepenuhnya terkunci.

......................

Malam turun di halaman utama Sekte Tianhan. Gerimis kabut tipis menempel di atap aula. Di dalam, lentera giok redup menyala. Bayangan murid berbaris rapat di sepanjang dinding batu. Beberapa murid yang ikut turun ke lembah berdiri di barisan belakang.

Han Ye berdiri di sisi Yanzhi, satu tangan terlipat di pinggang, tatapannya menembus lantai.

Di kursi tinggi, Tetua Fan duduk bersandar, jubah abu-abu tuanya terjuntai bagai kabut di lantai aula. Di bawah tangga batu, Lu Ming menunduk setengah, satu tangan menyentuh gagang pedangnya.

Tetua Fan (tajam, datar):

"Lu Ming. Kau pimpin jalur lembah. Kau lihat apa di sana?"

Lu Ming (tenang, menahan nada ragu):

"Retakan segel terbuka sedikit, Tetua Fan. Jalur lama masih hidup di bawah altar. Aku tugaskan Han Ye dan Yanzhi merapikan segel. Makhluk penjaga muncul di akhir, kami semua masih di jalur keluar."

Tetua Fan menajamkan mata ke Yanzhi, sorotnya menusuk.

"Kalau begitu, kenapa retakan melebar? Kenapa makhluk penjaga lenyap? Jelaskan."

Yanzhi berlutut di tengah aula, napasnya pendek. Jemarinya mencengkeram lutut, lengan bajunya bergetar oleh denyut pecahan di bawah kulit.

"Say hanya periksa altar. Retakannya belum rapat. Han Ye di sampingku. Kami tidak sentuh apa-apa, Tetua Fan."

Han Ye menoleh sekilas ke Tetua Fan, bibirnya nyaris terbuka, tapi langkah kecil terdengar di pintu samping aula. Seorang murid penjaga menunduk, memberi jalan.

Wei Ren melangkah masuk. Pundaknya sedikit membungkuk, senyum liciknya menempel di ujung bibir.

Wei Ren (nada merendah, lidah licin):

"Tetua Fan, maaf saya terlambat. Saya ikut turun jalur lembah juga. Saya kira… harus lapor."

Tetua Fan (menajamkan sorot):

"Wei Ren? Siapa suruh kau turun?"

Wei Ren pura-pura menunduk, matanya setengah melirik Yanzhi.

"Kabut terlalu pekat, saya khawatir barisan pecah. Saya dan Bai Lin hanya menjaga jalur naik. Tapi… saya melihat sendiri, Yanzhi terlalu dekat altar, berdiri terlalu lama. Makhluk penjaga baru muncul setelah itu."

Yanzhi mendongak, sorot matanya tajam ke Wei Ren.

"Kau muncul di kabut karena mau bantu? Atau mau mengintip?"

Wei Ren tertawa kecil.

"Kalau tidak ada yang aneh, apa yang perlu saya intip? Kalau bukan kau yang membuka segel, siapa?"

Han Ye menggeram pelan, satu langkah maju.

"Wei Ren, kau bicara seolah kau ada di altar juga. Padahal kau muncul setelah kami hampir keluar."

Wei Ren mendongak sedikit ke Han Ye, bahunya terangkat setengah seolah menahan tawa. Senyumnya masih menempel, matanya menatap tajam.

"Aku hanya bilang apa yang saya lihat. Semua murid juga tahu. Kalau makhluk penjaga hilang, berarti ada yang menelannya.

Dan siapa yang paling dekat? Yanzhi."

...****************...

1
dewi roisah
lanjut lagi seru serunya..
Zhenzhen: Siap! Makasih banyak, senang banget kamu menikmati ceritanya /Heart//Heart/
total 1 replies
Nanik S
Lembah Angin
Nanik S
Kepala baru memang sangat bodoh
Nanik S
Pasti Yanzhi adalah sasaran Lu Ming
Nanik S
mereka seperti teman tapi yang sat keras kepala yg satu Usil 🤣🤣🤣
Nanik S
💪💪💪👍👍👍
Nanik S
Lanjutkan Tor
Zhenzhen: Lanjut terus dong! Makasih sudah ngikutin ceritanya/Joyful//Determined/
total 1 replies
Nanik S
Benar sekali untuk apa ramah pada merdeka yang merendahkan kita
Nanik S
Keras kepala bener Yanzhi
Zhenzhen: Hehe iya, Yanzhi memang keras kepala banget, tapi itu yang bakal bikin perkembangan karakternya menarik/Scream/
total 1 replies
Nanik S
Yanzhi... lemah tapi keras kepala
Zhenzhen: Betul sekali! Dia masih lemah di awal, tapi tekadnya yang keras bakal jadi pondasi pertumbuhannya nanti./Determined/
total 1 replies
Nanik S
Cerita awal yang menarik
Zhenzhen: Senang banget kalau awal ceritanya terasa menarik! Semoga bab-bab selanjutnya juga bikin penasaran ya. Terima kasih sudah membaca/Pray/
total 1 replies
Nanik S
Hadir
Zhenzhen: Terima kasih sudah hadir dan mulai baca dari Bab 1! Semoga ceritanya bisa menemani harimu. /Determined//Determined/
total 1 replies
k
Ternyata seru banget!/Angry/ceritanya ringan tapi tetap bikin penasaran. Cocok buat kalian yang suka fantasi tapi tetep mudah diikuti. Rekomen banget!/Kiss//Kiss/
Zhenzhen: Terima kasih banyak untuk ulasannya!/Heart/
Senang banget tahu kalian enjoy sama ceritanya.
Aku bakal terus usaha biar makin seru ke depannya /Determined//Determined/
total 1 replies
Aji Pangestu
waw sangat bagus
Zhenzhen: Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan meninggalkan ulasan seindah ini /Kiss/
Aku benar-benar senang ceritanya bisa sampai ke hati pembaca /Heart//Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!