bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
“Baiklah, saya temani kalau begitu.”
Entah tangannya yang dingin atau memang kening William yang terasa sedikit hangat menurutnya.
Laki-laki itu tersenyum puas bisa membujuk gadis cantik di belakangnya. Dia mengajak Ayu menuju kamar pribadinya. Beruntung seluruh penghuni rumah saat itu sudah berada dalam kamar masing-masing, jadi tidak ada yang tahu kalau gadis cantik itu memasuki ruang pribadi tuannya.
Jantung Ayu berdebar kencang mengikuti langkah sang majikan sampai kamar. Matanya menelisik ke berbagai penjuru dan menilai keindahan kamar William yang sangat maskulin. Jujur saja, tak ada rasa takut pada William meski tengah malam memanggilnya masuk ke dalam kamar. Karena dia yakin, William tak mungkin berbuat jahat, tidak seperti Juan-adiknya.
Perlahan pintu besar itu tertutup rapat dan terkunci. “Maaf mengganggu istirahat kamu. Gara-gara harus menemani saya tidur,” ucap William pelan. Sebenarnya dia juga tidak enak hati harus memanggil gadis itu untuk menemaninya tidur. Tetapi ini sudah tidak bisa dia atasi sendiri, dia butuh seseorang untuk membuat pikirannya tenang.
“Selama itu bisa membantu Tuan, saya senang melakukannya,” balas Ayu tersenyum.
Hanya melihat senyumnya saja sudah membuat hati William meleleh, apalagi bisa tertawa bersama setiap harinya.
William duduk di tepi tempat tidurnya sedangkan Ayu berdiri tepat di hadapan tuannya.
“Kalau boleh tahu, memangnya Tuan sakit apa?” tanya gadis polos itu dengan kepala sedikit tertunduk. Sebenarnya dia ragu untuk bertanya masalah pribadi tuannya, tetapi hatinya terus saja penasaran.
“Sudah lama saya kesulitan tidur. Rasanya sudah tidak ada dokter yang mampu menyembuhkan penyakit ini. Jika terlalu sepi rasanya susah sekali memejamkan mata, sebaliknya pun sama. Jika suasana ramai kepala ini rasanya seperti mau pecah,” jelas laki-laki blasteran itu.
“Lalu apa hubungannya dengan saya? Bukankah akan semakin membuat Tuan susah tidur jika ada orang yang mengganggu?”
“Dengan adanya kamu di sini bisa membuat saya lebih nyaman dan bisa tidur nyenyak.”
“Tunggu! Ini pujian atau sedang merayu? Baru kali ini ada orang yang nyaman dekat denganku,” batin Ayu tersenyum senang.
Satu tangan kekar itu menepuk tempat kosong di sampingnya. “Duduklah, banyak hal yang ingin saya ceritakan sama kamu,” ucapnya.
Gadis cantik itu pun patuh dengan perintah tuannya. Dia duduk sejajar dengan laki-laki tampan yang menjadi majikannya. Kepalanya tertunduk takut kalau memandangnya. Matanya terpejam merasakan aroma maskulin dari tubuh tuannya yang memabukkan. Rasanya dia tidak sanggup berlama-lama dekat dengan majikannya.
“Oh … Tuhan, aroma apa ini? Ini sangat memabukkan. Untung masih sadar kalau dia majikanku, kalau tidak pasti aku sudah memeluknya erat, menyesap wangi yang menempel di tubuhnya. Imanku tidak sekuat itu Tuhan, jangan mencoba menggodaku” batin Ayu melayang ke mana-mana.
“Ayu,” panggil William sambil menepuk bahunya.
“Ah … i-iya.” Gadis itu tergagap.
“Kenapa melamun? Apa ada masalah?”
“Tidak, tidak ada, Tuan.”
Tangan kekar itu tidak terlepas begitu saja, dia semakin menjadi-jadi mengusap kulit bahunya yang sebagan tertutup kain.
“Kita tidur saja, sepertinya kamu sudah lelah.”
Ayu pun patuh dengan ucapan tuannya. Dia berdiri dan berjalan menuju sofa yang berada di pojok ruangan. Dia duduk sambil menggosok-gosok kedua tangannya karena udara cukup dingin.
Sedangkan William dia memperhatikan setiap gerak gadisnya. “Kenapa kamu kesana?” Tanyanya.
“Mau tidur,” balasnya polos.
“Siapa suruh tidur di sana?”
“Memangnya saya mau tidur di mana? Di lantai?” tanya gadis cantik itu dengan polosnya.
“Di sini,” balas William sambil menepuk tempat tidur di sampingnya.
Mata gadis itu seakan mau lepas dari kelopaknya mendengar jawaban tuannya. Tidak mungkin dia satu ranjang dengan laki-laki yang kastanya lebih tinggi darinya. Apalagi dia adalah anak dari majikannya yang rupawan dan tidak pernah menyentuh wanita.
“Di mana Tuan? Di- di sana? Satu ranjang?” cicit Ayu terkejut.
“Iya. Memangnya mau di lantai? Nanti kamu bisa masuk angin, belum lagi kalau ada kecoa lewat. Hii …” balas William sengaja menakut-nakuti gadis cantik incarannya.
Bodohnya dia percaya saja ucapan tuannya. Dia pun berjalan mendekati ranjang besar majikannya.
“Kamu tidur dulu saja, saya mau ke kamar mandi dulu.” William berjalan menuju kamar mandi sekalian mengganti bajunya.
Sedangkan gadis itu ragu-ragu duduk di sana. Perlahan dia rebahkan tubuh sexy di atas ranjang besar dengan nuansa abu-abu. Aroma maskulin dari tubuh tuannya masih jelas di indra penciumannya. Sudut bibirnya terangkat menandakan senyum manis terukir di wajahnya. Karena terlalu lama menunggu, matanya pun mulai tertutup rapat. Belum lagi tempat tidur yang nyaman, membuatnya semakin cepat ngantuk.
Terdengar suara pintu terbuka dari arah kamar mandi. William terlihat lebih segar dengan rambut basah yang menetes ke leher dan dadanya. Hanya dengan handuk putih yang melilit tubuh bagian bawahnya, dia begitu percaya diri mendekati gadis polos itu.
“Cepat sekali dia tidur?” cicitnya melihat gadis itu tidur lelap. Dia pun menaikkan selimut tebal menutup sebagian tubuhnya agar tidak dingin.
Tetapi hal itu sepertinya mengganggu kenyamanan Ayu. Tubuhnya menggeliat menghadap tuannya, matanya mengerjap terbuka perlahan. “Tuan,” lirihnya pelan.
“Tuan gak bisa tidur?” tanya Ayu.
“Aku baru selesai mandi,” jelas William dengan suara serak.
Nyawa gadis itu masih belum terkumpul sempurna karena dia tadi sudah benar-benar tidur. Namun, saat dirinya mendengar kata mandi, matanya langsung terbuka lebar. Tubuhnya langsung duduk tegak menghadap tuannya yang berdiri tepat di depannya.
Ayu hanya bisa menelan ludahnya kasar ketika roti sobek di depannya lebih menggoda dari pada roti di meja makan. Belum lagi tetesan air dari rambutnya yang jatuh membasahi dada bidangnya. Merasa malu dengan perilakunya, Ayu langsung menundukkan pandangannya.