Hidupnya tak mudah, bahagia seperti enggan menghampirinya. Sejak kecil hidup dalam kemiskinan dan keluarga yang hancur berantakan.
Ayahnya seorang pemabuk berat dan penjudi.
Ibunya berselingkuh dan wanita simpanan seorang pengusaha. Bahkan kakaknya pun kurang lebih sama seperti orang tuanya.
Gita tetap bertahan dalam keluarga itu demi dua adiknya yang masih kecil.
Hingga malam itu menghancurkan semuanya. Keluarganya tercerai berai, Gita terpaksa berpisah dengan dua adik kesayangannya.
Usianya baru lima belas tahun, tapi harus menanggung akibat dari kesalahan yang tak dilakukannya.
Gita diusir dari kota itu dengan cacian dan hinaan dari warga. Arga, putra selingkuhan ibunya bahkan membakar rumah gubuknya.
Hingga dua belas tahun kemudian dia kembali dengan tujuan mencari kebenaran tentang kematian ibu dan selingkuhannya.
Apa benar ayahnya itu benar seorang pembunuh ataukah dia difitnah oleh seseorang yang berkuasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naira_W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman Kecil
Hari ini Gita bersiap akan pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Tante Lia.
Rencananya sore ini dia akan kembali ke kotanya. Pekerjaannya sudah menumpuk dan dia harus mengantarkan surat perjanjian kontraknya dengan Arga kepada mertuanya.
Gita juga sudah berpikir dengan matang-matang tadi malam, rencananya dia akan mengundurkan diri dari perusahaan almarhum suaminya.
Sangat sulit baginya bekerja sama dengan ayah mertua juga adik iparnya yang sudah tak lagi sejalan dengannya.
Gita ingin meneruskan usaha lamanya yang sempat berhenti karena suaminya tak mengijinkan. Dulu Gita memiliki usaha kecil-kecilan, preloved barang branded,
Gita memanfaatkan relasi dan teman baik suaminya yang memiliki kebiasaan buruk. Bosan dengan benda yang dibeli lalu di simpan di gudang hingga usang.
Saat itu suaminya masih belum terlalu mengijinkannya menekuni usaha itu.
Salah satu penyebabnya adalah Dewangga tak tega melihat istrinya mencari uang dengan menawar-nawarkan barang itu pada orang lain.
Dewangga merasa mampu membiayai seluruh kebutuhan Gita. Dan memang Gita tak pernah kekurangan malah hidupnya dulu terlalu berlebihan untuk dirinya yang berasal dari keluarga miskin.
Pulang nanti Gita akan mulai merancang bisnisnya. Gita sangat optimis jika usahanya akan lancar.
Orang pasti akan sangat antusias membeli tas, pakaian ataupun sepatu bekas yang masih terawat dan berkualitas tinggi.
"Oke Gita, semangat!!" kata Gita semangat sambil menyeret koper kecilnya dan sebuah guling dengan sarung guling bergambar Minions.
Gita yang punya kebiasaan aneh, selalu membawa guling jika menginap di hotel. Dia tak bisa tidur tanpa guling. Rasanya ada yang kurang jika tak memeluk guling. Karena Gita agak cerewet dengan bentuk dan kenyamanan gulingnya, maka dia memilih membawa guling sendiri.
Bahkan Dewangga pernah cemburu pada gulingnya karena Gita lebih memilih memeluk guling daripada dirinya.
Ketika lift terbuka Gita tersenyum pada beberapa orang yang berada di dalamnya. Mungkin mereka heran kenapa wanita berpenampilan modis dan modern malah membawa guling kemana-mana.
Tapi masa bodoh dengan pandangan mereka. Toh, bukan sekali dua kali Gita jadi pusat perhatian.
Hingga sampai di bawah, Gita segera ke resepsionis mengurus administrasi untuk check out. Sembari menunggu, matanya menatap sekeliling area hotel itu.
Matanya menangkap sosok lelaki tinggi yang dia hindari sejak kemarin, Arga.
Dia tak sendirian, di sebelahnya seorang wanita yang Gita kenal sebagai calon tunangan lelaki itu.
Terlihat sekali jika wanita itu begitu posesif pada calon tunangannya itu. Lengannya menggamit lengan kokoh Arga. Seolah-olah memberi tahu kepada semua orang jika Arga adalah miliknya.
"Cih... Tak tau saja kelakuan bejat calon suaminya." ucap Gita pelan.
Kemudian Gita membuang muka, sambil memainkan ponselnya.
Gita tak mau memandangi kedua sejoli itu. Bukan karena ada perasaan atau apa, tapi Gita malas meladeni salah satu dari mereka.
Yang perempuannya suka cari ribut. Yang laki-lakinya suka cari perhatian.
Tak lama kemudian, resepsionis yang tadi mengurusi administrasi Gita pun menyerahkan nota pembayaran yang sudah Gita lunaskan.
Lelaki dengan name tag Anjas itu tersenyum lebar saat Gita tersenyum padanya. Bahkan menawarkan untuk mengantar Gita ke mobilnya. Terlalu ramah, Gita tau jika lelaki ini pasti terpikat olehnya.
Gita menolaknya dan membawa semua benda pribadinya sendiri. Lagipula dia tak membawa banyak barang.
Tapi Gita sedang tak ingin menjalin hubungan 'pertemanan' baru. Yang lama saja sudah membuat dia pusing karena harus meladeni chat ataupun telepon dari mereka.
"Hah... Akhirnya aku pergi dari sini." kata Gita sambil berjalan keluar lobby.
Lega rasanya ketika dia sudah di luar. Dari tadi Arga menatapnya tajam seolah-olah dia adalah buronan yang akan kabur. Gita merasa bergidik ngeri saat melihat aura gelapnya yang menakutkan sebelum dia keluar tadi.
"Mari saya bantu, nona." kata seorang petugas valet hotel yang sudah menyiapkan mobilnya.
Lelaki itu lalu membantunya menyimpan koper di bagasi mobil Gita.
"Ah...Terimakasih, pak." ucap Gita sambil tersenyum sambil memberikan tips untuk lelaki itu. Walaupun hal itu dilarang, tapi Gita menyelipkannya ke dalam saku baju lelaki itu sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Namun, sebelum pintu itu tertutup. Tangan besar dan kokoh menahan pintu itu agar tak tertutup.
"Mau kemana kamu?" tanya Arga yang kini sudah berada di samping pintu mobilnya.
Gita yang sempat terkejut lalu merubah ekspresi wajahnya menjadi lebih santai.
"Pulang." jawab Gita sekenanya.
"Pulang??"
"Ya, saya harus kembali ke tempat saya. Kalau begitu permisi, tuan." kata Gita lalu menarik pintunya agar segera menutup.
"Siapa yang ijinkan, hah?" Arga tampak marah dan tak suka saat Gita mengatakan ingin pulang.
"Saya tak perlu ijin anda untuk pulang atau pergi kemanapun. Ingat tuan kita hanya sebatas rekan kerja. Anda pembeli dan saya penjual. Hanya itu.... Tolong minggir!" Gita mendorong tubuh besar Arga yang masih menahan pintu mobilnya.
"Kamu lupa, waktu aku bilang kalau kamu kembali maka aku tak akan membiarkanmu pergi. Asal kamu tau aku selalu serius dengan ucapanku." ancam Arga
"Uuh... Takut..." Gita meledek Arga sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya di depan tubuhnya. Seolah-olah Gita ketakutan dengan ancaman Arga.
"Dengar ya, tuan Arga. Negara ini bukan punya anda. Saya bebas mau kemana aja suka-suka saya selagi saya mampu. Anda tak berhak melarang. Lagipula saya tak melanggar hukum atau apapun, jadi anda tak berhak menahan saya.."
"Oooh jadi itu yang membuat kamu berani jalan dengan Bara setelah apa yang kita lakukan. Bebas?? Hukum?? Kamu tau aku siapa?"
"Tau... Tuan Arga pemilik Ivanovic Palace, calon tunangannya nona yang sedang berdiri di depan lobby sambil memandangi kita seolah menerkam kita. Dan satu lagi tuan Arga...."
"Lupakan hal kemarin.. Itu bukanlah apa-apa, anggap saja saya memang sedang butuh karena harus ketempat ini dan meninggalkan kekasih saya. Jadi tuan Arga, biarkan saya pergi." kata Gita sambil tersenyum profesional. Anggap saja Arga klien baru yang sulit dan butuh dibujuk untuk melakukan kerjasama, begitulah pikiran Gita
Tapi justru hal itu membuat Arga melakukan tindakan yang tak pernah dibayangkan sama sekali.
Arga yang dari tadi terlihat menakutkan itu pun seketika merangsek ke dalam mobil Gita.
Tanpa memperdulikan keadaan sekitar yang masih berada di tempat umum tepatnya di hotel miliknya
Arga menarik kepala Gita dan menahannya sebelum sebuah ciuman panas menghajar habis bibir yang dari tadi mengejeknya.
Lumatan demi lumatan Arga berikan pada bibir seksi milik Gita.
Wanita itu seperti magnet yang selalu menariknya untuk terus menyentuhnya. Arga bahkan menanggalkan sikap profesional dan rasional nya jika berhadapan dengan perempuan ini.
Hingga akhirnya Gita hampir kehabisan nafas. Ciuman itu mungkin tak berujung jika saja Gita tak menarik rambut Arga, menjambaknya ke arah belakang lebih tepatnya.
"Anda memang sudah gila!! Minggir!!" Pekik Gita saat berhasil lepas dari ciuman Arga.
"Itu akibatnya... Hanya hukuman kecil karena kamu tak mau mendengar ucapan ku dan malah menantang ku."
"Ahhh... Baj*ngan sialan!! Anda benar-benar brengsek!! Mati saja sana!!!" Gita memukul-mukul dada Arga yang masih mengukung tubuh nya.
Cup!
Arga melabuhkan ciuman singkat ke bibir Gita.
"Jangan sembarangan ngomong. Aku nggak akan mati dan meninggalkanmu seperti si Dewangga itu."
Gita mendelik tajam ke arah Arga yang justru terlihat senang.
"Hati-hati mengemudi. Nanti kabari aku kalau sudah sampai." kata Arga lalu mengecup kening Gita.
Lelaki itu lalu keluar dan menutup pintu mobil Gita.
"Setaan.!!! Arga iblis!!! Bangs*t!!!" maki Gita dari dalam mobilnya.
Gita mengambil tissue basah di dashboard mobilnya lalu menghapus bekas ciuman Arga, bibir dan keningnya. Lalu melemparkannya tepat ke depan wajah Arga yang masih tersenyum padanya.
Membuat Gita semakin geram hingga tubuhnya terasa gemetar menahan emosi.
Gita pun menyalakan mobilnya dan segera tancap gas pergi dari tempat itu.
Ivanovic Palace
Tempat itu akan dia blacklist dari daftar hotel yang akan dia kunjungi kelak.
Dia akan memberikan penilaian bintang setengah saja kalau bisa. Padahal pelayanan dan fasilitas hotel sangat bagus.
Tapi tidak dengan pemiliknya yang memiliki attitude yang buruk.
"Fix... Aku bakalan mundur dari perusahaan kalau papi masih kekeh lanjut kerja sama dengan dia lagi. Aku gak mau, liat aja aku benci. Arga sialan!!!"
Gita akan menghindari Arga. Karena setiap pertemuannya dengan lelaki itu, selalu menjadi hari yang buruk untuk Gita.
Arga atau Bara?
😘😙😙❤❤❤
siapa sih yg bakar ibu gita sebenarnya..
😘😍😙😗❤❤❤
❤❤❤😍😍😙😙
bisakah Gita benaekan Gilang..
❤❤❤❤😍😙😙
bunuh Arga jga fosa besar...
❤❤❤😘😍😙😙
😀😀😀
❤❤❤❤❤
❤❤❤😍😙😙😙
❤❤❤😘😙😗
Arga penolongnyaaa...
❤❤❤❤😘😍😙
lanjuttt torrr, sehatt, semangatttt, suksessss🙏🙏💪💪💪💪💪👍👍😍😍
❤❤❤😍😙😙
gilang tetap hidup..
❤❤❤😍😙😙
masih hidup..
kok gak hubungi tante lia..
bikin kuatir aja.
❤❤❤❤
bapaknya garong tau aja kw amna Gita pergi..
😀😀😀❤❤😘😙😗
jga takut ancaman Arga ya nurut2 aja ..
❤❤❤😘😍😙
❤❤❤❤😍😙😗
❤❤❤😍😙😙
❤❤❤😘😍😙🤦♂️
❤❤❤😘😍😙😙