NovelToon NovelToon
PULAU HANTU

PULAU HANTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Keluarga / Tumbal
Popularitas:922
Nilai: 5
Nama Author: ilalangbuana

Pak jono seorang pedagang gorengan yang bangkrut akibat pandemi.
menerima tawaran kerja sebagai nelayan dengan gaji besar,Namun nasib buruk menimpanya ketika kapalnya meledak di kawasan ranjau laut.
Mereka Terombang-ambing di lautan, lalu ia dan beberapa awak kapal terdampar di pulau terpencil yang dihuni suku kanibal.
Tanpa skill dan kemampuan bertahan hidup,Pak Jono harus berusaha menghadapi kelaparan, penyakit,dan ancaman suku pemakan manusia....Akankah ia dan kawan-kawannya selamat? atau justru menjadi santapan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilalangbuana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kegelapan kabut yang kekal

Kabut itu tak pernah pergi.

Siang, malam, hujan, atau panas,tetap saja lembah ini diselimuti kabut pekat yang menempel di kulit bagaikan racun.

Bau lembabnya menyusup ke dalam rongga paru-paru, meninggalkan sensasi rasa logam di lidah.

Pak Jono duduk bersandar di sebuah batu besar, menatap kosong ke arah hutan di seberang sana.

Matanya sembab, wajahnya pucat, bibirnya pecah-pecah.

Hari ini entah hari ke berapa ia terjebak di sini.

hitungan waktu sudah tak berarti.

Rasa penyesalan itu datang perlahan-lahan, seperti air merembes ke celah batu.

Awalnya ia berusaha keras menepis segala pikiran negatif,optimis berusaha fokus pada bertahan hidup, tidak memikirkan hal-hal yang melemahkan.

Tapi setelah kepergian Pak Rahmat, setelah semua teriakan, tangisan, dan suara-suara yang bukan manusia terus menghantuinya, tembok pertahanannya mulai retak.

Ia teringat wajah istri dan anak tercinta, Ani. Teringat Siti, Rudi, dan Ayu.

Terbayang saat ia berpamitan dengan tergesa sebelum berangkat melaut.

“Cepat pulang, Yah,”

kata Siti sambil melambaikan tangan kecilnya melalui panggilan video',Dan ia hanya membalas dengan senyum singkat, tak tahu kalau mungkin itu adalah kali terakhir mereka melihatnya dalam keadaan utuh.

Air matanya jatuh, tercecer bersama hujan tipis yang turun sejak pagi.

“Kenapa aku mau ikut pelayaran sialan itu... Kenapa aku gak nurut sama kata hati waktu kapal mulai oleng di tengah badai...” gumamnya.

Bersamaan dengan rasa rindu, rasa bersalah juga menghantam.

Ia menyesali detik-detik terakhir bersama awak kapal yang lain, Gilang yang tertawa di geladak sebelum suku pantai datang, Jefri yang berlari sambil membawa peluit darurat sebelum panah menancap di lehernya, dan Kapten Rahmat yang pada akhirnya memilih menyerahkan diri kepada sesuatu yang tak terlihat.

Semua wajah itu masih segar dalam ingatan, seolah mereka duduk di sekelilingnya saat ini, menatapnya dengan tatapan kosong.

Pak Jono memejamkan mata, mencoba mengatur napas, tapi kabut ini punya cara sendiri untuk menekan dada.

Nafasnya berat, kepalanya pusing.

Ia tahu...jika ia tidak segera menemukan jalan keluar, kabut ini akan membunuhnya secara perlahan,bukan dengan cara memutus napas, tapi dengan perlahan menggerogoti kewarasannya.

sementara itu jauh dari pulau

Kapal logistik tim SAR kembali menepi di dermaga kecil di pesisir.

Hari itu, cuaca mulai bersahabat,angin laut yang kemarin menggila kini mereda, ombak mengecil walau arus masih berbahaya.

Komandan operasi, Letnan Surya, berdiri di dek kapal SAR utama sambil mengamati peta digital.

“Drone siap terbang?”

tanyanya.

Operator di belakangnya memberi hormat singkat.

“Siap, Pak. Baterai penuh, kamera termal aktif.”

Beberapa menit kemudian, drone lepas landas, melayang melewati gulungan ombak menuju koordinat terakhir yang mereka perkirakan sebagai lokasi kapal karam.

Di layar monitor, kabut tebal tampak seperti lautan kapas yang menyelimuti sebagian besar pulau.

Lalu, sebuah titik merah muncul di tengah layar.

“Titik panas…?”

gumam operator.

Letnan Surya mendekat, matanya menyipit.

“Itu bukan hewan. Bentuknya tetap di satu lokasi. Seperti...api kecil.

Bisa jadi tanda keberadaan korban yang masih hidup.”

Di ruang briefing, suasana mendadak tegang. Sebagian tim SAR ingin segera bergerak.

Tapi peraturan mengatakan mereka harus menunggu izin resmi karena wilayah itu masuk zona terlarang,ada sejarah panjang kecelakaan dan hilangnya orang di pulau tersebut.

“Kalau kita menunggu izin, bisa saja korban itu tidak bertahan sampai besok,”

kata Serka Adi, salah satu penyelam senior.

“Kabutnya terlalu tebal, suhu rendah, dia bisa hipotermia kapan saja.”

Namun Letnan Surya ragu.

“Kita akan melanggar protokol kalau menyusup diam-diam. Tapi kalau menunggu, kita bisa kehilangan nyawa seseorang...!”

Keduanya saling pandang.

Keputusan ini akan menentukan hidup-mati orang yang ada di pulau itu,mungkin cuma satu orang, atau mungkin sudah tak ada siapa-siapa selain...sesuatu yang lain.

Sebuah rapat singkat diadakan di ruang brifing kapal SAR terasa seperti adu tarik tambang antara aturan dan naluri kemanusiaan....

Sementara di luar angin malam mulai berhembus membawa hawa asin dan dingin dari laut.

 

 

 

“Kalau kita hanya menunggu izin dari pusat, paling cepat baru datang besok sore!”

 

 kata Letnan Surya dengan nada berat.

“Tapi itu berarti kemungkinan besar korban,kalau memang ada sudah pasti sudah tidak bernyawa.”

 

Serka Adi menggebrak meja.

 

 “Kita bukan polisi yang datang setelah semuanya beres, kita tim penyelamat! Kalau masih ada harapan, kita harus bergerak sekarang!”

 

Beberapa anggota tim saling pandang. Mata mereka memantulkan ketegangan,di antara rasa takut melanggar aturan dan rasa bersalah kalau membiarkan korban mati begitu saja.

 

Akhirnya, Letnan Surya menarik napas panjang.

“Baik. Kita berangkat malam ini. Tanpa laporan resmi.

 Semua catatan operasional… kita buat seakan-akan ini adalah misi latihan patroli malam! ”

 

Keputusan itu langsung memicu gerakan cepat.

Senjata suar, perlengkapan selam ringan, kompas analog, dan radio komunikasi disiapkan.

Drone kembali diisi baterai cadangan untuk memandu jalur mereka melalui kabut.

 

 

Sementara itu di lembah Terlarang

Pak Jono berjalan tertatih, air hujan merembes ke pakaiannya yang sudah tipis dan robek. Setiap langkah seperti melawan lumpur yang ingin menariknya ke bawah.

 Lembah yang dulu ia kira tanah padat kini sudah berubah menjadi rawa dangkal berair cokelat keruh, penuh ranting busuk dan aroma tanah busuk bercampur darah kering.

 

Kakinya bergetar bukan hanya karena dingin, tapi juga karena beban pikiran yang makin berat.

Sendirian....

Ia benar-benar sendirian sekarang. Tidak ada teriakan Kapten Rahmat, tidak ada ocehan Gilang.

Hanya bunyi tetes hujan dan bisikan-bisikan halus dari kabut yang entah berasal dari manusia atau bukan.

 

Ia duduk di bawah batang pohon mati, memeluk lututnya.

Pandangannya kosong.

Otaknya mulai memutar adegan yang tidak ingin ia ingat,tatapan putus asa teman-temannya saat mereka terseret ke kegelapan, bau daging terbakar, suara tulang patah.

 

Tiba-tiba, dari kejauhan, ada cahaya.

Kecil. Berwarna putih kebiruan. terpancar lembut menembus kabut.

 

Pak Jono menatapnya lama.

 Jantungnya berdegup cepat.

Apakah itu… tanda kehidupan? Atau jebakan lain seperti yang sudah-sudah?

Langkahnya maju setengah, lalu mundur lagi.

Ada dorongan untuk mendekat, tapi juga rasa takut yang memaku kaki.

 

“Kalau itu orang… mungkin itu satu-satunya kesempatan…”

bisiknya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh hujan.

 

 

Di kapal sar tepat tengah malam, perahu karet bermesin tempel meluncur pelan dari kapal induk.

 Lampu dimatikan, hanya menyisakan cahaya remang dari layar GPS dan pantulan bulan di air laut.

 Dron terbang di depan mereka, menembus kabut tipis di permukaan laut, memandu jalur menuju titik panas yang tadi mereka temukan.

 

“Jarak ke pantai 800 meter… 600…”

suara operator terdengar lewat headset.

 

Letnan Surya menatap layar, lalu mengernyit.

 

“Tunggu… titik panasnya bergerak.”

 

Gerakan itu… menuju pinggiran lembah.

Ke arah tempat Pak Jono berdiri sekarang.

Di ujung lembah, Pak Jono melihat cahaya itu semakin dekat.

Jantungnya berdegup liar.

Untuk pertama kalinya sejak semua ini dimulai, ada harapan yang menyelinap di hatinya,harapan tipis yang bisa saja hancur sewaktu-waktu.

 

Tapi ia tak tahu....di balik kabut ini, sesuatu yang lain juga ikut memperhatikan cahaya itu.

Dan kali ini mungkin ia tidak akan sendirian lagi...dalam arti yang menyeramkan

1
juwita
semoga mrk selamat bisa kumpulan lg bersama keluarga
juwita
bukanya jefri sm Gilang ya. ko bahrul Thor?
juwita
kasihan pak jono demi keluarga jd terdampar di pulau hantu. smoga bisa cpt kembali ke keluarganya
juwita
cerita nya bagus mengisahkan perjuangan se org ayah buat anak dn istrinya biar bisa hidup terjamin. rela berjauhan dgn bahaya menantang maut demi keluarga di jalani semoga perjuangannya g sia sia. happy ending
Ananda Emira
semakin seru
Killspree
Memukau dari awal hingga akhir
♞ ;3
Jalan ceritanya keren, endingnya bikin nagih!
ilalangbuana: terima kasih atas masukannya,!!
admin masih dalam tahap belajar.. semoga kedepannya karya ku bisa lebih baik lagi dalam penulisannya ataupun alur ceritanya☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!