Di kehidupan sebelumnya, Nayla hidup dalam belenggu Adrian.
Tak ada kebebasan. Tak ada kebahagiaan.
Ia dipaksa menggugurkan kandungannya, lalu dipaksa mendonorkan ginjalnya kepada saudari kembarnya sendiri—Kayla.
Ia meninggal di atas meja operasi, bersimbah darah, dengan mata terbuka penuh penyesalan.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua.
Di kehidupan ini, Nayla bersumpah: ia tidak akan jatuh di lubang yang sama.
Ia akan membuka topeng dua manusia berhati busuk—mantan kekasih dan saudari tercintanya.
Namun kali ini... apakah ia bisa menang?
Atau akan ada harga baru yang harus ia bayar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julie0813, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Api Hasrat
Nayla mengerutkan kening. Tubuhnya terasa panas seolah-olah sedang demam. Tak nyaman, ia menggeliat manja di dalam pelukan pria itu.
Pria itu menunduk, menatap wajah kecil Nayla yang memerah saat ia mencoba menarik-narik bajunya dengan gelisah. Wajah sang pria tersembunyi di balik bayangan, entah sedang marah atau senang, tak bisa ditebak.
---
Sesampainya di rumah.
Adrian menggendong Nayla ke atas ranjang. Dalam kondisi setengah sadar, Nayla merasa tubuhnya panas luar biasa, bibirnya kering dan haus. Ia mulai merengek pelan sambil mencoba melepaskan pakaiannya sendiri.
Di telinganya terdengar suara air menetes dari kamar mandi. Nayla bergumul dengan kemejanya cukup lama, namun tetap tak berhasil melepaskannya. Ia bisa merasakan matras empuk di bawahnya sedikit tenggelam, pertanda seseorang duduk atau berbaring di sampingnya.
Nayla ingin membuka matanya untuk melihat siapa itu, tapi kelopak matanya terasa berat sekali. Yang keluar dari mulutnya hanyalah suara erangan serak yang tak bisa ia kendalikan.
Adrian yang baru selesai mandi mendekat dengan tubuh yang segar dan dingin. Tanpa sadar, Nayla mendekap tubuh pria itu. Sentuhan dingin itu membuatnya merasa nyaman, membuatnya mendesah pelan—untuk pertama kalinya panas di tubuhnya terasa sedikit mereda.
Tapi justru hal itu membuat Adrian makin tersiksa. Api hasrat yang selama ini ia tekan seakan tak ada tempat untuk bersembunyi lagi. Sorot matanya menjadi semakin gelap.
“Nayla…” panggil Adrian dengan suara rendah.
“Hmm?” Nayla yang sedikit sadar menatap Adrian. Namun matanya yang berkaca-kaca dan lembap membuat pandangannya buram.
Kemeja yang basah menempel erat di tubuh Nayla, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menggoda dan memikat. Tak kunjung mendapat jawaban, Nayla merengut manja dan bertanya lagi dengan suara serak menggoda,
“Kamu kenapa sih~” Nada manja dengan dengungan kecil dari hidungnya membuat perut bagian bawah Adrian menegang.
Ia benar-benar sedang menggoda pria itu ke jurang dosa…
“Nayla, kamu sudah diberi obat… Kamu butuh penawarnya!” suara Adrian terdengar serak dan berat, penuh tekanan.
“Hmm? Iya, penawar... Di mana penawarnya?” Nayla berusaha mengangkat tubuhnya yang lemas untuk mencari penawar, namun tak sanggup. Tubuhnya jatuh lagi ke kasur.
Kesal, Nayla menepuk-nepuk dada Adrian sambil menggerutu pelan, “Kamu juga jahat sama aku... Kamu juga jahat sama aku…”
“Penawarnya di sini. Ambil sendiri!” suara Adrian makin berat, penuh dengan hasrat yang sudah tak tertahankan lagi.
“Aku mau penawar itu!” ucap Nayla dengan nada keras kepala.
Akhirnya Adrian tak bisa menahan diri lagi, ia menggeram pelan, “Nayla… Ini semua keinginanmu sendiri!”
Begitu mengatakan itu, Adrian langsung membalikkan badan dan menindih tubuh Nayla, lalu mencium gadis itu dengan paksa dan penuh hasrat. Bibirnya menyapu bibir Nayla secara agresif, sementara kedua tangannya dengan mudah membuka kancing kemeja Nayla satu per satu.
Malam pun berlalu dalam gelora gairah.
Keesokan paginya, saat matahari menyinari ruangan, Nayla terbangun dengan tubuh terasa pegal dan lemas. Ia membuka mata dan menatap sekeliling—ini kamar Adrian. Matanya turun ke bawah, melihat tubuhnya yang telanjang di balik selimut, dan seketika tubuhnya menegang. Ia benar-benar ingin menangis tapi tak keluar air mata sedikit pun...
Dengan tangan gemetar, Nayla meraih kemeja putih yang ia kenakan semalam yang tergeletak di samping tempat tidur. Jemarinya menyentuh kancing di bagian kerah, dan akhirnya ia menghela napas lega. Untung saja—kancing itu masih ada. Kemeja putih dipadukan dengan rok mini hitam—penampilannya semalam memang memukau, tapi tak ada yang tahu bahwa kancing di kerah bajunya sebenarnya adalah kamera tersembunyi mikro!
Mengingat kembali kejadian semalam, Nayla sedikit bersyukur karena sudah bersiap dari awal. Meskipun ia sudah waspada dan hanya meneguk seteguk kecil jus, ia tetap segera memuntahkannya. Tapi siapa sangka efek obat itu begitu kuat! Nayla benar-benar tidak sedikit pun bisa melawan Adrian semalam… Tangannya memegang pinggang yang kini terasa ngilu—ia menggertakkan gigi.
Adrian... setidaknya masih bisa dibilang bertanggung jawab. Saat Nayla merasa ada yang aneh dengan jus yang diberikan, ia segera menekan tombol panggilan di jam tangan pintarnya. Mikrofon Bluetooth tersembunyi di telinganya, dan untungnya rambut Nayla yang semalam sengaja dikeriting gelombang dan dibiarkan terurai seperti alga coklat panjang, ditambah suasana bar yang penuh lampu dan keramaian, tak ada seorang pun yang menyadari bahwa Nayla sedang melakukan panggilan diam-diam.
Semua ini adalah perangkap yang sudah Nayla siapkan khusus untuk Kayla.