NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dark Romance
Popularitas:34.3k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 : Gendongan yang Menghangatkan

...•••Selamat Membaca•••...

Petir menggelegar, membuat suasana semakin mencekam. Hujan semakin deras. Di dalam ruangan gelap itu, Maula masih terikat di tiang dengan rantai besi yang dingin menggigit pergelangan tangannya. Besi itu sudah membuat kulitnya robek, darah bercampur air hujan yang menetes dari atap yang bocor.

Maula tahu kalau dia tidak bisa menunggu Rayden lagi.

Dia harus keluar. Sekarang.

Matanya menajam, mengitari sekeliling. Tiang tempat ia terikat adalah beton tua yang retak, lapuk, dan berlumut. Di bagian bawah, sebagian mulai mengelupas, menyisakan pinggiran kasar dan tajam, seperti batu karang.

Maula menarik rantai ke arah bawah, menggiring pergelangan tangannya mepet ke sudut tajam beton itu. Ujung rantai masih terhubung ke borgol, dan suara gesekan logam menggema.

Satu napas.

Dua napas.

Lalu—

“AARGH!”

Dengan sekuat tenaga, Maula menghantamkan lengannya sendiri ke sudut tajam tiang. Borgol logam yang menempel di kulitnya tertekan keras oleh beton. Kulitnya robek lebih dalam, tapi dia terus ulangi lagi.

CRAK. CRAK. CRAK.

Darah mulai mengalir deras.

Tapi suara kecil terdengar, klik, krek, mata rantai mulai longgar. Terkikis oleh gesekan kasar dan tekanan konstan dari tenaga tubuhnya sendiri.

Ia menggigit lidah, rahangnya tegang. Otot-ototnya menegang, dan matanya membara oleh kemarahan. Lalu satu hentakan terakhir— PRANG!

Rantai sebelah kiri lepas. Besi masih menggantung dari borgol, tapi tangan Maula bebas walau pun satu sisi dan itu cukup.

Dia menarik lutut, memutar tubuh, dan meraih batang logam tajam yang mencuat dari lantai retak di dekat tiang.

Dengan tangan berdarah, Maula mencabut batang itu. Panjang, berat, dan ujungnya seperti obeng tumpul yang berkarat.

“Sekarang giliranmu,” bisiknya pada borgol di tangan kanan.

Dan dia mulai menghantamnya.

TAK! TAK! TAK!

Ujung batang logam menghajar sambungan. Logam bertemu logam. Getaran menyebar ke tulangnya. Tapi Maula tak berhenti.

TAKK—KREEK—TAKK—KREEK—Lalu— TRAK! Terlepas.

Tangannya kini bebas, tapi penuh luka. Ia tak punya waktu memeriksa. Ia bangkit tertatih, hampir jatuh karena kaki lemas, lalu segera menuju jendela rusak. Dengan batang logam itu, ia menghantam kawat berkarat di sana hingga terbuka.

Udara malam menyambut wajahnya. Dingin. Tajam. Penuh ancaman. Tapi juga penuh kesempatan.

Maula tak menoleh ke belakang. Ia melangkah ke ambang jendela, lalu melompat keluar. Tanpa alas kaki dan dengan darah menetes dari pergelangan, hujan terus menyiram tubuhnya.

Maula terus berlari menjauh dari gedung itu, meninggalkan Mavros dan Anna yang belum sadar kalau dirinya kabur. Mata Maula seketika kabur dan berkali-kali dia jatuh tersandung akar kayu. Secara, hutan itu sangatlah gelap.

Maula tak peduli, dia terus berlari dan berlari menjauh. Dia hanya mengikuti langkah kakinya saja.

“Lebih baik aku mati dalam hutan ini, daripada ikut dengan pria gila itu.”

Karena lelah, Maula bersandar dan duduk di sebuah pohon besar. Dia sudah tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang makin lama makin lemah. Maula semakin kedinginan, tubuhnya menggigil hebat dan air mata kini menyatu dengan air hujan yang membasahi wajahnya.

“Rayden... kau ada di sini kan?” lirihnya pelan, Maula menarik napas dalam dan mengumpulkan tenaga, dia berteriak dengan kencang agar siapa pun mendengar dirinya saat ini.

“RAYDEEENNNN!!!”

Suara Maula tertelan derasnya air hujan yang menghantam dedaunan. Tapi sayup-sayup, Rayden mendengarnya, dia kini hanya berdua dengan Advait menelusuri hutan. Karena Ford dan tim membawa Sofia kembali ke tempat helikopter terparkir.

“Itu suara istriku,” seru Rayden pada Advait.

“Aku tidak mendengar apapun, Ray.”

“Tapi aku mendengarnya.”

Mereka kembali berjalan dengan cepat. Maula sudah begitu lemah, tak kuasa lagi membuka mata, darah di pergelangannya makin keluar deras. Dengan sisa tenaganya, Maula bisa melihat siluet dua orang mendekat.

“Berani sekali kau kabur hah.” Mavros langsung menarik kuat rambut Maula, kali ini Maula tak lagi melawan karena tubuhnya sudah sangat lemah.

Mavros menggendong Maula dan membawanya kembali ke dalam gedung. Sayangnya, kali ini dia terlambat karena Rayden dan Advait muncul di depan mereka.

Anna terkesiap dan langsung menyerang Rayden dengan pisau di tangannya, sedangkan Mavros langsung putar badan membawa Maula. Itu hal bodoh, karena Rayden tentu dengan mudah mencapainya.

Mavros terpaksa menurunkan Maula dari gendongannya dan berkelahi dengan Rayden. Adegan aksi itu berlangsung cukup lama hingga Advait bisa melumpuhkan Anna dan Rayden melumpuhkan Mavros.

Mavros terbatuk dan muntah darah, dia menduduki dada Mavros dan memegang kerah baju Mavros.

“Brengsek, aku menjaga dia mati-matian dan berusaha untuk tidak menyakiti dia, lalu kau malah membawa istriku ke sini dan membuat dia kembali teraniaya. Bajingan.” Bugh! Satu pukulan kembali dihantamkan oleh Rayden ke wajah Mavros.

“Dia milikku, kau datang hanya untuk merebutnya.” Mavros membalas dengan sengit dan itu semakin membuat Rayden emosi.

“Milikmu? Sejak kapan kau mengklaim istriku sebagai milikmu hah? Kau bahkan sudah membuat aku dan dia terpisah berhari-hari. Aku tidak pernah mengizinkan siapa pun menyentuh istriku dan kau malah berani membawa dia ke tempat terkutuk ini.” Rayden terus menghantam wajah Mavros.

“Kita bawa mereka, biarkan mereka hidup untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka ini.” Advait mengangguk dan mengikatkan rantai yang dibawa Anna pada mereka berdua lalu menggiring mereka menuju parkiran helikopter.

Rayden menggendong istrinya dan dalam tubuh lemah itu, Maula memeluk Rayden dan terisak dengan wajah yang dia benamkan di ceruk leher Rayden.

“Aku merindukanmu, Piccola. Maaf kalau aku datang terlalu lama,” lirih Rayden yang membuat Maula semakin terisak.

“Aku yang harusnya minta maaf, aku sudah pergi tanpa izin darimu. Aku durhaka padamu, Ray.” Rayden menggeleng, Maula masih terisak dalam gendongannya.

“Kamu tidak durhaka, kamu harus bertahan ya. Parkiran cukup jauh dan aku bawa baju ganti serta selimut untukmu. Kamu harus bertahan.” Maula mengangguk pelan dan mengeratkan tangannya memeluk leher Rayden.

Mavros dan Anna berjalan dengan langkah berat dan terpaksa di belakang sambil diseret oleh Advait menggunakan rantai. Sudah seperti seorang tahanan keji.

Mereka terus melangkah, dengan pencahayaan senter di kepala Rayden dan Advait.

“Aku ngantuk, Ray. Lapar juga, dari kemarin aku belum makan sama sekali,” adu Maula pada suaminya, Rayden merasa otot lehernya mengambang, mengingat betapa sakit istrinya saat ini.

“Nanti ada makanan, aku juga bawakan susu hamil untukmu. Aku yakin kalau kamu di sini dan membawa semua perlengkapanmu. Sabar ya,” bujuk Rayden dengan lembut sambil terus berjalan menerjang hujan lebat.

“Aku ngantuk.”

“Tidurlah.”

Maula memejamkan matanya dan pelukan di leher Rayden semakin mengendur. Pelukan Rayden di tubuhnya membuat Maula hangat walau pun saat ini air hujan yang dingin terus membasuh tubuhnya.

“Tempatkan mereka di dalam helikopter milik Ford saja, Ray. Mereka harus dikawal agar tidak kabur.” Rayden menoleh ke belakang, ingin dia membunuh Mavros dan Anna tapi dia tahan karena Sofia bilang harus menghukum mereka dulu di kota.

“Iya. Mereka harus menghadapi sanksi sosial dan dunia harus tahu kalau mereka bajingan,” tekan Rayden.

...•••Bersambung•••...

1
Latoya
hebat
Frizzy Danuella
Wow amazing thor
Frizzy Danuella
Angkat aku jadi cucumu juga nena
Blade Haruna
Akhirnya hukuman mereka ditetapkan juga, ini nih yg gue suka. Satu masalah selesai baru datang masalah baru, bukan malah belibet yg bikin pala gue makin pusing
Zenia Kamari
Confess sekarang apa gue cepuin lo
Zenia Kamari
gue nonis, tpi gue suka banget sama karya religi kakak ini
Zayana Qyu Calista
sungkem gue ama lo kak
Zayana Qyu Calista
Gue kebagian cucu angkat juga gpp deh, asal neneknya kayak eliza ini
Rihana👒
Saya support kalau memang sofia sama advait
Rihana👒
Begini kalau dapat cinta yang setara, mereka saling jaga
Rihana👒
Thor, bikin novel religi versi kamu lagi dong, saya mau baca dan jangan lupa untuk ilmu pengetahuannya. Ditunggu ya thor (sangat berharap)
Pesillia Lilian
asik tuh klau advait sama Sofia, bakalan besty selamanya Maula
Pesillia Lilian
Author terniat
Miyoji Sweetes
Ngomong jgn dlam hati Advait, ngomong langsung elaahh
Miyoji Sweetes
Seniat itu ya thor🔥🔥🔥
Cherry Berry
Advait kalo gak gercep ya alamat bakalan patah hati
Pedri Alfonso
ini keren banget
Putri vanesa
Kk berapa lama smpe bisa bikin cerita ini sereal mungkin, entah ini memang real life or imagination aku pribadi bukan kyak ngebaca dosng tpi kyak udah nnton ceritanya langsung dalam byang2an fikiran aku, karena emang sedetail itu ceritanyaaa, ini mah kudu di jdiin film sih rame bnget soalnya
Sadohil: setuju banget
Zenia Kamari: Terbaik ini karya
total 5 replies
🐱Pushi Cat🐱
Keren, gak pernah gagal kakak ini masalah detail, baik kedokteran, agama maupun hukum. Pantesan penulis pada bilang kalau menulis bukan hanya tentang merangkai kata
Putri vanesa
SemangatAdvait kita dukung dirinu dan Sofia menuju jannah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!