RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PANIK
Pintu kamar terbuka perlahan, Fita dan juga Giselle menoleh bersama melihat siapa yang membuka pintu. Nampak Erlan yang sedang kembali menutup pintu, nampak tangannya yang luka belum di obati, bahkan darahnya sudah sebagian mengering.
"Bisa tinggalin gue sama Jani?" Ucap Erlan, namun matanya terus tertuju pada sosok gadis yang kini sedang duduk dengan tatapan kosong.
Fita dan Giselle tanpa banyak bertanya langsung turun dai atas ranjang.
"Dari tadi Jani cuma diem kayak gitu, sambil terus ngusap badannya" Fita memberitahu Erlan jika Jani belum mau buka mulut.
Erlan hanya diam, Fita dan Giselle keluar dari dalam kamar,dan membiarkan Erlan yang akan menenangkan Jani. Erlan duduk di sisi ranjang dan melihat Jani yang masih diam dengan tatapan kosongnya. Dengan lembut Erlan menangkup wajah Jani dan mengunci matanya dengan tatapan hangatnya.
Mendapatkan tatapan dari Erlan membuat air mata Jani semakin deras mengalir, Jani terisak, tersedu di hadapan Erlan. hingga Erlan menarik tubuh Jani dan memeluknya erat.
Tangisan Jani kembali pecah, saat tangan Erlan mengusap surai panjang Jani. Hingga Lama-lama suara isakan Jani terdengar mulai memudar dengan tubuh Jani yang tidak lagi bergetar, Erlan masih memberikan pelukan dan usapan hangat pada kepala Jani.
"Minum dulu?" Tawar Erlan dengan masih memeluk Jani.
Jani hanya mengangguk memberikan jawabnya pada Erlan, saat ini dia hanya butuh pelukan tanpa Jani perlu banyak kata. Erlan mengambil segelas air putih yang ada di atas meja kecil di samping ranjang. Erlan dengan lembut dan penuh kasih sayang membantu Jani minum dari gelas, tanpa Erlan banyak tanya.
Erlan akan membiarkan gadisnya ini tenang lebih dulu dan siap untuk menceritakan semuanya padanya, tanpa Erlan sendiri yang bertanya.
"Mau pulang?" Erlan mengusap tangan Jani lembut.
Jani menatap wajah Erlan yang sangat menenangkan hatinya, meski dirinya masih merasa shock dengan apa yang Ezra lakukan padanya. Jani mengangguk dengan matanya yang basah, perlahan Jani mulai bergerak untuk bisa bangkit, namun rasnya sekujur tubuh Jani terasa sakit, terlebih di bagian intinya. Jani meringis menahan perih, sakit dan juga ngilu di area intinya. Tangan Jani mencengkram lengan Erlan sedikit kuat.
Erlan memejamkan matanya menahan sakit melihat kekasihnya ini, Erlan sangatlah tau apa yang Ezra lakukan pada Jani, sampai Jani seperti ini.
Kesal? jelas, marah? tentu, tapi–Erlan sungguh tidak tau harus bersikap seperti apa pada Ezra, jika dia harus menghajarnya ingin sekali dia bisa menghabisi Ezra saat ini juga.
"SSSHHHH..... " Jani meringis menahan perih yang teramat.
"Pelan-pelan aja" Erlan membantu Jani untuk berdiri.
Tangan kekar Erlan melingkar pada pinggang ramping Jani, Erlan bisa merasakan tubuh Jani yang masih sedikit bergetar. Erlan memapah Jani dengan lembut namun baru saja selangkah tubuh Jani merosot jatuh ke lantai.
Rinjani pingsan—
Erlan panik, dirinya lngsung membawa Jani ke pangkuannya. Tanpa sadar dia berteriak memanggil Damar dan juga Gibran, entahlah saat ini yang ada dalam pikiran Erlan hanya memanggil kedua makhluk itu.
"Damar!!!!, Gibran!!!!!!!" Teriak Erlan panik.
Kini kepala Jani berada di atas pangkuan Erlan, tangan Erlan menepuk-nepuk pelan wajah Jani. Sungguh saat ini Erlan sangat panik melihat kondisi Jani.
Sedangkan di ruang tengah nampak Ezra yang sedang di obati lukanya, sedangkan Gibran dia duduk di samping Fita yang masih menangis, Damar dia ikut duduk bersama mereka namun hanya duduk diam dan tenang, susana di dalam berbanding terbalik dengan suasana di luar villa, di mana para anggota tidak tau sama sekali tentang apa yang terjadi di dalam. Dan dengan apa yang sedang para inti geng motor lakukan.
"Udah si Yang–kamu tenang jangan malah ikut nangis gini" Ucap Gibran menenangkan Fita.
"Gi–gi-gimana aku tenang, lihat Jani katak gitu Yang, kamu lihat kan gimana shock nya dia" Fita terus menangis dengan memeluk Gibran "Bahkan buat ngomong aja dia nggak bisa" Fita terus menangis di pelukan Gibran.
Sedangkan Ezra yang sedang di obati lukanya oleh Giselle hanya terdiam, namun wajahnya nampak menunjukkan rasa bersalah yang sangat.
"Kenapa lo lakuin ini semua sama Rinjani Ezra?!" Ucap Fita dengan suara yang tertahan.
"Lo bilang lo sayang, cinta sama dia" Fita menatap Ezra jengkel "Tapi apa yang lo lakuin? Ini yang lo bilang sayang? ini yang lo bilang cinta?" Fita nampak sangat kesal pada Ezra.
"Maaf–gue cuma.... " Belum sempat Ezra ngomong suara Erlan terdengar oleh mereka.
"Lo denger itu?" Damar beradu tatap dengan Gibran.
"Iya, gue denger" Jawab Gibran menatap Damar.
Entah apa yang mereka berdua pikiran, namun sedetik kemudian mereka berdua berlari menuju kamar di mana Erlan memanggil mereka, bahkan Gibran sampai meninggalkan Fita, tak mau ketinggalan Ezra juga ikut berlari bersama dua makhluk yang sedang di teriakan namanya oleh Erlan. Merasa penasaran Fita ikut mengekor di belakang ketiga Cowok-cowok yang sudah berlari lebih dulu, begitu juga dengan Giselle yang sedang memegang kapas.
Sesampainya di kamar Gibran dan juga Damar begitu terkejut melihat Jani yang tidak sadarkan diri berada di lantai dengan kepala ber bantal paha Erlan.
"Kenapa bisa gini bang?!" Ucap Gibran panik.
Dirinya langsung bersimpuh di samping tubuh Jani, sedangkan Damar dia yang lebih tenang dari yang lainnya langsung menelepon ambulans. Fita dan Giselle yang baru masuk juga ikut mendekat pada Jani, sedangkan Ezra dia hanya mematung di ambang pintu dengan rasa bersalah yang sangat besar pada Jani.
Erlan yang panik hanya bisa diam dengan wajah yang tertunduk saat Jani mulai di angkat oleh Gibran dan Damar ke atas kasur.Dirinya terlalu takut melihat Rinjani yang tiba-tiba saja jatuh pingsan di hadapannya.
━━━━━━♡♥♡━━━━━━
»»————> 𝐾𝑒𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑅𝑜𝑠𝑎𝑙𝑖𝑛𝑒<————««
"Kalau kamu masih keras kepala kayak gini, aku bakal buat hidup kamu semakin sengsara Rosa" Ucap Ammar dengan tangan yang mencengkeram bahu Rosaline kuat.
"Seharusnya kamu malu Ammar, Kamu hanya bisa menghabiskan hartaku, dan kali ini kamu juga mau ambil Satu-satunya tempat untuk tinggal Anak-anak kamu"
"Alah..... lagipula selama ini juga kalian masih bisa hidup nyaman" Ammar semakin mencengkram bahu Rosaline kuat "Jangan kira aku tidak tau, kalau selama ini Andy membantu kehidupan kalian" Ammar menghempas tubuh Rosaline ke atas sofa.
Rosaline terkekeh dengan mata yang terus menatap sofa, rasanya di sudah muak dengan sikap suaminya ini.Rosaline bangun dan berdiri di depan Ammar dengan tanpa rasa takut, matanya menyorot tajam pada sosok lelaki yang sangat tidak tau malu ini.
"Kamu mau surat tanah rumah ini? kalau memang kamu sangat menginginkan surat rumah ini, ceraikan aku" Tantang Rosaline dengan wajah memerah.
Ammar mendecih dengan wajah yang di buang ke samping, bercerai? itu hal yang mudah bagi Ammar, tapi membuang Rosaline sungguh Ammar tidak bisa, karena bagi Ammar, Rosaline seperti mesin uangnya. Tinggal Ammar gertak maka pundi-pundi uang akan dia dapatkan, persetan dari mana Rosaline mendapatkan uang itu. Bahkan jika Rosaline harus menjual diri sekalipun Ammar tidak peduli, bagi Ammar yang penting adalah uang, uang dan uang. Agar dia bisa bersenang-senang dengan wanita simpanannya.
"Jangan mimpi kamu" Ammar mendorong tubuh Rosaline hingga membentur dinding.
Ammar kembali menarik tubuh Rosaline dan menyeretnya menuju kamar, Rosaline memberontak mencoba melepaskan dirinya dari Ammar namun–tubuh Rosaline yang kecil membuat Rosaline harus pasrah di tarik kasar oleh Ammar.
"Liliy–dengerin kakak" Lisa memegang kedua bahu Liliy dan menatap serius pada Liliy "Sekarang Liliy duduk anteng di kasur, nanti pas kakak di luar Liliy jangan buka pintunya, sampai kakak yang masuk, oke"
Liliy hanya mengangguk, dirinya mendengar kedua orang tuanya yang bicara keras, namun Liliy belum paham tentang pertengkaran kedua orang tuanya. Lisa membantu Liliy naik ke atas kasur, dan memberikan ponsel miliknya pada Liliy, Lisa memutar Vidio Tom and Jerry film kartun kesukaan Liliy.
"Liliy nonton ini aja, jangan keluar ya" Ucap Lisa mengingatkan Liliy.
Liliy mengangguk dengan ponsel yang sudah berada di tangannya, Lisa berjalan mendekati pintu, sebelum dia membuka pintunya Lisa menarik nafas dalam dan menghembuskan kasar. Biasanya saat seperti ini kakaknya Rinjani yang akan menjadi pelindung untuk mereka saat ayah mereka datang ke rumah, tapi kali ini kakaknya sedang pergi tentu sebagai anak kedua dan sudah besar Lisa harus bisa menggantikan Rinjani jika terjadi hal seperti ini.
Lisa membuka pintu, dan melihat bagaimana Ammar menarik tubuh Rosaline kasar, dengan wajah marah Lisa menghampiri Ammar dan menarik tangan Ammar.
"Lepasin ibu!!!! Ayah ngapain terus minta surat tanah sih yah? Apa belum cukup ayah udah buat kami sengsara?" Ucap Lisa yang kini berdiri di hadapan ayahnya.
Lisa kini harus bisa menjadi tembok penghalang bagi Ammar agar tidak bisa menyakiti Rosaline.
"Kamu tau apa? sudah minggir jangan sok jadi pahlawan kayak kakak kamu" Ammar mendorong Lisa ke samping.
Namun–Lisa langsung menarik kuat baju Ammar hingga tubuh Ammar termundur.
"Anak sialan!! Nggak kakaknya nggak adiknya sama saja" Ammar mengangkat tangannya dan siap menampar wajah Lisa.
Beruntung Rosaline yang ada di belakang Lisa langsung menarik tubuh Lisa hingga yang terkena tamparan tangan Ammar adalah Rosaline.
PPPLLLAAAKKKK!!!!!!!!
Suara tangan Ammar yang beradu dengan pipi Rosaline begitu nyaring terdengar, wajah Rosaline tertoleh ke samping dengan bibir yang pecah, Lisa terdiam melihat apa yang dilakukan oleh ayahnya. Ammar terkekeh dan menarik kasar rambut Rosaline Ammar menarik tubuh Rosaline masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuh Rosaline hingga Rosaline jatuh tersungkur ke lantai, dahinya membentur ujung ranjang hingga sedikit membiru.
"Sekarang katakan di mana kamu simpan surat tanah itu" Ucap Ammar dengan tangan berkecak pinggang
Lisa takut dan bingung hingga dirinya keluar rumah berusaha mencari bantuan. Namun..... sial–tak ada satupun orang lewat, bahkan rumah mbak Arum tetangga yang biasa menolong mereka juga gelap, dari kemarin mbak Arum mudik ke Jember. Lisa semakin bingung hingga mata Lisa melihat sorot lampu dari kejauhan, dengan modal nekat Lisa memberhentikan motor yang sedang melakukan. Untung motor itu melaju dengan kecepatan rendah.
Lisa merentangkan tangannya di tengah jalan, hingga decitan roda motor dan aspal terdengar memekakkan telinga, tentu si pengemudi langsung menarik rem Dalam-dalam agar tidak sampai menabrak Lisa.
"Eh..... Lo gila ya!!!! Kalau mau bundir jangan tabrakan diri lo ke motor gue" Ucap si pengemudi dengan marah "Gue nggak mau berurusan sama polisi" Imbuh si pengemudi kesal.
Lisa tak peduli dengan ucapan pengemudi motor itu, Lisa berjalan ke sisi motor dan menarik lengan si pemotor tadi.
"Please tolongin gue" Ucap Lisa dengan suara bergetar bahkan matanya terus meneteskan air mata.
Si pemotor yng tadinya Marah-marah, kini berubah membatu bahkan dirinya tidak lagi mengeluarkan Kata-katanya. Entah dorongan dari mana Pemotor itu turun dari motornya dan melepaskan helm yang dia pakai.
"Tolongin gue pleaseee" Lisa terus memohon dengan tangannya yang menarik lengan pemotor itu.
Mata pemotor yang ternyata adalah laki-laki melihat tangan Lisa yang bergetar, namun sedetik kemudian mata pria itu beralih pada wajah Lisa yang panik dan juga takut.
"Apa?" Ucap Pria itu pada Lisa.
"Tolong usir laki-laki yang ada di rumah gue"
Pria itu sedikit bingung dengan menyipitkan matanya, namun Lisa tak peduli dia menarik tangan pria itu masuk ke dalam rumahnya, persetan dengan motor pria itu yang di tinggal di jalan, yang penting saat ini ayahnya harus bisa pergi dari rumahnya.
"Dia di kamar, tolong" Ucap Lisa saat sudah sampai ke dalam rumah.
Pria masuk ke dalam kamar, pria itu pikir jika dia sedang di lecehkan oleh pria mesum. Namun saat dia masuk kamar nampak seroang wanita yang sedang di jambak rambutnya. Pria itu terdiam sejenak, dengan mata merah dan wajah kesal pria itu menarik baju Ammar dan langsung memberikan pukulan telak di rahangnya. Pukulan dari pria itu membuat Ammar tersungkur dan jatuh ke lantai, tak menunggu lama pria itu terus menghajar wajah Ammar hingga Wajah Ammar bank belur, tau jika dirinya dalam bahaya Ammar berlari dan langsung pergi meninggalkan rumah Rosaline saat Ammar memiliki kesempatan.
Melihat Ammar yang yaudah pergi Lisa membantu Rosaline bediri dan mmembawa Rosaline duduk di sofa, Lisa juga mengambilkan minum dan membantu Rosaline minum.
sedangkan pria pemotor tadi masih berdiri melihat Lisa dan juga Rosaline. Setelah memastikan ibunya tenang, Lisa keluar dengan menarik tangan pria pemotor tadi.
"Terima kasih udah nolongin gue" Ucap Lisa dengan suara lirih.
"Tadi itu.... " Pria itu menjeda kalimatnya.
"Bokap gue"
Pria itu mengangguk, kini rasa canggung menerpa mereka saat tidak ada lagi obrolan.
"Sekali lagi gue ucapin Terima kasih, kalau tadi lo nggak nolongin gue, mungkin bokap gue masih di sini"
"Iya" Pria itu mengulurkan tangannya "Gue Nidal" Ucap pria itu menatap wajah Lisa.
"Gue Lisa" Ucap Lisa menjabat tangan Nidal.
Nidal tersenyum menyambut tangan Lisa, matanya tak lepas menatap wajah ayu Lisa yang mana wajah Lisa mengingatkan dirinya pada sosok gadis yang dia lihat di halte dan menangis di tengah tawuran.
'Siapa lo sebenarnya sih? kenapa lo bisa ambil alih hati gue' Nidal membatin mengingat sosok Rinjani.