Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAK ADA KABAR
Rutinitas wanita kantoran sekarang mulai melekat pada Ayuna, dibanding saat awal masuk kantor yang banyak ngomel, kini mulai terbiasa dan tidak mudah mengeluh. Tugas dan deadline dari kantor, mengisi jurnal PKL, serta presentasi sudah menjadi makanan tiap hari. Bersama para tim, Ayuna mulai merasa nyaman apalagi berasa 4 orang yang dianggap sebagai teman perjuangan lomba.
Jualan online pun semakin menunjukkan progres luar biasa, daripada tak jalan Ayuna memperkerjakan adik kosnya, Tya. Awalnya adik kos Ayuna tersebut menjadi reseller, ia beberapa kali melihat Ayuna restock barang, karena membaca peluang ia pun memberanikan diri untuk join reseller.
Transaksi mereka layaknya jual beli biasa hingga Ayuna merasa keteteran, tabungan konten promosi sudah limit, ia pun meminta Tya untuk menjadi pegawai di toko mini Ayuna. Tugas Tya awalnya membungkus paket saja, berlanjut tawaran memegang media sosial skincare Ayuna. Emang dasaran dia centil dan cerewet, konten Ayuna saat dipegang Tya lebih rame lagi. Tipsnya karena konten Tya diiringi cerita pengalaman menggunakan skincare, sehingga audiens mungkin lebih percaya.
Sekarang, Ayuna cuma bertugas mengecek barang, menyesuaikan barang keluar dengan jumlah transaksi masuk. Meski Tya bisa dipercaya tetap saja Ayuna memasang CCTV kecil di atas cermin riasnya, berbentuk seperti gantungan kunci panda. Syukur Alhamdulillah, Tya sangat bisa dipercaya.
Rajendra, ah Ayuna sampai lupa dengan sang kekasih. Hampir dua hari chat Ayuna hanya centang 1 dan tidak dibales pastinya, begitu juga panggilan telepon dan video tak ada respon sama sekali. Ayuna juga sempat chat mama Rajendra, sekedar tanya kabar karena beliau sekarang tinggal di Malaysia untuk pengobatan sang suami.
"Apa mungkin dia ke Malaysia ya?" gumam Ayuna di tengah-tengah sibuknya jam kantor. Kebetulan juga Ibram duduk di samping Ayuna hanya saja gadis itu tak menyadari kehadiran bos ganteng itu, maklum tak ada jadwal meeting dan laporan bisa dihandle Akmal dan Uci, ia menyempatkan hadir dalam pemantapan draf proposal yang sudah berprogres 60%. Cukup lambat sebenarnya untuk waktu dua minggu dengan progres itu, tapi Ibram tidak mempermasalahkan. Ia hanya mau draft proposal saat diajukan untuk perizinan maupun kepada investor, proposal tersebut fix dan mudah di ACC, sehingga kemungkinan halangan atau celah kekurangan ditemukan saat ini.
"Kerja, Ay. Jangan pacaran terus," tegur Ibram tiba-tiba. Ayuna spontan menoleh, kaget juga sejak kapan Bu Uci berubah menjadi Pak Ibram.
"Ya Allah, Pak. Kaget saya. Iya, Pak, maaf!" ucap Ayuna merutuki kebodohannya, terlalu sering melihat layar ponsel hingga tak sadar ada Ibram. Ia pun fokus pada diskusi, Mimi bagian keuangan. Tim yang paling lama diskusinya, sudah memakan waktu 2 minggu tapi tiap hari selalu update perubahan. Kali ini soal penggajian pegawai nantinya. Mulai dari biaya perekrutan sampai pesangon. Ibram minta harus dituangkan dengan detail.
"Kamu lagi ada masalah sama pacar kamu?" tanya Ibram tiba-tiba. Ayuna menoleh dong, masih setengah sadar mungkin, tiba-tiba Pak bos bahas ranah pribadi. Ibram menatap Ayuna yang bengong, lucu sekali.
"Jawab!" ucap Ibram sembari menepuk kepala Ayuna dengan pena, tak sakit, toh agar Ayuna segera sadar.
"Ehem, enggak, Pak!" jawabnya ragu. Ibram hanya tersenyum, kemudian berdiri dan membawa berkas proyek, mungkin hendak keluar ruangan.
"Kalau mau sukses, hilangkan urusan pacar dari hidupmu!" nasehat Pak Ibram yang membuat Ayuna melongo.
Gadis itu menatap bos ganteng penuh dengan tanda tanya, "Bos kesambet apa ya, sampai peduliin hidup gue?" gumamnya. Ia hanya menggelengkan kepala, fokus pada kerjaan meski teguran halus bos ganteng tadi sudah memenuhi otaknya.
"Tadi Pak Ibram bilang apa emang, Ay?" tanya Mimi penasaran, ternyata interaksi mereka berdua direkam oleh Mimi. Ya wajar, Mimi sedang presentasi di depan jadi posisinya bisa menjangkau aktivitas tim secara menyeluruh.
"Mbak, pak bos aneh tau, ya salahku juga sih berkali-kali lihat ponsel sampai gak sadar beliau duduk di sampingku. Baru kali ini aku dengar pak bos memberi nasehat untuk ranah pribadi." Kemudian Ayuna menirukan nasehat Pak Ibram, Mimi mengamati saja ekspresi Ayuna, kalau dia cerita emang ngegemesin. Kadang matanya melotot, bibirnya dimonyong-moyongin, pantas saja Bu Uci dan Pak Akmal suka mengobrol dengannya. Agak aneh sih, usianya sudah menginjak 20 tahun tapi kelihatan banget masih bocil. Perasaan, Mimi di usia 20 tahun sudah belajar bersikap layaknya perempuan dewasa.
"Mungkin beliau menganggap kamu adiknya, makanya dinasehati!" ujar Arya ikutan nibrung.
"Adik ketemu gede, lagu lama, Ar! Bilang aja Pak Ibram naksir Ayuna tapi gak mau kelihatan sama kita-kita," sambung Jonathan. Ayuna hanya melirik sinis pada Jonathan, kok bisa menyimpulkan hal seperti itu.
"Kenapa, Ay. Gue salah?" tanya Jonathan. Ayuna mengangguk.
"Kalau suka kayaknya gak mungkin lah, Kak Jo! Dia kayaknya gak suka sama perempuan!"
Arya, Jonathan, dan Mimi kompak tersedak setelah mendengar pengakuan bocil satu ini, pakai analisis apa sih. "Maksud kamu beliau belok?" todong Arya.
"Enggak, maksud aku kayaknya Pak Ibram gak suka perempuan seperti aku kok. Wajahnya datar terus."
"Emang dari sananya bocil," Mimi pun mencubit pipi Ayuna, terlalu menggemaskan. Entahlah, mungkin karena dia yang paling muda, dan sering diperlakukan spesial oleh mereka, membuat Ayuna merasa sangat nyaman. Kalau dia capek dan mulai mengomel, Mimi langsung menyodorkan camilan. Jonathan kalau bikin kopi, juga membuatkan Ayuna susu. Beneran mereka sebaik itu. Hingga Ayuna lupa kabar Rajendra seperti apa.
"Pulang naik apa, Ay?" tanya Arya saat di ruangan tinggal ada Ayuna dan dirinya saja. Teman seperjuangan lain sudah kabur duluan menyambut jumat sore dan weekend.
"Motor, Kak. Kayak biasanya!"
Arya mengangguk dan pamit pulang duluan. Ayuna sengaja tak pulang terlebih dulu, ia mau menghubungi Rajendra sekali lagi. Siapa tahu diangkat, dan kalaupun bertemu ia langsung OTW tanpa balik ke kos terlebih dulu.
10 menit berjalan, chat Ayuna kesekian kali masih centang satu. Dia mencoba telepon, namun responnya masih sama, tak diangkat.
Ayuna hanya mengetukkan jari di atas meja, sembari menatap layar ponsel dan berpikir ada apa dengan Rajendra ini. Sejak menghandle kantor papanya, dunia mereka sangat berbeda. Rajendra yang biasa harus kasih kabar, mendadak hilang. Ponselnya sering mati. Kadang kalau sudah on, jawab chat yang sudah usang.
Begitupun saat video call, wajahnya kusut, dan selalu mengeluh capek, tidak sesuai dengan bidangnya. Wajar juga, selama ini ia tidak pernah terjun urusan bisnis sang papa, tiba-tiba diminta menghandle saja. Dunia Rajendra berada di kedokteran, meski sering mengeluh, Rajendra selalu siaga urusan kuliahnya.
"Halo?" tanya Ayuna fast respon saat Rajendra menghubunginya.