dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
018. Jebakan Jodoh
"Nanti malam mau nongkrong nggak?" Fandi menoleh kesamping dimana Diandra tengah melepas seat belt.
Fandi memutuskan untuk mengantar Diandra pulang setelah selesai makan. Tadinya lelaki itu ingin mengajak Diandra jalan lagi, tapi Diandra menolak dengan alasan mengantuk. Maka Fandi memutar otak agar tetap bisa jalan dengan wanita itu. Terlintas dipikirkan untuk mengajak Diandra nongkrong bersama yang lain, walaupun tidak jalan berdua setidaknya mereka tetap pergi 'kan.
"Kemana?" Diandra menoleh pada Fandi yang tengah menatapnya penuh harap.
"Diskusiin dulu sama temen kamu, nanti aku ajak yang lain juga. Bebas mau kemana." Fandi menggenggam setir dengan erat, dirinya sangat berharap Diandra mau.
"Emang kamu nggak sibuk?" Diandra kembali memberi pertanyaan membuat Fandi sedikit patah semangat.
"Enggak, laporan masuk udah ditangganin sama tim lain. Mau ya." Fandi menatap Diandra melas berharap wanita itu mengatakan 'iya'.
"Boleh, nanti aku kabarin." Diandra berkata singkat lalu turun dari dalam mobil.
Jawaban Diandra membuat Fandi tersenyum senang, lelaki itu sedikit memukul setir mobil guna menyalurkan rasa bahagianya. Setelah bisa sedikit menguasai perasaan membuncahnya, Fandi ikut turun dan membantu Diandra mengeluarkan belanjaannya. Dirinya juga menawarkan untuk membawakan belanjaan-belanjaan Diandra keatas, dan kembali diperbolehkan oleh wanita itu.
Fandi rasanya ingin melompat saking senangnya. Sebuah kemajuan yang luar biasa, Diandra tidak lagi menolak bantuannya. Fandi berharap ini awal yang baik bagi hubungan keduanya. Diandra sendiri juga mau membuka sedikit kesempatan lagi bagi Fandi. Diandra ingin melihat sejauh mana effort yang akan Fandi berikan.
Saat Diandra akan membuka pagar dalam yang langsung terhubung kedalam kosan, sepasang mata menatap penuh tanya kearah Diandra dan Fandi. Sisilia yang ingin pergi ke dapur untuk memasak menghentikan langkahnya ketika mata sipitnya menangkap Diandra yang tengah membuka gembok pagar lalu mempersilahkan Fandi untuk masuk ke area kos. Dikedua tangan Fandi terdapat masing-masing dua kantong besar yang Sisilia tidak tahu apa isinya. Sisilia menunggu dengan sabar didepan pintu kamar sembari bersedekap.
"Weh, weh. Apa nih?" Sisilia menghadang jalan Diandra dan Fandi.
"Kepo lu." Diandra mendorong kening Sisilia dengan telunjuknya, sehingga wanita itu sedikit terhuyung dan secara alami memberi jalan bagi Diandra dan Fandi.
Sisilia menyipitkan matanya yang memang sudah sipit, melihat gerak-gerik Fandi dan Diandra yang terlihat seperti pasangan mesum yang sudah kena grebek warga.
"Peraturan pertama." Sisilia mengacungkan jari telunjuknya keatas ketika melihat Diandra membuka kunci kamarnya. "Dilarang..."
"Gue tau!" Diandra berbalik dan menatap tajam sahabatnya itu.
Diandra lalu membuka pintu kamar dan menyuruh Fandi menyimpan belanjaannya didepan pintu saja, lalu tak lupa mengucapkan terimakasih. Fandi hanya mengangguk saja. Mulutnya terasa kaku karena mendapat tatapan intimidasi dari Sisilia. Saat berhadapan dengan penjahat kelas kakap sekalipun sama sekali tidak membuat nyali Fandi menciut, namun kali ini berbeda, berhadapan dengan salah satu sahabat Diandra saat sedang sendirian membuat dirinya mendadak seperti penjahat yang sedang di interogasi. Nyalinya menciut, auranya polisinya seperti terjun bebas dari lantai dua menuju tanah.
Konon katanya, jika persahabatan perempuan tidak merestui hubungan salah satu sahabat mereka maka hubungan itu tidak akan langgeng. Fandi harus mendapatkan restu dari semua sahabat Diandra tanpa terkecuali agar hubungannya nanti bisa berjalan dengan lancar, hingga ke jenjang pernikahan. Itulah harapan terbesar Fandi saat ini.
"Aku pulang dulu ya. Nanti kabarin." Fandi berkata pelan hampir berbisik membuat Diandra mengerutkan keningnya.
"Oke. Aku nggak antar ke bawah nggak apa-apa kan?" Diandra bertanya memastikan, dirinya kembali menguji Fandi.
"Iya, kamu liatin aku dari sini aja. Jangan turun lagi. Aku pergi ya." Fandi berpamitan pada Diandra.
Setelah Diandra mengangguk, Fandi berjalan kearah tangga yang otomatis melewati Sisilia yang masih memberikan tatapan mata setajam silet. Ingin menegur tapi mulut Fandi seperti diberi lem, lelaki itu memutuskan untuk menundukkan sedikit kepalanya saja lalu tersenyum pada Sisilia.
"Ati-ati. Tangganya licin." Sisilia berkata dengan nada bisa, namun ditelinga Fandi seperti sebuah perintah.
Setelah berhasil menuruni tangga dengan pelan, Fandi akhirnya sampai di bawah. Lelaki itu lalu menghembus napas pelan, dirinya lega bisa turun dengan selamat pasalnya selama turun Fandi bisa merasakan tatapan Sisilia masih mengikuti setiap langkah kakinya, bahkan punggung Fandi rasanya bolong karena terkena tatapan laser Sisilia. Fandi kemudian berjalan dengan sedikit tergesa agar segera sampai di mobil kesayangannya.
"Akhirnya." Fandi menghembuskan napas panjang.
Lelaki itu sudah berhasil masuk kedalam mobil, Sisilia tidak lagi menatap tajam setiap langkahnya ketika sudah menutup gerbang dalam. Sepertinya wanita itu dibawa Diandra masuk ke kamarnya. Dalam hati Fandi berpikir kenapa juga tadi dirinya takut pada Sisilia, Diandra bukanlah tahanan yang dirinya bawa kabur 'kan. Entah lah intinya Fandi sekarang merasa lega bukan
Fandi lalu menghidupkan mobil dan mulai meninggalkan area kos Diandra. Dirinya harus kembali ke kantor untuk memberikan laporan pada komandannya, agar nanti bisa nongkrong dengan Diandra. Mengingat kata 'nongkrong dengan Diandra' membuat Fandi tanpa sadar mengembangkan senyumnya dengan sempurna. Jika tidak sedang didalam mobil, mungkin Fandi akan disangka gila oleh orang-orang.
Sedangkan di dapur, Sisilia menginterogasi Diandra habis-habisan. Pertanyaan dari mana, bagaimana bisa bertemu, dan kemana saja, terus-menerus Sisilia lontarkan tanpa henti. Diandra sendiri sedikit jengah dengan pertanyaan memutar yang Sisilia berikan. Hingga dirinya melempar sebuah apel pada Sisilia, barulah wanita itu diam.
"Lu kalo laper emang bawel." Diandra bersedekap disamping kulkas, dirinya baru saja menyimpan bahan makanan yang sekiranya aman disimpan di kulkas bersama ini, sisanya akan Diandra simpan di kulkas kamar.
Sisilia sendiri tidak menanggapi, mulutnya dengan semangat mengunyah buah apel yang sahabatnya berikan. Sebenarnya tadi Sisilia sudah makan, Randu memesankannya makanan lewat aplikasi. Namun wanita itu masih merasa lapar karena sejak pagi hanya makan roti dan belum makan apa-apa lagi.
"Kayaknya udah ada kemajuan ni hubungan ku berdua." Sisilia memberikan pertanyaan sesudah menghabiskan apel dalam 5 kali gigitan rakus.
"Salah nggak kalo gue kasi kesempatan sama dia?" Diandra meminta saran pada sahabatnya.
"Enggak. Enggak sama sekali." Sisilia menggeleng. "Lu berhak buka hati sama dia lagi, dia juga berhak buat buktiin ketulusannya kali ini." Sisilia meyakinkan sahabatnya.
"Ketulusan?"
"Iya. Lu nggak sadar apa sama tatapan Fandi sama lu?" Sisilia menaikkan alisnya menunggu jawaban Diandra.
"Emang tatapannya kenapa?" Diandra bertanya heran, tatapan Fandi terlihat biasa-biasa saja baginya.
"Tatapan Fandi pas liat lu itu kayak lagi liat semestanya. Paham nggak lu maksud gue?"
"Nggak mungkin, lu salah liat kali." Diandra tak percaya dengan ucapan Sisilia.
"Lu pernah liat cara Jerry natap Githa?"
"Pernah."
"Nah, kayak gitu."