NovelToon NovelToon
IKATAN SUCI YANG TERNODA

IKATAN SUCI YANG TERNODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Mengubah Takdir / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga / Romansa pedesaan
Popularitas:157.3k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.

Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.

Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.

Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Isyt : 17

Wulandari sengaja menunggu di dekat lokasi pembuangan sampah, dia datang seorang diri. Putranya dititipkan ke salah satu saudaranya, begitu melihat Septian, Ambar dari kejauhan – cepat-cepat dirinya bersembunyi dibalik bangunan rusak, tinggal temboknya saja.

Sahabatnya Sriana itu menatap pilu kedua anak kecil yang seharusnya masih menikmati masa tumbuh kembang dengan pendampingan, perhatian, bukan malah dibiarkan berkeliaran di area pembuangan sampah demi mengais uang recehan.

Sesudah mengirim video singkat, Wulan tak lantas pulang kerumah, tapi berjalan ke tempat pengepul barang rosokan, menunggu disana.

Setengah jam kemudian, dia melihat Septian yang memanggul karung besar berisi hasil kerja kerasnya memulung.

Sedangkan Ambar Ratih, menggendong tas sang kakak dan punyanya.

Kedua anak kecil itu melakukan transaksi jual barang bekas, wajah coklat gelap berkeringat terbakar sinar matahari terlihat sumringah saat menerima lembaran uang lusuh.

"Ayo kita beli pensil warna mu, Dek.” Septian mengambil alih tas yang digendong Ambar.

Gadis kecil berambut panjang sepunggung, kuncir satu asal-asalan itu mengangguk antusias. Mereka berjalan menyusuri jalanan berdebu bagian tepi tidak di aspal.

Ketika tiba di warung sembako yang juga menjual alat tulis, Septian langsung mengatakan keinginannya.

Ambar memeluk erat pensil warna berharga belasan ribu, bibir kering pecah-pecah terus menyunggingkan senyum senang. Matanya berbinar cerah, keinginan ikut lomba menggambar dan mewarnai bukan sebatas angan, tapi sudah didepan mata.

Sepasang anak tegar, sabar, bergandengan tangan kembali berjalan menuju hunian mereka.

Tugas Wulan pun selesai, dia mengambil rute lain agar tidak berpapasan dengan Sepatin. Semua video telah dikirim ke nomor Sriana.

***

"Mas, gerimis!” Ambar memekik, dia mulai ketakutan, seperti memiliki trauma.

Septian yang paham kecemasan sang adik langsung menitahkan. “Kamu jalannya pelan-pelan saja ya, ndak usah buru-buru. Biar Mas yang berlari ke rumah memeriksa ada jemuran baju tidak.”

Sebenarnya dia lelah, tapi terpaksa kuat demi melindungi diri sendiri dan juga Ambar Ratih. Septian mengambil alih tas adiknya yang isinya sudah dibungkus kresek, lalu berlari kencang pulang kerumah masih berjarak satu kilometer lagi.

Belakangan ini, cuaca sulit diprediksi. Tak ada mendung, tiba-tiba hujan panas.

Ambar tidak mengindahkan perintah kakaknya, dia juga ikut lari, walaupun tidak sekencang Septian. “Ya Allah, hujannya jangan deras dulu. Aku dan mas Tian belum sampai rumah, tolong ditunda dulu air turun dari langit nya ya Rabb.”

Belum juga sampai rumah, baru masuk ke dalam gang, hujan turun dengan derasnya, membuat seragam sekolah kedua anaknya Sriana mulai basah.

Saat sampai di halaman luas, seseorang sudah menunggu di pintu seraya menggenggam sebilah penggaris penjahit baju.

“Masuk sekarang! Kalian jalan kaki atau merangkak, kenapa jam segini baru sampai rumah?!” Dwita menggeram, wajahnya garang. Dia tadi ketiduran, pas hujan belum deras sebenarnya sudah bangun. Saat mendapati kedua keponakannya belum pulang sekolah, dirinya jadi memiliki alasan untuk menghukum, dan membiarkan saja pakaian dijemuran basah.

Septian langsung pasang badan, disembunyikan tubuh adiknya di belakang punggung kurusnya. Enggan menjawab pertanyaan sang tante.

Dwita menutup pintu rumah, agar apa yang akan dilakukannya tidak dilihat oleh orang lain. Seperti inilah gayanya bila tengah menghukum kedua keponakannya.

“Kalian lihat jemuran diluar sana?!” Tunjuknya menggunakan penggaris papan. “Semuanya basah, ndak ada satupun pakaian yang dapat diselamatkan. Tugas siapa itu?”

“Tugasku,” jawab Septian, dia menunduk.

“Jadi paham kan peraturannya bila lalai melaksanakan tugas?” Penggaris papan dipukul-pukul pelan ke telapak tangannya.

Lengan basah itu terulur panjang, rautnya tetap tenang, seperti tidak takut apapun. Dia sudah terbiasa dihukum atas kesalahan sepele, terkadang tanpa adanya kejelasan, tergantung suasana hati penghuni rumah ini.

Plak!

Plak!

Renyahnya suara pukulan itu disambut isak tangis Ambar yang menempelkan wajah pada seragam bau keringat kakaknya.

Septian tetap berdiri kokoh, tidak menangis meskipun lengannya sudah memerah dan terasa perih.

Dwita memakai tenaga memukul sang keponakan, melampiaskan amarah tentang jajanan yang kapan hari dimakan oleh Septian serta Ambar Ratih.

Setelah lima kali pukulan, Dwita menampar kepala Septian seraya berseru lantang. “Cuci piring di belakang sana! Lalu sikat kamar mandi sampai bersih baru kalian boleh makan!” Dia melangkah masuk ke dalam kamar, menutup pintu dengan kencang.

“Mas,” bibir Ambar bergetar, dia maju kedepan memeluk erat badan abangnya.

“Ndak apa-apa, ndak sakit kok. Yang penting kamu bisa ikut lomba, katanya mau buat Bunda bangga ‘kan?” Ia belai rambut basah adiknya. Kepalanya mendongak agar air matanya tidak tumpah. Dirinya pun tidak peduli pada penghuni rumah lainnya yang tidak tampak batang hidungnya.

Ambar mengangguk, selalu saja ada yang dikorbankan teruntuk keinginan sederhana. “Aku capek, Mas. Pengen nyusul Bunda saja, biar ndak dipukul, dicubit, disentil lagi. Terus, biar kita ndak kelaparan lagi … hiks hiks hiks.”

Hustt.

Septian membekap mulut adiknya, jangan sampai suara tangis Ambar kedengaran sang tante, bisa dicubit nanti. “Sekarang kamu mandi ya, biar ndak masuk angin. Mas mau cuci piring dulu.”

“Ndak mau, aku mau bantu Mas Tian. Ayo kita kerjakan bareng-bareng, biar cepat selesai.” Diusapnya jejak air mata, dia mendongak memberikan senyum nelangsa.

Sepasang anak kecil dalam keadaan pakaian basah bergegas ke dapur. Septian melarang Ambar membantu mencuci piring – takut memecahkan benda kaca itu, berakhir bokongnya dipukul tangkai sapu.

Ambar pun mengerti, dia mengambil bangku plastik pendek, tidak ketinggalan ember, lalu membuka pintu samping.

Tinggi badan belum seberapa, tangan kurus, tengah berusaha mengangkat barisan kain basah di jemuran. Kakinya nyaris terpeleset saat lupa kalau dia sedang berdiri diatas bangku.

Septian datang membantu, dia junjung ember yang bawahnya kotor terkena tanah basah.

Di dalam kamar mandi, Ambar dan Septian memeras pakaian tadi, lalu mereka bekerja sama menyikat kamar mandi.

Kening Septian mengernyit, perutnya terasa perih dikarenakan lapar. Tadi pagi, jatah sekeping roti tawar miliknya diberikan ke Ambar. Adiknya tidak kenyang kalau cuma makan sepotong roti tanpa susu, maupun teh hangat. Sedangkan mereka tidak diberi uang saku, cuma membawa bekal minum di botol bekas air mineral.

Hampir satu jam kemudian, putra dan putrinya Sriana sudah selesai mengerjakan tugas orang dewasa. Mereka juga telah mandi, dan bersiap untuk makan siang menjelang sore hari.

"Yah, tinggal kuahnya saja," Ambar Ratih terlihat kecewa, lagi dan lagi, selalu makanan sisa yang boleh dia makan. Sama halnya seperti hari ini – nasi putih, kuah kari, ada kentang tiga potong.

"Ya sudah ndak apa-apa. Kita tetap harus bersyukur, diluar sana masih banyak yang ndak bisa makan nasi." Septian menyendok nasi, menuang kuah kental bersantan di atasnya, lalu mengambil dua potong kentang berukuran kecil, dia berikan ke adiknya. "Makan ya, siapa tahu suatu saat nanti – kita kebagian daging Ayam nya."

"Aamiin," ucap Ambar tidak bersemangat, dia sudah lelah, bosan menunggu hari indah itu tiba.

Dalam keheningan, Septian dan Ambar makan seadanya. Sesekali, tangan keriput dikarenakan terlalu lama terendam air itu mengusap pipi yang basah. Buliran bening jatuh diatas piring si bungsu, dia makan sambil menangis.

Tidak jauh berbeda nan jauh di negeri lain, Sriana menangisi buah hatinya. Dia tengah dikamar mandi, menonton video yang dikirim oleh Wulan.

"Ya Allah, Gusti. Awas kalian! Bakalan tak buat layaknya gembel!" itu janjinya.

***

Tiba waktunya Sriana hendak pergi berlibur.

Pagi-pagi sekali Triani mencoba mencari perkara. "Sebelum berangkat, masakan dulu bubur Bobo! Bersihkan rumah ini, jangan mau melenggang gitu aja. Kamu denger ndak sih, Sri?!"

.

.

Bersambung.

1
bunda fafa
ada ya seorang ibu mendukung putri nya jd pelakoorrr 😏
SasSya
semoga dalam lindungan Nya za kalian nok_leeee
semoga berhasil ambil Semua yg berharga,🤲🤲🤲
SasSya
baguuuuuusss
ada paparazi
lek Dimas?
bunda fafa
ibu macam apa ita ini??🤦🤦kok justru nyuruh anaknya minta dinikahin si mokondo yg notabene suami keponakan nya sendiri 🤦
SasSya
najoong!!!!🤮🤢


naaaaaa kaaannnn
sudah lama hubungan mereka
SasSya
2 keluarga bedeb** kranjingan tenan!!!
🤬🤬🤬🤬🤬

part Iki misuh troooosss kak cublikkkkk 😆😆😆
astagfirullah astagfirullah astagfirullah astagfirullah
mamaqe
waduh apapun itu moga anak soleh dan solehah dilindungi
SasSya
Mammi????
haduuuwww seketika ngakak
🤣🤣🤣🤣maaf zaaa✌️✌️✌️
Treek Treeekkkk
bunda fafa
gak bakalan..Sri sdh pintar..km yg akan jd kere dan gembel
SasSya
seolah 12 THN yg sia2 za Sri....
sekarang mulai menata dr awal
pelan tpi pasti keluar dari jeratan laki2 gak guna!
SasSya
di butakan apa kamu dulu Sri,
sampai mau nikah dgn laki2 mokondo?
apa ada campur tangan Ita mbokne Tri?
maya ummu ihsan
cuih.. cuih...💦💦
SasSya
13 hari tak tunggu
akan ada kegemparan apa?🤔
SasSya
joosss
bener kui Sri 👍👍👍
Anis Jmb
😭😭😭
SasSya
🤢🤢🤮🤮🤮🤮🤮
langsung muntah ke mukamu gooooonggggg
SasSya
conggor muu guungg
ngarang kentang 🥔

opo mau lewat hape
emange Trisundel, muaaaaaaakkkkk 🤢🤢🤢
SasSya
setta* tenan Koen Gung 🤬🤬🤬🤬🤬🤬
tensi meroket huasy* Kowe guuunggg!!!!

astagfirullah astagfirullah astagfirullah
SasSya
yg kerja siapa
yg ngitung gaji siapa!
SasSya
mengimbangi drama si laki busuk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!