Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Begitu pesawat mereka mendarat di Jeju Island, udara segar bercampur aroma laut langsung menyambut.
Langit cerah membentang, biru muda dengan awan putih yang seolah menari di atas kepala mereka.
Amira menarik napas dalam, menikmati hembusan angin yang lembut menyentuh wajahnya.
“Indah sekali" bisik Amira.
Sebastian menoleh ke arah istrinya sambil tersenyum tipis.
“Kamu belum lihat yang sebenarnya, Sayang. Ini baru awal.”
Perjalanan mereka menuju resort tepi pantai memakan waktu sekitar tiga puluh menit.
Mobil hitam yang dikemudikan sopir pribadi meluncur di antara jalanan berbatu yang dikelilingi taman bunga berwarna-warni.
Setibanya di depan Ocean Breeze Resort, Amira langsung terpesona.
Bangunan resort itu bergaya modern-minimalis dengan sentuhan kayu dan kaca besar yang memantulkan cahaya senja.
Dari kejauhan, terdengar suara ombak memecah karang dengan lembut.
Sebastian menurunkan koper, lalu menggandeng tangan Amira dengan lembut.
“Selamat datang di tempat bulan madu kita.”
Begitu pintu kamar terbuka, aroma lembut lavender dan kayu cendana langsung menguar.
Kamar itu luas, dengan jendela besar menghadap laut biru, dan tempat tidur berkanopi putih yang dipenuhi kelopak mawar.
Di balkon ada dua kursi rotan menghadap langsung ke hamparan samudra.
“Bas, ini terlalu indah. Kamu menyiapkan semua ini sendiri?”
Sebastian tersenyum dan meletakkan koper di sudut ruangan.
“Aku ingin tempat ini menjadi awal dari kehidupan baru kita. Tanpa bayangan masa lalu. Hanya kamu dan aku.”
Amira berjalan mendekati jendela, lalu membuka tirainya.
Cahaya matahari sore menyinari wajahnya, membuat kulitnya tampak bersinar.
“Rasanya seperti mimpi,” ucap Amira.
Sebastian mendekat dari belakang dan memeluk pinggangnya dengan lembut.
“Kalau ini mimpi, aku nggak mau bangun lagi.”
Amira tertawa kecil, lalu membalikkan badan, menatap suaminya dalam diam.
“Terima kasih ntuk semuanya, Bas. Untuk cinta, perlindungan, dan kesabaranmu.”
Sebastian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
"Sayang, apakah aku boleh meminta itu?" tanya Sebastian.
Amira mengernyitkan keningnya dan berpura-pura tidak tahu apa yang diinginkan oleh suaminya.
"Minta apa, Bas?"
Sebastian mengerucutkan bibirnya ke arah istrinya.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau,"
Sebastian melepaskan pelukannya dan meminta Amira lekas istirahat.
"Bas...." panggil Amira sambil melepaskan tali yang melilit di gaunnya.
Sebastian menoleh ke arah istrinya dan langsung tertawa kecil.
"Hehehe, aku sudah tidak tahan sayang"
Tanpa basa-basi lagi, Sebastian membopong tubuh istrinya dan membawanya ke dalam kamar mandi.
Di kamar mandi, Sebastian langsung melepaskan pakaiannya dan pakaian yang dikenakan oleh istrinya.
Ia mendekatkan bibirnya ke bibir istrinya dan memberikan ciuman khasnya.
Tubuh Amira langsung merespons sentuhan dan ciuman Sebastian.
Panas menjalari setiap sarafnya, seolah ada percikan api yang baru saja tersulut.
Amira membalas ciuman suaminya dengan penuh gairah, tangan mungilnya merambat ke leher Sebastian, menariknya mendekat, memperdalam tautan bibir mereka.
Aroma lavender dan kayu cendana dari kamar kini bercampur dengan wangi maskulin khas
Sebastian dan aroma tubuh Amira yang lembut.
Mereka berdua terhuyung pelan, bergerak tanpa sadar menuju pancuran air yang siap membasuh.
Jari-jari Sebastian membelai punggung Amira, turun perlahan menyentuh lekuk pinggangnya.
Sentuhannya lembut namun tegas, penuh dengan hasrat yang sudah lama tertahan.
“Aku mencintaimu, Mir,” bisik Sebastian di sela ciuman khasnya.
“Aku juga mencintaimu, Bas,” jawab Amira, napasnya memburu.
Air hangat dari pancuran mulai mengucur, membasahi tubuh mereka.
Sensasi air yang membelai kulit telanjang mereka terasa sangat intim dan membangkitkan.
Di bawah siraman air, ciuman mereka semakin dalam, semakin menuntut.
Sebastian mengangkat tubuh Amira, mendudukkannya di tepian bathtub marmer yang dingin.
Matanya menatap Amira, penuh puja dan gairahnya.
Tanpa perlu kata-kata, Amira mengerti apa yang diinginkan suaminya.
Ia membalas tatapan itu, memberikan izin tanpa suara.
Malam itu, di kamar mandi Ocean Breeze Resort terdengar suara desahan mereka berdua.
Sebastian dan Amira melakukannya dengan penuh cinta.
Ketika setelah hampir satu jam, mereka telah selesai.
Sebastian membopong Amira keluar, melilitkan handuk tebal yang hangat di tubuh istrinya.
Ia membaringkannya perlahan di ranjang berkanopi putih yang dipenuhi kelopak mawar.
“Maaf, aku tidak sabar,” ucap Sebastian, merapikan anak rambut yang menempel di dahi Amira.
Amira tersenyum tipis sambil memeluk tubuh suaminya.
“Tidak apa-apa, Tuan Sebastian. Aku juga sudah tidak sabar.”
Sebastian tertawa kecil dan mencium kening istrinya.
Ia berbaring di samping istrinya, memeluknya erat.
Di luar, suara ombak berirama lembut, seolah menjadi lagu pengantar tidur bagi sepasang pengantin baru itu.
Amira menyandarkan kepalanya di dada Sebastian, mendengarkan detak jantung suaminya yang masih berdetak cepat.
“Aku benar-benar bahagia, Bas,” bisiknya sebelum terlelap, suaranya tenggelam dalam pelukan hangat Sebastian.
Sebastian mengeratkan pelukannya, sambil menatap wajah istrinya yang akan tidur.
"Aku akan membahagiakanmu, Sayang. Selamanya," ucap Sebastian.
Keesokan paginya dimana matahari sudah bersinar terang.
Amira membuka matanya dan melihat suaminya yang masih tertidur pulas.
"Tampan sekali kamu, Bas." ucap Amira dengan tangannya yang bermain-main di hidung dan brewok tipis suaminya.
Sebastian tersenyum tipis saat mendengar perkataan dari istrinya.
"Selamat pagi, sayang." ucap Sebastian yang kemudian memeluk tubuh istrinya.
Amira melihat bibir merah milik suaminya dan ia kembali menciumnya sampai Sebastian membuka matanya.
"Kenapa kamu nakal sekali, sayang." ucap Sebastian yang kemudian membalas ciuman Amira.
Mereka berdua kembali menikmati ciuman paginya.
Sebastian bangkit dari tempat tidurnya dan kembali membopong tubuh istrinya.
Ia mengajaknya mandi bersama dan seperti biasa mereka berdua kembali melanjutkan apa yang terjadi semalam.
Pancuran air hangat kembali menyambut mereka, membasuh sisa-sisa kantuk dan membawa kembali gairah yang tak pernah padam.
Pagi itu di bawah siraman air, cumbuan mereka terasa lebih ringan, lebih lembut, namun tak kalah memabukkan.
Mereka tertawa kecil di sela tautan bibir, menikmati kebersamaan yang terasa begitu intim dan tanpa batas.
Aroma sabun beraroma mint dan jeruk berpadu dengan wangi tubuh mereka yang basah.
Setelah sekitar setengah jam, barulah Sebastian dan Amira memutuskan untuk menyudahi kegiatan mandi pagi mereka.
Sebastian mengambil handuk, mengeringkan rambut Amira dengan telaten sebelum membalut tubuh istrinya dengan handuk besar.
“Sudah puas, Nyonya Sebastian?” goda Sebastian dengan senyum jahil, mencubit hidung Amira pelan.
Amira tersenyum tipis dengan pipinya yang memerah.
“Sangat, Tuan Sebastian. Terima kasih untuk sarapan paginya,” jawabnya dengan nada menggoda.
Sebastian yang gemas kembali memeluk tubuh istrinya.
"Bas, si kecil sudah protes minta sarapan." ucap Amira.
Sebastian tertawa kecil dan mencium perut istrinya.
Mereka pun bergegas berganti pakaiannya yang ada di lemari.
Amira memilih gaun musim panas berbahan linen yang ringan.
Sementara Sebastian menepati janjinya dengan mengenakan kaos polo berwarna biru laut dan celana pendek chino yang membuatnya terlihat jauh lebih santai dan muda.
karna bastian mandul