Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 08
Di sisi lain, Han Yuan masih terpaku di lokasi pertempuran terakhirnya dengan wanita misterius itu. Matanya tertuju pada sebuah benda asing, yang dia yakini telah digunakan wanita itu untuk menulis pesan. Benda itu tampak seperti sebuah kuas aneh, belum pernah dilihatnya sebelumnya.
Han Yuan melangkah mendekat ke kereta kuda yang menjadi saksi bisu pertempuran. Di sana, selembar kertas kasar tertempel, diwarnai merah oleh tinta darah para prajurit yang telah gugur. Dengan rahang mengeras, dia membaca pesan itu. Kata-katanya sama persis dengan yang ditemukan di lokasi pembunuhan sebelumnya, sebuah ejekan dingin yang menusuk jantungnya.
Amarahnya memuncak, tangannya meremas kertas itu hingga kusut. Pandangannya beralih pada mayat prajurit kediaman pejabat daerah yang tergeletak tak bernyawa. "Sialan! Jadi kalian yang mencari gara-gara!" gerutunya penuh kebencian, suaranya bergetar menahan emosi.
Saat itu, seorang pria berpakaian serba hitam mendekat. Zheng Bai, tangan kanannya yang selalu sigap, menunduk hormat. "Pangeran," sapanya dengan suara rendah.
Han Yuan menghela napas panjang, berusaha meredam amarahnya. "Bereskan tempat ini," perintahnya dengan suara dingin. "Lalu, geledah seluruh kediaman pejabat daerah. Cari bukti korupsi mereka, sekecil apapun!" matanya memancarkan tekad yang membara.
"Baik, Pangeran," jawab Zheng Bai singkat, lalu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk segera melaksanakan perintah.
Mentari pagi mulai menyingsing, menyinari jalanan desa Qingquan. Wei Lin Hua baru saja kembali ke rumah setelah semalaman tidak pulang. Wei Liu Han dan Wei Liu Yuan tidak bisa memejamkan mata barang sekejap pun, diliputi kekhawatiran akan keselamatan adik perempuan mereka.
"Aku pulang," ucap Wei Lin Hua lirih, saat memasuki halaman rumah. Wajahnya tampak lelah, namun lega bisa kembali ke tempat yang aman.
Wei Liu Han langsung menghampirinya dengan tatapan khawatir. "Kau dari mana saja? Kenapa tidak pulang semalam? Kami sangat khawatir!"
Wei Liu Yuan mengamati wajah Wei Lin Hua yang sedikit memerah. "Kau mabuk?" tanyanya curiga. Aroma alkohol tercium samar dari pakaian adiknya.
Wei Lin Hua menggeleng pelan, berusaha meyakinkan kedua kakaknya. "Tidak, aku tidak mabuk," jawabnya dengan suara serak, meskipun matanya sedikit berkabut.
Wei Liu Han melihat Shen Jian berdiri di belakang Wei Lin Hua, membawakan beberapa barang bawaan wanita itu. Dia menatap Shen Jian dengan tatapan bertanya.
"Apakah dia bersamamu semalam?" tanya Wei Liu Yuan, memastikan kecurigaannya.
Shen Jian mengangguk sopan. "Nona datang ke Paviliun Teratai untuk memeriksa pemasukan," jawabnya dengan tenang.
Wei Liu Yuan menghela napas lega. Setidaknya adiknya tidak berkeliaran tidak jelas semalaman. "Berapa banyak dia minum?" tanyanya lagi, sambil melihat Wei Liu Han menggendong Wei Lin Hua yang tiba-tiba tertidur pulas di pelukannya. Kelelahan dan sedikit alkohol membuatnya kehilangan kesadaran.
"Hanya beberapa kendi saja," jawab Shen Jian sambil terkekeh pelan, menyiratkan bahwa Wei Lin Hua mungkin sedikit lebih dari sekadar "mencicipi" anggur.
Kemudian, Shen Jian mengeluarkan beberapa berkas dari balik jubahnya dan menyerahkannya kepada Wei Liu Yuan. "Tuan Muda Wei, ini berkas-berkas yang sudah disiapkan oleh Nona Wei untuk Anda dan Tuan Liu Han masuk Akademi." Kertas-kertas itu ternyata adalah formulir pendaftaran ke Akademi Kekaisaran, salah satu lembaga pendidikan terbaik di kota, yang terletak tidak jauh dari istana kekaisaran.
Wei Liu Yuan menerima berkas itu dengan bingung dan memeriksanya dengan seksama. Matanya membulat saat menyadari bahwa namanya sudah terdaftar sebagai calon siswa. Berkas yang diberikan Shen Jian adalah salinan surat penerimaan resmi. "Ini... apakah aku dan Kakak benar-benar bisa belajar di sini?" tanyanya dengan nada tak percaya, wajahnya berseri-seri karena terkejut sekaligus gembira.
Shen Jian mengangguk dengan senyum ramah. "Ya, Nona sudah melunasi semua biaya pendaftaran dan biaya sekolah Anda dan Tuan Liu Han," jawabnya, menjelaskan bagaimana adiknya telah mengurus segalanya di belakang layar.
"Tapi..." Wei Liu Yuan kehilangan kata-kata. Dia tidak pernah membayangkan akan memiliki kesempatan untuk belajar di akademi paling bergengsi di seluruh kekaisaran. Impiannya yang terpendam kini menjadi kenyataan.
"Tuan Muda tidak perlu khawatir. Bisnis Nona Muda berjalan sangat lancar. Semua sudah Nona Muda selesaikan dengan sempurna. Anda dan Tuan Muda Liu Han hanya perlu fokus belajar dengan giat," ucap Shen Jian dengan nada meyakinkan.
'Bisnis yang mana yang dia maksud? Paviliun Teratai yang glamor, atau bisnis gelap sebagai pembunuh bayaran?' Wei Liu Yuan bertanya-tanya dalam hati. Pikiran-pikiran itu berkecamuk di benaknya, namun dia segera menepisnya.
Meskipun begitu, dia tahu bahwa adiknya selalu berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan harapan mereka. Dia, Ayah, dan Kakaknya tidak akan pernah menghakimi adiknya, tidak peduli seberapa berbahaya pekerjaan yang dia lakukan. Mereka akan selalu berada di sisinya, memberikan dukungan dan kasih sayang tanpa syarat.
"Ada apa ini?" Tiba-tiba Liu Han muncul di ruangan itu, tertarik dengan keributan yang terjadi.
Tanpa berkata apa-apa, Liu Yuan menyerahkan berkas penerimaan murid Akademi Kekaisaran kepada kakaknya. Liu Han menatap adiknya dengan ekspresi tidak percaya. "Tapi, bukankah kita sudah terlambat untuk mulai belajar?" ucapnya lesu, merasa minder dengan usia mereka yang sudah tidak muda lagi.
"Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Aku akan mencarikan guru privat terbaik untuk kalian, agar kalian bisa mengejar ketertinggalan," tiba-tiba Lin Hua muncul di ambang pintu, menyela percakapan mereka. Rupanya, dia hanya tertidur sebentar dan terbangun karena mendengar suara gaduh.
Liu Han dan Liu Yuan segera menghampiri adik mereka dan memeluknya erat-erat, meluapkan rasa terima kasih dan kasih sayang mereka. 'Setidaknya, di dunia ini aku punya tujuan yang jelas: mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi keluargaku,' gumam Lin Hua dalam hati, merasa termotivasi untuk bekerja lebih keras lagi.
"Apa yang sedang terjadi? Sepertinya kalian semua sangat bahagia," Wei Nan, ayah mereka, muncul dari arah belakang rumah. Pria itu baru saja selesai memeriksa persediaan bahan baku di gudang untuk membuat pedang.
Lin Hua segera menghampiri ayahnya dan bergelayut manja di lengannya. "Ayah, apakah Ayah ingin membuat sebuah... pabrik?" tanyanya dengan nada riang.
"Pabrik? Apa itu?" tanya sang ayah dengan ekspresi bingung. Istilah itu sama sekali asing di telinganya.
Tentu saja, di zaman ini belum ada konsep pabrik seperti yang dikenal Lin Hua. Dia sendiri bingung bagaimana menjelaskan idenya itu kepada ayahnya. "Ah... apa ya..." Dia tergagap, mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan visinya.
Lin Hua menoleh ke arah Shen Jian, tatapan matanya yang penuh permohonan jelas meminta bantuan untuk menjelaskan gagasannya kepada sang Ayah. Shen Jian, yang memahami isyarat itu, tersenyum tipis. "Maksud Nona Muda adalah sebuah zuōfang, Tuan. Sebuah bengkel yang jauh lebih besar dan terorganisir, di mana Tuan bisa membuat pedang dengan bantuan beberapa pekerja terampil. Ini akan memungkinkan kita menerima lebih banyak pesanan dan memperluas usaha keluarga."
Lin Hua mengangguk antusias, matanya berbinar penuh harap. "Ayah mau?" tanyanya, suaranya sedikit mendesak.
Wei Nan tersenyum hangat, tangannya terangkat mengelus lembut rambut putrinya yang halus. "Membuka bengkel sebesar itu tentu membutuhkan biaya yang sangat besar, Putriku," ucapnya dengan nada bijaksana, namun tersirat sedikit keraguan. "Lagipula, selama ini kita hanya menerima pesanan dari pejabat daerah saja. Skalanya tidak terlalu besar untuk memerlukan usaha sebesar itu."
Tanpa menunggu lama, Lin Hua mengulurkan tangannya ke arah Shen Jian. Dengan sigap, Shen Jian mengeluarkan beberapa gulungan perkamen dan lembaran kertas resmi dari balik jubahnya. Itu adalah bukti pembelian sebidang tanah luas dan juga bangunan yang sudah disiapkan. Lin Hua mengambilnya dengan bangga, matanya berkilat-kilat. "Sebentar lagi Ayah ulang tahun, kan?" katanya, suaranya ceria dan penuh kejutan. "Ini hadiah dariku untuk Ayah. Kedua kakakku sudah mendapatkan hadiah mereka, sekarang giliran Ayah yang mendapatkan hadiah istimewa." Lin Hua menyerahkan berkas kepemilikan itu kepada sang Ayah, menatapnya dengan senyum lebar yang tak bisa disembunyikan.